Menyambut Tahun 2022 dengan Beban Kemiskinan dan Pengangguran
Peningkatan jumlah penganggur dan orang miskin pada semester II-2021 membuat langkah Indonesia memasuki tahun 2022 dengan beban kemiskinan dan pengangguran yang cukup berat.
Oleh
Novani Karina Saputri
·3 menit baca
Membaiknya kondisi perekonomian seharusnya dapat diikuti dengan penurunan angka kemiskinan, penurunan ketimpangan, dan penurunan tingkat pengangguran terbuka. Namun, tampaknya Indonesia akan memasuki tahun 2022 dengan beban kemiskinan dan pengangguran yang cukup berat.
Selama pandemi Covid-19, persentase penduduk miskin kembali meningkat. Pada semester II-2020 penduduk miskin tercatat di angka 10,19 persen. Persentase yang sama (di atas 10 persen) terakhir dicapai tahun 2017. Sehubungan dengan itu, rasio gini juga diperkirakan meningkat seiring dengan ketimpangan yang terjadi selama masa pandemi Covid-19. Pandemi menyebabkan kelompok rentan lebih banyak kehilangan pekerjaan dan masuk ke dalam kategori kemiskinan ekstrem.
Sama halnya dengan tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran terbuka (TPT) juga mengalami peningkatan secara signifikan pada semester II-2020 sebesar 7,07 persen. Setelah meningkat signifikan pada tahun 2020, TPT mengalami penurunan pada semester I-2021 sebesar 0,81 persen poin atau menjadi 6,26 persen. Namun, angka ini kemudian kembali meningkat pada semester II-2021 mencapai 6,49 persen.
Angka TPT di perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perdesaan. TPT di perkotaan meningkat signifikan pada periode Agustus 2020 melebihi TPT nasional dan terus berlanjut hingga Agustus 2021.
Hal ini menjelaskan bahwa sektor lapangan usaha yang terdampak Covid-19 rata-rata berasal dari perkotaan seperti industri pengolahan, transportasi, dan konstruksi.
Bangkitnya kinerja sektor industri pengolahan, konstruksi, dan perdagangan besar tumbuh pada triwulan III-2021 dibandingkan dengan periode yang sama pada 2020 tidak berdampak signifikan terhadap tingkat pengangguran di perkotaan.
Adapun tingkat pengangguran di perdesaan juga mengalami peningkatan selama masa pandemi, tetapi tidak sebesar peningkatan pada pengangguran di perkotaan dan masih berada di bawah rata-rata tingkat pengangguran nasional.
Berdasarkan data TPT menurut tingkat pendidikan terakhir, pengangguran dengan pendidikan sekolah menengah kejuruan (SMK) merupakan kategori yang paling tinggi dibandingkan dengan tamatan jenjang pendidikan lainnya, yaitu sebesar 11,13 persen, pada Agustus 2021. Sementara pengangguran yang paling rendah adalah penganggguran dengan tingkat pendidikan sekolah dasar (SD) ke bawah, yaitu sebesar 3,61 persen.
Pada periode Agustus 2021 dibandingkan dengan tahun 2020, mayoritas pengangguran pada semua kategori mengalami penurunan. Namun, penurunan terbesar berasal dari kategori pendidikan SMK sebesar 2,42 persen poin.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan semester sebelumnya (Februari 2021), pengangguran dengan pendidikan SD ke bawah, SMP, dan SMA justru relatif mengalami kenaikan dengan kenaikan terbesar pada kategori pendidikan SMP sebesar 0,58 persen poin.
Dari fenomena di atas, dapat dijelaskan bahwa pandemi Covid-19 berdampak terhadap kondisi ketenagakerjaan di Indonesia. Pandemi Covid-19 membuat sebagian penduduk kehilangan atau berhenti bekerja dan menjadi pengangguran.
Tingkat pengangguran yang belum kembali ke posisi sebelum pandemi secara tidak langsung menjelaskan bahwa kondisi lapangan usaha belum kembali seperti semula. Hal ini akan menjadi permasalahan besar ketika pasar tenaga kerja tidak lagi mampu menyerap jumlah tenaga kerja yang semakin banyak.
Rendahnya penyerapan tenaga kerja dapat terjadi pada industri yang memang mengandalkan kapital (mesin) sebagai faktor produksi utama. Akan tetapi, lain halnya dengan sektor industri padat karya yang masih mengandalkan tenaga kerja sebagai faktor produksi mereka.
Oleh karena itu, perlu mendorong peningkatan investasi pada sektor padat karya; mendorong jumlah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah; dan meningkatkan sumber daya manusia (SDM) agar menghindari terjadinya skill shortage yang dapat menghambat output produksi. Skill shortage terjadi ketika pekerja tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri/pencari kerja.
Menurunkan tingkat pengangguran terbuka merupakan salah satu cara menekan tingkat kemiskinan ekstrem. Apabila kebijakan belanja negara untuk perlindungan sosial, peningkatan produktivitas, pembangunan infrastruktur, dan peningkatan SDM dapat tersalurkan dengan baik, target tingkat pengangguran terbuka pada 2022 berada di level 5,5-6,3 persen dan tingkat kemiskinan di kisaran 8,5-9,0 persen sesuai dengan RAPBN 2022 dapat tercapai. (LITBANG KOMPAS)