Penurunan penghasilan masyarakat diperkirakan masih akan terjadi tahun depan. Selama pandemi masih belum tuntas tertangani, masyarakat akan kembali melakukan penyiasatan pola kebutuhan rumah tangga untuk bertahan hidup.
Oleh
Karina Isna Irawan
·4 menit baca
Penghasilan masyarakat selama pandemi Covid-19 belum membaik, bahkan cenderung menurun. Ironisnya, penurunan penghasilan ini paling dirasakan oleh kelompok masyarakat kelas bawah. Penyiasatan dilakukan dengan memprioritaskan kebutuhan pokok dan kesehatan. Sebaliknya, kebutuhan sekunder dan tersier (investasi) banyak berkurang.
Empat survei nasional Kompas di 34 provinsi (Oktober 2020-Oktober 2021) mengonfirmasi bahwa penurunan penghasilan dirasakan oleh lebih dari dua pertiga responden. Persentase masyarakat yang mengalami penurunan penghasilan menunjukkan tren peningkatan dalam setahun. Secara umum penurunan penghasilan dialami oleh semua kelompok ekonomi masyarakat.
Pada hasil survei terbaru, 26 September-9 Oktober 2021, persentase masyarakat yang mengalami penurunan penghasilan berada pada level tertinggi. Sekitar 80 persen responden mengaku penghasilannya turun akibat pandemi Covid-19. Jika dicermati, penurunan penghasilan ini terjadi selama perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4 pada Agustus-Oktober 2021 di sejumlah daerah.
Hasil survei sejalan dengan pengakuan pemerintah bahwa kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat memiliki konsekuensi terhadap ekonomi. PPKM level 4 yang diperpanjang berulang kali menyebabkan aktivitas ekonomi menurun sehingga berimplikasi terhadap pengurangan penghasilan dan perlemahan daya beli. Kondisi ini juga tecermin pada penurunan konsumsi rumah tangga sepanjang triwulan III-2021 menjadi 1,03 persen.
Ditilik berdasarkan kelompok ekonomi masyarakat, penurunan penghasilan terjadi di semua lapisan. Namun, masyarakat yang paling tertekan adalah kelompok bawah dengan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan Rp 750.000. Sebagian besar masyarakat kelas bawah adalah pekerja informal yang pekerjaannya melibatkan kontak fisik. Karena itu, perpanjangan PPKM akan langsung berdampak terhadap penghasilan mereka.
Hasil survei mengungkapkan, penurunan penghasilan disiasati masyarakat dengan mengubah pola pemenuhan kebutuhan. Alokasi anggaran yang ada diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan primer. Hal ini tecermin pada tren peningkatan kemampuan masyarakat dalam berbelanja kebutuhan pokok dan sarana kesehatan, seperti membeli obat-obatan dan vitamin, periksa dokter, atau membayar iuran BPJS.
Di sisi lain, kemampuan membeli barang-barang penunjang gaya hidup, membeli instrumen investasi, dan menabung atau menyimpan uang berkurang. Temuan ini mengindikasikan adanya penurunan belanja kebutuhan sekunder dan tersier dalam tiga bulan terakhir pada Agustus-Oktober 2021. Meski demikian, tren kemampuan belanja kebutuhan sekunder dan tersier dalam setahun meningkat selama Oktober 2020-Oktober 2021.
Penyiasatan pola kebutuhan masyarakat dengan meningkatkan belanja kebutuhan pokok dan sarana kesehatan serta mengurangi belanja sekunder dan tersier bersifat rasional. Pemenuhan kebutuhan didasarkan pada skala prioritas mengingat keterbatasan anggaran akibat berkurangnya penghasilan. Pola penyiasatan kebutuhan seperti ini akan terus dilakukan selama belum ada peningkatan penghasilan yang signifikan.
Sebagai makhluk ekonomi (Homo economicus), manusia cenderung bertindak rasional, apalagi dalam kondisi krisis. Tindakan ekonomi rasional dilandasi atas suatu pilihan yang paling baik dan paling menguntungkan. Pilihan rasional juga memperhitungkan pengorbanan dan hasil yang diperoleh. Di tengah situasi krisis akibat pandemi Covid-19, masyarakat Indonesia nyatanya masih cukup rasional dalam perilaku ekonomi.
Kelompok masyarakat bawah memang paling banyak terdampak selama pandemi. Mereka mengalami penurunan signifikan dalam membeli barang-barang penunjang gaya hidup, membiayai kesehatan, dan berbelanja kebutuhan pokok dibandingkan kelompok ekonomi masyarakat lain. Sebaliknya, masyarakat kelas atas justru mengalami penurunan signifikan pada kemampuan membeli barang-barang investasi, diikuti kemampuan menabung atau menyimpan uang.
Temuan survei sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat pada triwulan III-2021 yang dirilis Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Masyarakat kelas atas tidak mengalami penurunan signifikan dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga, kecuali dalam membeli barang-barang invetasi. Sementara itu, masyarakat kelas menengah atas dan menengah bawah sudah menggunakan investasi dan tabungannya untuk menyiasati kebutuhan rumah tangga. Adapun kemampuan ekonomi masyarakat kelas bawah turun signifikan di semua indikator.
Jika dicermati berdasarkan klasifikasi wilayah, penurunan penghasilan paling tinggi dialami masyarakat perdesaan ketimbang perkotaan. Sebagian besar masyarakat perdesaan adalah pekerja informal di sektor pertanian dan perdagangan yang sangat rentan dan menjadi salah satu kelompok yang paling terpukul akibat pandemi Covid-19. Kondisi ini turut berdampak terhadap penurunan kemampuan berbelanja kebutuhan pokok dan membiayai kesehatan.
Kondisi berbeda dijumpai pada masyarakat perkotaan. Penurunan penghasilan berdampak paling besar terhadap kemampuan menabung, membeli barang-barang penunjang gaya hidup, dan instrumen investasi. Penurunan kemampuan berbelanja kebutuhan pokok dan membiayai kesehatan juga dialami masyarakat perkotaan, tetapi tidak setinggi penurunan pada masyarakat perdesaan.
Penurunan penghasilan diperkirakan masih akan terjadi selama pandemi Covid-19 belum tertangani dan pembatasan aktivitas masyarakat masih diterapkan. Sebagai pelaku ekonomi yang rasional, masyarakat Indonesia akan melakukan penyiasatan pola kebutuhan rumah tangga untuk bertahan hidup. Namun, yang perlu menjadi perhatian pemangku kebijakan adalah daya tahan mereka. Sampai kapan masyarakat mampu menyiasati pemenuhan kebutuhan rumah tangga, terlebih pada masyarakat kelas bawah? (LITBANG KOMPAS)