Apresiasi publik terhadap kinerja pemerintahan tidak sepenuhnya didasarkan pada pertimbangan logis. Dalam hasil survei, tersingkap pula sisi politik yang mendasari penilaian masyarakat.
Oleh
Bestian Nainggolan
·5 menit baca
Tahun 2021 sejatinya menjadi momen keberhasilan bagi Presiden Joko Widodo bersama jajaran kabinet pemerintahannya. Dalam tekanan dan tantangan sedemikian berat dihadapi, faktanya pemerintah mampu melaluinya dengan berbagai catatan keberhasilan.
Paling mencolok, bagaimana pemerintah berhasil mengatasi pandemi dan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Dengan merujuk pada Indeks Pengendalian Covid-19 (IPC-19) Kompas, terindikasi bahwa negeri ini mampu mengendalikan penyebaran Covid-19, baik dari sisi manajemen infeksi maupun manajemen pengobatan.
Apabila pada Juli 2021 lalu skor indeks nasional sempat terpuruk di posisi 44, saat ini angkanya mulai mendekati capaian tertinggi (skor 100), suatu kondisi yang menunjukkan Covid-19 teredam.
Sejalan dengan semakin terkendalinya pandemi, kali ini 60,2 persen masyarakat menyatakan puas terhadap upaya pemerintah dalam mengatasi pandemi. Pada saat yang bersamaan, kepuasan yang diekspresikan diikuti dengan keyakinan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah. Saat ini, hampir tiga perempat bagian masyarakat menyatakan keyakinan mereka bahwa pemerintah akan mampu mengatasi segenap dampak pandemi.
Paling menawan, keberhasilan mengendalikan Covid-19 dibarengi pula dengan kesuksesan dalam mengelola perekonomian. Apa yang terjadi dalam perekonomian memang belum sepenuhnya mengembalikan kondisi sebelum pandemi. Akan tetapi, kemampuan menciptakan gerak positif perekonomian dalam kondisi yang sangat problematik terbilang prestasi luar biasa.
Ada berbagai indikator membuktikan keberhasilan perekonomian. Capaian dalam pertumbuhan ekonomi yang positif, menggeliatnya dunia usaha, gerak produksi dan konsumsi yang kian dinamis, aktivitas ekspor-impor, hingga gairah investasi melengkapi capaian positif tahun ini.
Terbukti pula, semua capaian prestatif di bidang perekonomian tersebut mendapatkan apresiasi publik sepanjang tahun 2021 ini. Berdasarkan hasil survei Litbang Kompas sepanjang tahun 2021, tren kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo tampak positif dan cenderung meningkat dari waktu ke waktu.
Sebagai gambaran, hasil survei menunjukkan, saat ini 58,7 persen masyarakat puas terhadap kinerja ekonomi pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kepuasan diekspresikan terkait dengan keberhasilan pemerintah sepanjang tahun ini dalam pengendalian stabilitas harga kebutuhan pokok, penyediaan ketersediaan bahan pangan, ataupun upaya pemberdayaan para petani. Selain itu, upaya pemerintah dalam memeratakan pembangunan juga dinilai positif.
Memang terdapat problem ekonomi yang menjadi kendala. Bagian terbesar masyarakat, misalnya, merasa tidak puas terhadap kinerja pemerintah dalam mengatasi problem penyediaan lapangan kerja dan pengangguran.
Apresiasi publik terhadap bidang perekonomian kali ini menjadi suatu keistimewaan. Pasalnya, dibandingkan dengan kinerja bidang pemerintahan lain, perekonomian justru yang paling tergolong sensitif terhadap perubahan.
Sebelumnya, sedikit saja terjadi gejolak, secepat itu pula ketidakpuasan publik memuncak. Namun, saat ini, di tengah ancaman dan tekanan kondisi, justru secara konsisten kinerja perekonomian mengalami peningkatan apresiasi.
Dengan berbagai capaian yang ditorehkan pemerintah, tidak tersangkalkan jika tahun 2021 yang sarat problem itu dapat dilalui dengan baik. Hanya saja, di balik keberhasilan yang digapai, tampak pula sisi problematik lain menanti.
Menjadi problematik lantaran apresiasi publik yang terlontarkan tidak sepenuhnya didasarkan pada pertimbangan logis pada keseharian situasi yang dialaminya. Dalam hasil survei, tersingkap pula sisi politik yang mendasari penilaian.
Kongkretnya, hasil survei menunjukkan adanya perbedaan penilaian signifikan pada setiap kelompok responden yang didasarkan pada latar belakang politik masing-masing. Apabila dipilah berdasarkan kalangan pendukung ataupun pemilih presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan bukan pemilih mereka, perbedaan apresiasi terjadi.
Pada survei periode Oktober 2021, misalnya, 85,4 persen responden yang tergolong sebagai simpatisan pemilih Jokowi-Amin menyatakan rasa puas mereka terhadap kinerja pemerintahan. Sebaliknya, hanya 47,9 persen dari mereka yang bukan pemilih Jokowi-Amin yang menyatakan apresiasi kepuasan. Bagian terbesar dari kelompok ini menyatakan tidak puas.
Menjadi semakin problematik dirasakan tatkala mencermati bahwa perbedaan penilaian antara kedua simpatisan berbasis politik tersebut semakin melebar dibandingkan dengan kondisi di awal tahun ini.
Pada survei bulan Januari 2021, misalnya, kepuasan terhadap kinerja pemerintahan saat itu diekspresikan oleh kedua kelompok, baik simpatisan pendukung maupun bukan pendukung Jokowi-Amin. Saat itu, mereka sama-sama puas terhadap upaya pemerintah dalam mengatasi berbagai problem bangsa ini. Gap perbedaan yang terbangun di antara kedua kelompok relatif kecil, sebesar 19,4 persen saja. Saat ini sudah terbangun jarak perbedaan hingga 37,5 persen.
Semakin melebarnya jarak perbedaan mengindikasikan semakin melebarnya keterpilahan dalam masyarakat yang berbasis pada politik. Dalam konteks soliditas bangsa, terlebih di tengah tekanan kondisi yang belum sepenuhnya pulih, tentu saja kondisi yang terbangun menjadi ancaman laten.
Keterpilahan politik yang terbilang cukup ekstrem sempat terbangun di masa lalu, sejalan dengan berlangsungnya Pemilu Presiden 2019. Saat itu, fragmentasi pada dua kekuatan politik calon presiden yang berkontestasi sedemikian rupa telah memilah masyarakat.
Merujuk pada hasil survei tahun 2018-2019, misalnya, jejak-jejak keterpilahan politik masih membekas. Pada survei April 2018, setahun sebelum Pemilu 2019, sudah terbangun jarak keterpilahan politik hingga 22,9 persen. Proporsi tersebut relatif lebih baik daripada kondisi saat ini.
Akan tetapi, pada survei bulan Oktober 2018, semakin mendekati pemilu, gapnya menjadi semakin lebar. Jurang perbedaan antara pendukung Jokowi dan bukan pendukung menjadi sebesar 42 persen.
Jurang perbedaan yang terbangun mencapai puncak pada tahun 2019 lalu. Saat survei bulan Maret 2019, sudah terbangun jarak perbedaan sebesar 45,9 persen.
Beruntung, selepas Pemilu 2019, upaya rekonsiliasi politik di tingkatan elite terjadi. Upaya Jokowi-Amin merangkul lawan politik dalam bentuk koalisi pemerintahan efektif meredam keterpilahan.
Hasilnya, jarak perbedaan politik di tingkat masyarakat menyempit. Jika pada awal Januari 2021 lalu jurang yang terbangun hanya tinggal berjarak 19,4 persen saja, itu terbilang lonjakan prestasi politik pemerintah.
Meski demikian, jika paruh akhir tahun 2021ini kecenderungan jurang yang terbangun kian melebar, hal itu harus diwaspadai. Jangan sampai tirai politik semakin terkoyak di tahun 2022 mendatang. (LITBANG KOMPAS)