Bayang-bayang Kekhawatiran Omicron di Media Sosial
Penemuan galur baru virus SARS-CoV-2 Omicron di Afrika Selatan terus menyita perhatian di media sosial. Lengahnya penanganan penularan Omicron menjadi fase-fase meningkatnya kekhawatiran warganet.
Varian baru virus korona datang di akhir tahun dan terus merebak hingga menjelang liburan Natal 2021 dan Tahun Baru 2022. Adalah galur Omicron yang sudah dilaporkan terdeteksi di 85 negara. Di Indonesia, infeksi pertama galur Omicron dilaporkan pada 16 Desember 2021.
Sejak diumumkan pertama kali ke WHO dari Afrika Selatan dan Botswana pada 24 November 2021, varian B.1.1.529 atau galur Omicron terus menjadi perhatian publik. Di mesin pencari Google, kata ”Omicron” terus dicari warganet dunia sejak tanggal diumumkan oleh WHO tersebut.
Dari rentang skala 0-100 yang digunakan, Google Trend menangkap puncak pencarian Omicron terjadi pada 29 November 2021, yaitu di angka 100. Artinya, saat itu Omicron merupakan kueri yang paling banyak dicari di Google.
Tingginya pencarian Omicron dipicu oleh penetapan Omicron sebagai variant of concern pada 26 November 2021 dan ditambah laporan sejumlah negara tentang deteksi masuknya Omicron. Negara-negara yang kemudian melaporkan kasus penularan Omicron adalah Australia, Belgia, Ceko, Israel, Italia, Inggris, dan Jerman.
Dua fenomena itu praktis membuat mesin pencari Google diserbu pengguna internet yang penasaran dengan galur Omicron. Dari kata kunci yang dimasukkan paling banyak, yakni ”variant omicron”, ”covid omicron”, atau ”omicron symptoms”, terlihat warganet antusias mencari informasi mengenai seluk-beluk varian baru tersebut.
Pengguna internet dari Singapura, Kuba, Australia, Kanada, Uni Emirat Arab, Afrika Selatan, India, Inggris, Selandia Baru, dan Malaysia merupakan pihak yang paling banyak browsing tentang Omicron di awal-awal kemunculan galur ini. Tidak heran, karena kasus penularannya ditemukan di negara-negara tersebut.
Perhatian publik terhadap varian baru ini juga tertangkap dari pantauan media sosial dari aplikasi Talkwalker dan Brand24. Dari penelusuran data yang dilakukan, asal-usul perbincangan isu Omicron pertama kali diangkat oleh BBC dan Reuters.
Informasi yang diangkat oleh kedua kantor berita tersebut adalah deteksi varian Omicron di Skotlandia. Dilaporkan ada enam kasus galur Omicron yang terdeteksi dan membuat otoritas setempat segera melakukan penelusuran kontak erat untuk meminimalkan penularan.
Jika memperhatikan frekuensi konten di media sosial, puncak perbincangan dan penyebaran konten terjadi pada periode 28-30 November 2021. Salah satu engagement tertinggi terlihat pada media Tiktok oleh akun @hugodecrypte pada 30 November 2021. Akun tersebut banyak dipantau warganet karena menampilkan informasi tentang galur Omicron dan penyebarannya dalam kemasan visual lewat Tiktok.
Aplikasi Tiktok menjadi salah media bagi warganet untuk berbagai konten dan interaksi seputar galur Omicron. Namun, jika ditelusuri, jenis media sosial yang banyak digunakan top influencers untuk Omicron bukan dari Tiktok. Top influencers lebih banyak berasal dari kanal Youtube, diikuti Twitter, baru kemudian Tiktok.
Di Indonesia, perbincangan hangat seputar galur Omicron mencapai puncaknya pada 30 November 2021. Sebagaimana tren di dunia, topik konten yang diperbincangkan warganet Indonesia saat itu juga seputar kemunculan galur Omicron.
Top influencers isu Omicron di Indonesia adalah tautan video berita Liputan6.com yang menunjukkan kewaspadaan bandara di Bali terhadap masuknya galur Omicron serta video berita CNBC Indonesia yang memberitakan mulai munculnya kasus penularan Omicron di luar Afrika Selatan.
Gejala ringan
Selain asal-usul dan profil galur Omicron, topik lain yang menjadi perhatian pengguna media sosial adalah penularan galur Omicron dan reaksi sejumlah negara, seperti Inggris, Spanyol, Australia, Singapura, dan Malaysia, dalam merespons merebaknya galur Omicron.
Respons tanggap darurat segera dilakukan oleh banyak negara untuk mencegah varian baru ini dengan menutup perbatasan internasional. Tautan informasi gerak cepat penutupan jalur masuk internasional setelah WHO mengumumkan galur baru ini memiliki kecenderungan mendapat sentimen positif oleh pengguna media sosial.
Kebijakan lain adalah menggalakkan kembali program vaksinasi dan vaksinasi penguat (booster) untuk melindungi warganya dari bahaya penularan varian baru tersebut. Di luar isu kebijakan pencegahan merebaknya galur Omicron, ada satu topik informasi yang mencuri perhatian warganet, yaitu mengenai gejala ringan yang ditimbulkan oleh varian virus tersebut.
Tautan informasi yang banyak dibagikan tersebut merujuk pada video berita yang dibuat BBC dengan menampilkan kesaksian seorang dokter di Afrika Selatan, yaitu Angelique Coetzee. Dokter yang turut menangani pasien pertama galur Omicron tersebut menyatakan, pasien yang terpapar Omicron sejauh ini memiliki gejala sangat ringan.
Sang dokter menceritakan bahwa pasien yang terpapar galur Omicron ini terlihat mulai memeriksakan kondisi kesehatannya pada 18 November 2021. Pasien laki-laki yang berusia sekitar 33 tahun tersebut mengeluhkan kondisi badannya yang lemas, nyeri di tubuh, serta sakit kepala.
Gejala tersebut sedikit berbeda dan lebih ringan jika dibandingkan dengan varian Delta yang merebak sebelumnya. Salah satu gejala yang membedakan galur Omicron adalah pasien tidak kehilangan indera penciuman atau indera pengecap yang selama ini identik dengan gejala galur Delta dan virus korona pada umumnya.
Selain gejala virus, topik lain yang juga menjadi perhatian warganet adalah penamaan galur baru tersebut, yaitu varian B.1.1.529 atau Omicron. Perkenalan identitas varian baru tersebut disambut diskusi di ruang digital dengan selingan berbagi informasi seputar gejala, perbandingan dengan varian Delta, dan tips untuk menjaga kesehatan tubuh agar terhindar dari galur Omicron.
Penurunan
Hingga saat ini, informasi seputar galur Omicron masih menjadi perhatian warganet. Namun, dibandingkan dengan waktu awal kemunculannya, share konten dan perbincangan di media sosial mulai menurun. Data dari Google Trends menunjukkan, pada 18 Desember 2021, pencarian kata Omicron ada di angka 57 dari skala 0-100. Kondisi ini menggambarkan jumlah informasi yang dicari saat ini menurun dibandingkan pada awal munculnya galur tersebut.
Hal senada terlihat dari pantauan analisis media sosial. Pada puncak pencarian, 30 November 2021, terdapat 5,9 juta penggunaan kata ”Omicron” oleh warganet dengan 40,5 juta jangkauan (engagement). Sementara pada 18 Desember 2021, kata ”Omicron” hanya muncul sebanyak 793 ribu dengan 4,2 juta jangkauan.
Namun, di balik angka penurunan tersebut, ”ledakan” konten Omicron terus mengancam sewaktu-waktu. Ini terlihat dengan munculnya tiga denyut perbincangan, yaitu pada 5 Desember 2021, 8 Desember 2021, dan 13 Desember 2021. Makin masifnya penularan galur Omicron dan timbulnya korban meninggal membuat penyebaran konten dan perbincangan tentang galur Omicron saat itu kembali menghangat di ruang-ruang media sosial.
Momentum yang terjadi pada 5 Desember 2021 adalah lonjakan paparan galur Omicron yang dilaporkan sudah terdeteksi di 45 negara. Di ”benua biru” tersebut, penularan galur Omicron juga merebak hingga 8 Desember 2021 dan sudah terdeteksi di 21 negara Eropa. Isu Omicron yang mencuat saat itu bukan hanya seputar sebaran infeksius Omicorn, melainkan juga transmisinya.
Deteksi infeksi di Eropa menunjukkan, jika awalnya kasus penularan terkait dengan perjalanan antarnegara, kasus yang sekarang dilaporkan terjadi di dalam negara atau telah terjadi transmisi lokal. Makin kuatnya penularan di sejumlah negara, terutama di wilayah Eropa, menimbulkan kekhawatiran lain bagi WHO, yaitu potensi penimbunan vaksin oleh negara-negara maju.
Waspada
Walau sempat menunjukkan denyut kenaikan, secara umum isu galur Omicron di media sosial terus menunjukkan tren penurunan. Hal ini terlihat dari penelusuran penyebaran konten dan perbincangan yang pernah muncul dalam periode 24 November-18 Desember 2021.
Hasil penelusuran menunjukkan beberapa faktor mengapa galur Omicron ini tidak terlalu mencemaskan warganet. Faktor pertama adalah respons cepat negara-negara di dunia mencegah penularan galur Omicron.
Langkah taktis ini ditunjukkan dengan menutup perbatasan setiap negara agar varian virus tidak semakin merebak hingga menimbulkan kluster. Selain kebijakan menutup jalur internasional, negara-negara juga merespons penemuan kasus dengan melakukan pelacakan (tracing) dan vaksinasi tambahan.
Faktor kedua adalah dari sisi kepedulian warganet dengan mencari tahu informasi varian virus baru tersebut. Literasi warganet terhadap potensi bahaya galur baru ini terlihat dari kata kunci dan hashtag yang beredar di Google Trends dan media sosial.
Literasi ini menjadi bekal berharga bagi warganet untuk mengenal gejala penularan galur Omicron hingga tindakan pencegahan yang harus dilakukan agar tidak tertular virus. Mencermati konten dan perbincangan yang muncul pada awal penularan, gejala infeksi Omicron yang hingga saat ini tidak terlalu membahayakan pasien yang terpapar telah meredam kepanikan warganet di tengah merebaknya galur Omicron.
Konten video berita dokter Angelique Coetzee dari Afrika Selatan yang banyak dilihat warganet memberikan rasa percaya diri bagi masyarakat luas di tengah tekanan munculnya Omicron. Rasa percaya diri ini makin bertambah dengan dukungan akselerasi vaksinasi Covid-19 yang kian gencar dilakukan negara-negara di dunia. Di Indonesia, percepatan vaksinasi dilakukan bagi anak-anak usia 6-11 tahun, kelompok rentan, hingga persiapan pelaksanaan vaksinasi booster pada Januari 2022 mendatang.
Berbagai respons tanggap darurat tersebut diharapkan tidak hanya meredam kekhawatiran warganet, tetapi juga menjadi prosedur tetap bagi negara-negara di dunia dalam menghadapi munculnya varian baru virus korona.
Hingga saat ini setidaknya sudah ada tujuh varian virus korona yang masuk kategori varian yang diselidiki dan varian yang diwaspadai. Galur Omicron juga bukan satu-satunya varian yang muncul dari Afrika Selatan. Sebelumnya, pernah muncul varian B.1.351 atau yang lebih dikenal sebagai varian Beta pada 2020 lalu.
Munculnya varian-varian baru ini bukan tidak mungkin akan ditemui di kemudian hari. Potensi ini harus terus diwaspadai negara-negara dengan tindakan tanggap darurat untuk mencegah meluasnya penularan virus. Menutup perbatasan negara, melakukan pengetesan dan pelacakan terhadap warga yang baru saja melakukan perjalanan internasional, serta memastikan program vaksinasi merupakan upaya standar dalam mengantisipasi kemunculan varian virus baru.
Pencegahan
Langkah tersebut sekaligus juga memberi dampak meredam kekhawatiran masyarakat. Sekalipun begitu, protokol kesehatan juga harus terus dipatuhi setiap warga untuk menjaga situasi pandemi tetap terkendali. Kesadaran ini senada dengan pesan yang disampaikan dokter Angelique Coetzee.
Meskipun memperlihatkan gejala ringan, dokter Coetzee juga menyarankan kepada warga untuk tetap berhati-hati karena keberadaan galur Omicron ini masih membutuhkan pengujian lanjutan untuk mengetahui tingkat keseriusan varian virus baru tersebut, terlebih bagi kelompok orang rentan atau memiliki komorbid.
Tanpa kehati-hatian, galur Omicron tetaplah memiliki potensi infeksi yang mematikan dan menimbulkan kepanikan warganet. Contoh kepanikan itu terlihat dari reaksi publik saat mendengar kematian perdana akibat galur Omicron di Inggris yang dilaporkan pada 13 Desember 2021.
Dua topik hangat perbincangan di media sosial menyebut bahwa Inggris tidak siap menghadapi galur Omicron. Selain itu, tautan Youtube yang memberitakan Eropa kemudian bersiap menghadapi gelombang Omicron. Fenomena ini menunjukkan, tanpa kewaspadaan dari pemerintah dan dukungan partisipasi warga, gejala ringan Omicron dapat berubah menjadi gelombang baru pandemi Covid-19.
Di Indonesia, reaksi ini ditunjukkan dengan lonjakan pencarian informasi di mesin pencari Google saat pemerintah mengumumkan penularan pertama kasus Omicron pada 16 Desember 2021. Pada saat yang sama, Google Trend menangkap puncak pencarian Omicron di Indonesia berada di angka tertinggi.
Baca juga : Eropa Masih Berjibaku Kendalikan Covid-19
Untuk mencegah hal buruk dari munculnya Omicron dan kepanikan warga di Indonesia, langkah tanggap darurat menerapkan kebijakan pencegahan dan pelacakan terus dinanti agar tidak muncul gelombang baru pandemi. Langkah tersebut perlu didukung sikap disiplin seluruh masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan. Di masa liburan akhir tahun ini, komitmen tersebut dapat diwujudkan dengan mematuhi kebijakan Satgas Penanganan Covid-19 untuk menjaga wabah korona di Tanah Air tetap terkendali. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Temuan Awal Omicron Embuskan Optimisme