Percepatan Pendidikan Berkualitas Menuju Gemas Papua
Mewujudkan Generasi Emas Papua sebagai salah satu tekad pembangunan berkelanjutan tidaklah mudah. Tantangannya adalah bagaimana pemerintah mampu menjamin kualitas pendidikan di Papua.
Mewujudkan tujuan Pembangunan Berkelanjutan/SDGs yang ke-4, yaitu pendidikan berkualitas di Provinsi Papua masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Meski sejumlah indikator telah menunjukkan tren positif, tetapi sejumlah tantangan menuju Gemas Papua masih berat.
Generasi emas (Gemas) Papua merupakan salah satu dari sepuluh tekad pembangunan berkelanjutan yang ingin diwujudkan di sektor pendidikan. Pendidikan menjadi aspek penting untuk mencapai misi memantapkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia (SDM) di bumi Cenderawasih ini.
Oleh karena itu fokus pada pembangunan pendidikan di Tanah Papua menjadi sangat krusial. Hal ini karena capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai tolok ukur keberhasilan membangun kualitas hidup manusia di Papua masih rendah.
Dalam lima tahun terakhir capaian IPM Provinsi Papua tercatat di posisi terbawah secara nasional meski secara kategorik sejak tahun 2018 sudah masuk kategori “sedang” dengan skor diatas 60.
Selama lima tahun ini tren IPM Papua meningkat, namun pada tahun 2020 menurun sebesar 0,40 poin atau turun -0,66 persen dibandingkan tahun 2019 yaitu dari 60,84 menjadi 60,44.
Hal ini menunjukan penduduk Papua mengalami sedikit penurunan dalam mengakses hasil pembangunan. Kondisi pandemi bisa menjadi salah satu penyebab menurunnya akses penduduk untuk memperoleh pendapatan, kesehatan, atau pendidikan sebagai komponen pembentuk IPM.
Dari sisi pendidikan, rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah menunjukkan tren yang semakin baik meski rata-rata lama sekolah tahun 2020 hanya meningkat tipis yaitu lebih lama 0,04 tahun dibanding tahun sebelumnya.
Penduduk usia 25 tahun ke atas secara rata-rata baru menempuh pendidikan selama 6,69 tahun, atau hampir setara masa pendidikan untuk menamatkan kelas 1 SMP. Capaian ini belum mencapai target 7,2 tahun sesuai Rencana Aksi Daerah Provinsi Papua tahun 2019-2023.
Baca juga : Merajut Generasi Emas Anak Papua
Tantangan kualitas
Tak dapat dimungkiri, kualitas pendidikan di provinsi terluas di Indonesia (316.552,6 km²) ini masih tertinggal dibanding provinsi lainnya. Apalagi merujuk Perpres Nomor 63/2020 tentang penetapan daerah tertinggal 2020-2024, Papua adalah provinsi dengan jumlah daerah tertinggal paling banyak.
Tercatat 22 dari 29 kabupaten/kota (75,9 persen) termasuk daerah 3T (terluar, terdepan, dan tertinggal), dimana SDM, sarana prasarana, dan aksesibilitas masih menjadi persoalan di daerah tersebut.
Kondisi ini tentu menjadi tantangan dan berpengaruh terhadap capaian hasil pendidikan. Akselerasi pendidikan berkualitas di Papua masih menghadapi tantangan terkait akses, pemerataan, serta kesadaran masyarakat untuk mengenyam pendidikan yang memadai.
Dari sisi aksesibilitas telah terjadi peningkatan jumlah sekolah pada semua jenjang pendidikan, namun sayang banyak fisik gedung sekolah masih dalam kondisi cukup darurat.
Berdasarkan data Kemendikbud, pada tahun ajaran 2019/2020 terdapat lebih dari 70 persen ruang kelas pada setiap jenjang pendidikan kondisinya rusak ringan/sedang dan rusak berat.
Kualitas dan distribusi guru yang merata juga menjadi tantangan berikutnya. Hanya 69,10 persen guru masuk dalam kualifikasi layak mengajar. Bahkan di jenjang SD yang merupakan bekal pendidikan dasar yang harusnya diperoleh setiap anak di Provinsi Papua pun belum sepenuhnya mendapatkan kualitas mengajar guru yang selayaknya.
Sementara terkait belum meratanya pendidikan di semua wilayah berpenduduk 4,3 juta jiwa ini (sensus BPS 2020), tergambar dari hasil pengukuran IPM dimana lebih dari separuh (58,6 persen) yaitu 17 kabupaten IPMnya tergolong rendah.
Sedangkan tujuh kabupaten lainnya masuk kategori sedang dan lima masuk kategori tinggi, yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Mimika, Biak Numfor, dan Merauke.
Lebih jauh jika ditelisik dari indikatornya, masih ada 13 kabupaten yang rata-rata lama sekolahnya di bawah 6 tahun, artinya penduduk usia diatas 15 tahun di wilayah tersebut tidak menamatkan pendidikan dasar (SD). Bahkan 3 daerah memiliki rata-rata lama sekolah hanya setara kelas 2 SD yaitu Kabupaten Puncak Jaya, Puncak, dan Lanny Jaya.
Kondisi ini selaras dengan persentase angka partisipasi sekolah yang menunjukkan 28,40 persen penduduk berusia 5 tahun ke atas tidak atau belum pernah bersekolah, mayoritas di perdesaan sebanyak 37,02 persen dan didominasi perempuan. Tercatat 7 kabupaten yang lebih dari separuh penduduknya tidak atau belum pernah mengenyam pendidikan formal.
Baca juga : Inovasi Belajar dari Sekolah di Pedalaman
Angka partisipasi
Indikator lain untuk mengukur capaian partisipasi sekolah dilihat dari Angka Partisipasi Murni (APM). Secara umum, capaian APM di Provinsi Papua tahun 2020 masih rendah dengan nilai belum mendekati angka 100 persen. Hal ini menunjukkan bahwa hanya sedikit saja penduduk yang bersekolah sesuai dengan usia jenjang pendidikan.
Semakin tinggi jenjang pendidikan persentasenya semakin kecil, demikian pula dengan Angka Partisipasi Kasar (APK). APM dan APK merupakan indikator yang bermanfaat untuk mengukur keberhasilan program pembangunan pendidikan dalam rangka memperluas kesempatan bagi penduduk untuk mengenyam pendidikan.
Tantangan yang tak kalah berat dan krusial untuk segera diupayakan perbaikannya adalah terkait pendidikan anak usia dini, dimana partisipasi pendidikan prasekolah anak usia 0-6 tahun di Papua masih sangat rendah.
Hal ini ditunjukkan oleh besarnya persentase anak usia 0-6 tahun (89,84 persen) yang tidak atau belum pernah mengikuti pendidikan prasekolah, padahal periode usia dini merupakan periode emas bagi anak untuk tumbuh dan berkembang.
Hambatan dan rendahnya partisipasi msyarakat untuk melanjutkan pendidikan tinggi membutuhkan upaya keras dan kerja bersama semua pihak untuk bisa melahirkan semakin banyak sarjana-sarjana asli papua yang akan berperan besar dalam percepatan pembangunan di daerahnya.
Baca juga : Andika Tampubolon, Pengabdian Guru Milenial di Pedalaman Papua
Kiprah kampus
Keterlibatan aktif dalam pembangunan Papua antara lain dilakukan Universitas Cenderawasih (Uncen). Sebagai universitas negeri tertua di Papua, Uncen berkomitmen mendukung percepatan pendidikan melalui penyediaan manusia yang berkualitas.
Komitmen ini perlu mendapat dukungan baik dari pemerintah maupun swasta juga masyarakat Papua untuk melahirkan manusia-manusia unggul agar bisa semakin berdaya saing.
Upaya yang bisa dilakukan misalnya dengan memperbanyak beasiswa bagi putra putri daerah dan mengembangkan beberapa fakultas ke daerah, sehingga lokasi lebih menyebar tidak hanya terpusat di kota.
Uncen juga mendewasakan diri melalui berbagai riset yang kini menggandeng swasta. Uncen menyumbang SDM sementara pihak swasta membantu biaya riset. Bersama PT Freeport Indonesia, misalnya, Uncen menggelar riset untuk memajukan peran lembaga adat.
Berbagai tantangan masih di depan mata dan menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan mulai jenjang prasekolah hingga pendidikan tinggi di Papua. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan akses dan mutu pendidikan antara lain dengan pemenuhan sarana pendidikan yang terstandarisasi.
Hambatan geografi dan kultural di beberapa daerah bisa disiasati dengan mengembangkan kurikulum lokal atau sekolah berasrama untuk semakin mendekatkan masyarakat dengan lingkungan pendidikan.
Yang terpenting adalah Negara harus memastikan tidak ada satupun warganya yang tertinggal, terlupakan, atau terpinggirkan dari haknya untuk mendapatkan pendidikan berkualitas.
Dengan demikian, tujuan SDGs yang ke-4, yaitu terjaminnya kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatnya kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua dapat tercapai dan Generasi Emas Papua bisa terwujud. Torang Papua Pasti Bisa! (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Mewujudkan Mimpi dari Gedung ”Transistor" Universitas Cenderawasih