logo Kompas.id
RisetRiwayat Trem di Ibu Kota
Iklan

Riwayat Trem di Ibu Kota

Direktur Utama Transjakarta Sardjono Jhony Tjitrokusumo pada Juni 2020 mengusulkan diterapkannya kembali trem di Ibu Kota Jakarta. Trem yang pernah menjadi moda transportasi favorit warga dahulu dirindukan kembali.

Oleh
Martinus Danang Pratama Wicaksana
· 6 menit baca

JudulTrem di Jakarta 1869-1962: Moda Darat Favorit Warga Ibu Kota Tempo Dulu
PenulisDimas Wahyu Indrajaya
PenerbitPenerbit Buku Kompas
Tahun terbit2021
Jumlah halamanxiv + 322 halaman
ISBN978-623-346-045-3

https://cdn-assetd.kompas.id/Li73AFzRMKVlBgSA-tLw5rocm9E=/1024x768/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F12%2FP_20211214_142014_SRES_1639553584.jpg
Kompas

Halaman muka buku berjudul Trem di Jakarta 1869-1962: Moda Darat Favorit Warga Ibu Kota Tempo Dulu.

Pada abad ke-19 dan 20, Kota Batavia dirancang oleh pemerintah Hindia Belanda menjadi salah satu kota modern seperti layaknya Amsterdam di Belanda. Mulai dari infrastruktur seperti kanal dan corak arsitektur Eropa menghiasi Batavia, ibu kota Hindia Belanda. Bahkan, moda transportasi trem yang hadir di Belanda pada tahun 1864 juga diterapkan di Batavia di tahun 1869.

Namun, keberadaan trem di Batavia memiliki sejarah yang unik. Sejarah trem yang terus berevolusi mengalami sistem pengoperasian yang berubah-ubah hingga menjadi transportasi favorit warga Batavia, kemudian dihapuskan oleh Presiden Soekarno tahun 1962. Semua itu dirangkum oleh Dimas Wahyu Indrajaya dalam bukunya yang berjudul Trem di Jakarta 1869-1962: Moda Darat Favorit Warga Ibu Kota Tempo Dulu.

Buku ini tidak hanya berbicara mengenai sejarah awal kehadiran trem di Batavia yang  kemudian juga berkembang di kota besar lainnya seperti Surabaya. Namun, Dimas juga memperlihatkan akhir riwayat moda transportasi ini hingga tidak diaktifkan kembali. Pada periode tahun 1950-an banyak peristiwa yang mendorong Pemerintah Indonesia akhirnya menghapuskan trem di Batavia.

Transportasi trem di Batavia

Kehadiran trem di Batavia tidak dapat dilepaskan dari kemunculannya yang pertama awal abad ke-19 di beberapa kota di dunia. Di Batavia sendiri gagasan trem muncul pada tahun 1860 oleh seorang Eropa yang bernama J Babut du Mares. Ia berharap kehadiran trem dapat menghemat waktu perjalanan dan menggeser transportasi tradisional.

Gagasan dari Babut du Mares mendapat restu dari pemerintah Hindia Belanda. Pada 20 April 1869 trem yang ditarik dengan kuda diresmikan pertama kali di Batavia. Trem kuda ini dioperasikan oleh perusahaan swasta bernama Bataviasche Tramway Maatschappij (BTM) dengan trayek pertama meliputi Amsterdamsche Poort sampai ke Meester Cornelis. Keberadaan trem disambut antusias warga ibu kota Hindia. Bahkan, sistem transportasi trem di Batavia diklaim merupakan yang pertama di Asia.

Namun, eksistensi trem kuda tidak bertahan lama karena dinilai kurang efisien. Trem kuda juga menyebabkan Kota Batavia menjadi bau akibat kotoran kuda sehingga mengganggu keindahan kota. Selain itu, trem kuda semakin tidak diminati oleh orang-orang Eropa karena merasa direndahkan. Ketika itu wagon trem kuda tidak terbagi dalam kelas-kelas sehingga pribumi, Tionghoa, dan Eropa tercampur dalam satu wagon. Kondisi ini membuat BTM merugi karena menurunnya jumlah penumpang.

Peluang ini dimanfaatkan perusahaan swasta lain bernama Nederlandsch Indische Tramway Maatschappij (NITM). NITM membuka jalur trem baru di Batavia dengan menggunakan trem uap.

Kehadiran trem uap tidak membuat trem kuda dengan cepat tersingkirkan. Trem uap tidak serta-merta diminati karena suara trem uap yang berisik serta ketakutan dengan suara berderum dari trem seperti hendak meledak.

Namun, beberapa orang Eropa mulai memanfaatkan kehadiran trem uap ini. Selain tidak berbau seperti trem kuda, trem uap telah memberlakukan pembagian kelas tiap wagonnya. Dalam satu rangkaian trem uap terdapat tiga kelas wagon, yakni kelas Eropa, Timur asing, dan pribumi. Di sisi lain, keberadaan trem uap justru menghadirkan diskriminasi rasial.

Menuju akhir abad ke-19 muncul trem listrik di Batavia. Pada 10 April 1899 untuk pertama kalinya trem listrik mulai dioperasikan di Batavia, lebih cepat tiga bulan dibandingkan dengan di Belanda. Trem listrik kala itu dikelola oleh Batavia Elektrische Tram Maatschappij (BETM). Moda transportasi ini menjadi transportasi modern yang bertahan hingga kemerdekaan Indonesia.

Memasuki abad ke-20 keberadaan trem uap yang dijalankan oleh NITM pun mulai banyak ditinggalkan. Masyarakat beralih naik trem listrik. Akibatnya, NITM secara perlahan mulai mengalami kerugian. NITM pernah mencoba meniru BETM dengan mengganti trem uap dengan trem listrik. Namun, ide ini tertunda, malahan NITM membangun double track di jalur-jalurnya.

Langkah NITM yang tidak kunjung melakukan elektrifikasi pada tremnya berujung pada kerugian yang semakin besar. Pada 1930 dicanangkan penggabungan NITM dengan BETM menjadi satu perusahaan yang bernama Bataviasche Verkeers Maatschappij (BVM). Hasilnya, trem uap dihilangkan di seluruh wilayah Batavia dan digantikan dengan trem listrik.

Akhir riwayat

Setelah Hindia Belanda bubar, pengoperasian trem di Batavia mulai berganti-ganti pemilik. Pada zaman pendudukan Jepang, trem di Batavia dioperasikan perusahaan bernama Seibu Rikuyo Djakaruta Shiden. Nama Jakarta mulai dipakai seiring pergantian nama Batavia di masa Jepang. Memasuki masa kemerdekaan Indonesia, trem mulai dikuasai oleh pribumi. Nama perusahaan trem pun ikut berubah menjadi Trem Djakarta Kota atau Trem Kota Jakarta.

Di masa revolusi, trem tidak hanya digunakan untuk mengangkut penumpang, tetapi juga sebagai sarana perjuangan. Trem-trem yang dikuasai oleh kelompok pemuda Indonesia menuliskan kata-kata perjuangan pada bagian wagonnya. Hal ini malahan membuat geger penduduk Jakarta dengan membaca semboyan revolusi di badan-badan trem seperti ”Indonesia Merdeka!” dan ”Any nation has the right to self determination”.

Namun, perusahaan trem Jakarta yang dikuasai oleh orang Indonesia tidak berumur panjang. Setelah ibu kota Indonesia pindah ke Yogyakarta tahun 1946, Jakarta dikuasai kembali oleh Belanda yang datang bersama Inggris. Sejak saat itu, trem di Jakarta kembali dikuasai oleh BVM. Mereka membenahi infrastruktur trem yang sudah mulai rusak sejak ditinggalkan tahun 1942.

Namun, BVM tidak bisa mengulangi kembali kejayaannya seperti di tahun 1930-an ketika pemerintah Hindia Belanda berkuasa. Sejak beroperasi kembali pada 1947 hingga tahun 1950, BVM terus mengalami kerugian yang sangat besar. Hal ini disebabkan banyaknya penumpang gelap yang tidak memiliki karcis dapat naik ke dalam trem. Kejahatan dan kecelakaan juga sering terjadi sepanjang tahun-tahun tersebut. BVM bahkan sempat diancam tidak akan dialiri listrik karena tidak sanggup membayar tagihan.

Pada dekade 1950-an, BVM memutuskan untuk melikuidasi perusahaannya. Hal ini dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia untuk menguasai BVM dalam rangka nasionalisasi. Langkah ini banyak ditentang terutama dari dewan Kota Jakarta karena menasionalisasi BVM hanya akan merugikan uang negara.

Akhirnya, tahun 1954 sebagian besar saham BVM dikuasai oleh Pemerintah Indonesia. Nama BVM diganti menjadi Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PPD). Namun, trem listrik Jakarta yang dikelola Pemerintah Indonesia ternyata tetap merugi hingga muncul wacana untuk menghapuskan trem listrik.

Penghapusan trem listrik di Jakarta ternyata bukan isapan jempol semata. Pemerintah Indonesia menilai keberadaan trem membuat jalanan kota Jakarta semakin padat. Secara perlahan jalur trem listrik mulai dihentikan dan digantikan dengan bus-bus yang didatangkan dari Australia. Pemerintah Indonesia memberhentikan secara resmi penggunaan trem di Jakarta tahun 1962, tepat sebelum pesta olahraga Asian Games dimulai.

Buku yang pada awalnya merupakan skripsi Dimas Wahyu Indrajaya ketika menempuh pendidikan di Program Studi Sejarah Universitas Indonesia ini dapat menjadi salah satu referensi dalam sejarah transportasi. Tema ini cukup penting sebagai salah satu rujukan pemerintah dalam mengembangkan transportasi umum di kota-kota besar. (Litbang Kompas)

Editor:
Santi Simanjuntak
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000