Berharap Badan Publik Makin Informatif
Keterbukaan informasi dari badan publik adalah sebuah keniscayaan untuk memenuhi hak publik. Badan publik yang terbuka dan informatif diharapkan hadir untuk melayani kepentingan publik.
Hadirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah jawaban dari era demokrasi yang menuntut akuntabilitas dan keterbukaan.
Di era informasi yang makin terbuka, badan publik dituntut untuk bisa memenuhi harapan publik, terutama terkait kebutuhan mereka terhadap informasi atas layanan dari badan publik.
Di dalam Pasal 7 UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik disebutkan bahwa badan publik wajib menyediakan, memberikan, dan atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik, selain informasi yang dikecualikan, sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Jika mengacu apa yang disebutkan dalam regulasi tersebut, semangatnya memang membuka seluas-luasnya akses publik terhadap informasi. Untuk data yang dikecualikan, yang tidak bisa diakses oleh publik, ketentuannya juga terbatas pada data tertentu.
Di antaranya informasi terkait kepentingan penegakan hukum, informasi yang dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual, informasi yang dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, serta informasi yang dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia.
Selain itu, informasi yang dikecualikan juga menyangkut informasi yang dapat mengganggu ketahanan ekonomi nasional, informasi yang dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri, informasi yang dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang.
Kemudian juga informasi yang dapat mengungkap rahasia pribadi, memorandum atau surat antarbadan publik yang sifatnya dirahasiakan, kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan serta informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan undang-undang.
Di luar ketentuan informasi yang dikecualikan di atas, publik memiliki hak atas informasi dari badan publik terkait. Bahkan, undang-undang sudah mengatur ada sejumlah bentuk informasi yang wajib disediakan oleh badan publik untuk memenuhi kebutuhan dan permohonan informasi yang diajukan publik.
Setidaknya ada tiga jenis informasi yang wajib disediakan tersebut. Pertama, informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala. Sejumlah informasi yang masuk dalam kategori ini di antaranya informasi yang berkaitan dengan badan publik, seperti kegiatan dan kinerja badan publik atau biasa dikenal dengan laporan tahunan. Kemudian informasi mengenai laporan keuangan dan informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Kedua, informasi yang wajib diumumkan secara serta-merta. Sejumlah informasi yang masuk dalam kategori kedua ini terkait informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum.
Kewajiban menyebarluaskan informasi publik di kategori ini harus disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
Ketiga, informasi yang wajib tersedia setiap saat. Dalam Pasal 11 UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik disebutkan, informasi kategori ketiga ini meliputi daftar seluruh informasi publik yang berada di bawah penguasaan sebuah badan publik kecuali yang masuk kategori informasi yang dikecualikan.
Kemudian yang juga masuk di kategori ini adalah hasil keputusan badan publik dan pertimbangannya, seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya, rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan badan publik, dan perjanjian badan publik dengan pihak ketiga.
Hal lainnya juga informasi dan kebijakan yang disampaikan pejabat publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum, serta terkait prosedur kerja pegawai badan publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat, termasuk juga laporan mengenai pelayanan akses informasi publik sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Baca juga : Keterbukaan Informasi Badan Publik Baru Mencapai 24 Persen
Sengketa informasi
Dari ketiga kategori di atas, publik memiliki hak untuk mengakses layanan informasi tersebut. Jaminan hak publik terhadap informasi ini sebenarnya juga sudah disebutkan dalam Pasal 28 F UUD Negara RI 1945 yang bunyinya:
”Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Untuk itu, guna menjamin hak akses terhadap informasi publik ini, masyarakat dapat mengajukan keberatan atau sengketa terkait permohonan atas akses mendapatkan informasi publik tersebut.
Jika publik merasa akses itu terbatas atau merasa sengaja dibatasi, publik berhak mengajukan sengketa informasi atas pembatasan akses tersebut kepada Komisi Informasi Publik.
Kasus terakhir yang memicu perhatian publik adalah terkait permohonan sengketa informasi yang diajukan oleh Freedom of Information Network Indonesia (FOINI) pada awal November lalu.
Sengketa informasi ini bermula dari keinginan pemohon untuk mengakses informasi mengenai hasil asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hasil putusan majelis komisioner Komisi Informasi Publik mengatakan, informasi yang menjadi sengketa seperti dokumen yang berisi soal-soal tes tertulis hingga dokumen panduan wawancara TWK tidak dalam penguasaan KPK (termohon), namun dikuasai oleh asesmen TWK dimana KPK bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Kesadaran masyarakat akan haknya terhadap informasi terlihat dari banyaknya jumlah permohonan sengketa informasi. Pada tahun 2010, dua tahun setelah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik diberlakukan, setidaknya tercatat 91 permohonan.
Jumlah ini meningkat hampir empat kali lipat di tahun 2011 menjadi 418 permohonan sengketa informasi. Di tahun 2014, angkanya melonjak 3,6 kali lipat dibandingkan tahun 2013.
Setelah itu, jumlah permohonan sengketa relatif stabil seiring dengan semakin menguatnya kesadaran badan publik untuk meningkatkan layanan keterbukaan informasi. Komisi Informasi Publik pun melakukan pemonitoran secara berkala untuk memastikan badan publik lebih terbuka dan informatif kepada publik.
Pemonitoran
Jika merujuk hasil monitor dan evaluasi badan publik dua tahun terakhir, memang ada peningkatan badan publik yang masuk kategori informatif. Jika di tahun 2020 ada 60 badan publik informatif, di tahun 2021 ini tercatat ada 84 badan publik.
Hal yang sama juga terjadi pada kategori menuju informatif. Setahun lalu ada 34 badan publik yang masuk kategori ini. Angka ini meningkat tahun ini mencapai 64 badan publik.
Peningkatan ini tidak lepas dari kecenderungan sebagian besar badan publik sudah berupaya untuk menjadi terbuka dan terakses bagi publik dengan mudah. Dua tahun monitor yang dilakukan saat pandemi menjadi poin penilaian khusus dari Komisi Informasi Publik.
Inovasi layanan informasi publik saat pandemi menjadi salah satu indikator penilaian badan publik. Selain inovasi, aspek kolaborasi badan publik juga menjadi faktor yang menjadi penilaian. Tak lepas dari itu, penggunaan teknologi informasi di tengah pandemi turut memengaruhi daya inovasi publik dalam memenuhi keterbukaan informasi ini.
Pada akhirnya, hasil monitor di mana ada peningkatan jumlah badan publik yang masuk kategori informatif, menjadi potret bahwa badan publik sudah berupaya keras untuk menjadi badan publik yang terbuka dan mudah diakses oleh publik.
Tentu, ini semua tidak lepas dari tujuan badang publik itu sendiri, yakni untuk memenuhi harapan publik menjadi badan publik yang terbuka sesuai apa yang diamanatkan dalam undang-undang. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Keterbukaan Informasi Celah Pemilah Negara, Masyarakat, dan Pelaku Usaha