Menyambut Pelari, Menyambut Investasi
Borobudur Marathon bukan sekadar ajang olahraga, namun juga ajang ekonomi. Borobudur Marathon menjadi pembangkit ekonomi, terutama di sektor pariwisata. Daya tariknya berpotensi menjadikan ekonomi berlari kencang.
Lomba marathon merupakan kegiatan olahraga yang tetap populer meski di masa pandemi. Penyelenggaraannya pun penting untuk menggeliatkan ekonomi masyarakat lokal.
Ibarat barang, marathon termasuk barang yang inelastis. Meskipun biaya yang harus dikeluarkan untuk ikut berpartisipasi tinggi, orang tetap akan melakoninya.
Marathon bukan hanya untuk para pelari profesional atau pelari elite, tetapi juga masyarakat umum yang sekadar mencari pengalaman sensasional. Pehobi marathon akan rela merogoh kocek untuk menikmati pengalaman yang penuh tantangan.
Perhelatan marathon berskala besar menarik pelari dari berbagai penjuru dunia. Hal ini berarti berkah ekonomi bagi daerah penyelenggara. Kedatangan banyak turis pelari dalam lomba lari membawa pundi-pundi dan memiliki dua dampak.
Pertama, dalam jangka pendek, muncul dampak positif berupa meningkatnya permintaan barang dan jasa di daerah penyelenggara. Permintaan itu meliputi penginapan, makanan dan minuman, perlengkapan olahraga, suvenir, transportasi, dan belanja lainnya, termasuk hiburan.
Pengeluaran pelari ini merupakan dampak langsung. Kumulatif dampak ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan terbukanya peluang kesempatan kerja bagi penduduk lokal.
Dampak kedua adalah dampak tidak langsung dan bersifat jangka panjang. Kehadiran turis pelari baik domestik maupun asing memiliki dampak publikasi selama dan sesudah lomba.
Jika pengalaman yang dirasakan dalam mengikuti lomba lari adalah positif, maka peluang untuk mengulang kembali kegiatan di masa depan lebih tinggi. Pengalaman positif dan mengesankan bisa menjadi promosi guna memengaruhi orang lain untuk ambil bagian dalam penyelenggaraan selanjutnya.
Dampak ini sangat dipengaruhi oleh keterlibatan penduduk lokal dalam mendukung dan berinteraksi menyemangati pelari sehingga memberikan pengalaman yang tak terlupakan. Turis pelari kembali ke tempat asalnya dengan pengalaman yang berkesan.
Baca juga : Borobudur Marathon 2021 Digelar dengan Protokol Kesehatan Ketat
Pengeluaran pelari
Borobudur Marathon juga memberi dampak positif bagi daerah penyelenggara, terutama Kota dan Kabupaten Magelang serta DI Yogyakarta.
Litbang Kompas sejak penyelenggaraan Borobudur Marathon 2017 secara periodik melakukan survei kepada pelari, masyarakat umum, dan pelaku usaha untuk mengetahui ekonomi di balik perlombaan yang dihelat di sekitar Candi Borobudur ini.
Hasil survei menemukan total pengeluaran seluruh pelari cenderung meningkat selama perhelatan 2017-2019. Jika pada tahun 2017 total pengeluaran tercatat Rp 15,1 miliar, angkanya meningkat 74 persen menjadi Rp 26,5 miliar pada 2018. Di tahun 2019 nilainya meningkat lagi 15 persen menjadi Rp 30,5 miliar.
Anggaran rata-rata per pelari pun meningkat dari Rp 1,7 juta pada 2017 menjadi Rp 2,6 juta pada 2018. Anggaran tersebut masih meningkat pada tahun berikutnya, meskipun tidak terlalu besar, yakni menjadi Rp 2,8 juta per orang.
Anggaran tersebut dibelanjakan pelari, khususnya untuk penginapan selama di Magelang dan Yogyakarta. Okupansi hotel meningkat karena pelari banyak yang datang jauh-jauh hari. Hal ini berpotensi pula meningkatkan kunjungan pada tempat-tempat wisata di sekitar lokasi acara.
Hasil survei menunjukkan pada Borobudur Marathon 2019 mayoritas pelari (78 persen) sudah tiba di sekitar lokasi acara sejak 1-2 hari menjelang hari lomba. Sebanyak 11 persen tiba tiga hari sebelumnya. Bahkan, terdapat satu persen pelari yang sudah tiba lebih dari tiga hari sebelumnya.
Sebanyak 10 persen datang di hari lomba, kemungkinan saat dini hari menjelang area lomba dibuka. Secara rata-rata, lama menginap para pelari ini adalah 2-4 hari (54 persen).
Kondisi ini berbeda dengan Borobudur Marathon 2018 di mana yang datang di hari lomba hanya 0,3 persen pelari. Mayoritas atau 82,2 persen sudah tiba 1-2 hari menjelang hari lomba.
Sebanyak 16,3 persen pelari tiba tiga hari sebelumnya. Secara rata-rata, lama menginap para pelari di tahun 2018 ini juga 2-4 hari (56 persen).
Umumnya pelari dari luar daerah tidak datang seorang diri. Lebih dari separuh (54,5 persen) datang bersama teman. Sebanyak 30,1 persen datang bersama keluarga. Yang datang seorang diri ada 14,8 persen.
Pada Borobudur Marathon 2019, sebanyak 40 persen pelari sudah pernah mengikuti ajang ini pada tahun-tahun sebelumnya. Selebihnya atau 60 persen belum pernah mengikuti Borobudur Marathon alias keikutsertaan yang pertama kali di ajang ini.
Menurut sebagian responden (54,4 persen), Borobudur Marathon merupakan salah satu ajang perlombaan yang terbaik bagi pelari profesional maupun amatir. Itu sebabnya, banyak yang mengulang kembali pengalamannya berlari di kawasan candi yang sejuk dan memesona ini.
Baca juga :Buku Borobudur Marathon Resmi Diluncurkan
Dampak ekonomi
Kehadiran ribuan pelari setiap tahunnya ini membawa dampak positif bagi ekonomi lokal. Dalam menyambut pelari, kegiatan ekonomi lebih berputar karena meningkatnya kebutuhan barang dan jasa selama beberapa hari.
Hasil survei terhadap 110 pelaku usaha di sekitar Candi Borobudur menunjukkan sebanyak 53 persen usaha kecil dan menengah (UKM) mengalami peningkatan pendapatan selama event Borobudur Marathon 2018.
Sebanyak 43 persen responden menyebutkan memperoleh pendapatan selama lomba kurang dari Rp 1 juta. Ada pula 34 persen responden yang mengaku mendapat pendapatan antara Rp 1 juta hingga Rp 5 juta.
Sekitar enam persen responden menyatakan memperoleh pendapatan antara Rp 5 juta hingga Rp 10 juta dan sebanyak tiga persen di atas Rp 10 juta. Sektor usaha yang mengalami peningkatan pendapatan secara berturut-turut adalah hotel, penginapan homestay, dan suvenir.
Penyelenggaraan Borobudur Marathon berdampak secara merata di berbagai kelas akomodasi, baik akomodasi berbintang maupun non-bintang. Hal tersebut karena jumlah peserta Borobudur Marathon 2019 yang mencapai 10.900 orang, ditambah lagi supporter yang turut hadir meramaikan acara.
Survei terhadap 100 pelaku usaha menemukan bahwa dampak Borobudur Marathon 2019 terhadap usaha akomodasi diperkirakan mencapai sekitar Rp 1,7 miliar.
Beberapa hotel berbintang melakukan usaha kerjasama dengan masyarakat dan penggiat seni untuk semakin memeriahkan acara dan mempromosikan usaha akomodasinya.
Fasilitas tambahan diberikan penyedia akomodasi bagi peserta, seperti layanan antar jemput, extra bed, televisi kabel, dan lainnya. Pelayanan maksimal diberikan hotel berbintang dengan menambah tenaga kerja sementara. Dengan demikian, Borobudur Marathon terbukti menyerap tenaga kerja musiman.
Semua dampak ekonomi yang positif ini bisa terwujud karena keterpaduan dua hal. Pertama, profesionalitas penyelenggara yang mampu menarik turis pelari berpartisipasi kembali di ajang lomba.
Kedua, peran publikasi yang mendorong peningkatan partisipasi serta permintaan barang dan jasa. Termasuk permintaan barang untuk dikirim (ekspor) bagi yang tidak datang ke lokasi.
Dampak ini potensial bagi investasi daerah. Yang datang ke penyelenggaraan lomba diharapkan bukan hanya pelari, tetapi juga investasi domestik atau asing seiring dengan membaiknya citra daerah penyelenggara yang mampu menghelat lomba berskala internasional. Inilah dampak jangka panjang yang diharapkan dari lomba marathon.
Jika dampak-dampak ini bisa diraih, maka kemajuan ekonomi daerah akan terjadi. Hal ini menjadi insentif besar bagi daerah penyelenggara yang bisa ditiru oleh daerah lain. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Wisata Aman Borobudur Beradaptasi dengan Pandemi