Membiasakan hidup bersama pandemi, dunia pariwisata pun beradaptasi. Wisata aman jadi jalan tengah agar turisme tetap hidup tanpa melupakan aspek kesehatan. Para pelaku wisata di Borobudur berjibaku mengupayakannya.
Oleh
HARIS FIRDAUS/REGINA RUKMORINI
·5 menit baca
Sesudah gelombang kedua pandemi Covid-19 mereda, aktivitas wisata mulai berdenyut kembali, termasuk di kawasan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Sebagai ikhtiar adaptasi, protokol kesehatan diupayakan demi terwujud wisata aman.
Setelah berhari-hari diguyur hujan, matahari akhirnya bersinar cerah di kawasan Borobudur, Sabtu (13/11/2021) pagi. Awan gelap yang biasanya merundung lembah Bukit Menoreh tersibak tepat pada akhir pekan. Kebaikan alam yang mengundang para pelancong menikmati berbagai destinasi pelesiran.
Yoni Budiarto (45) larut menikmati areal persawahan yang ditata cantik dengan berbagai titik berfoto di Svargabumi, Desa Borobudur. Para pelancong, termasuk dirinya, bergiliran berfoto dengan latar belakang hamparan sawah menghijau. Ada pula yang bermain ayunan, tidur-tiduran di tempat tidur gantung, atau hanya duduk-duduk di kursi lucu. ”Bagus sekali. Cuma sawah saja bisa kayak gini. Pengelolanya pandai menempatkan spot-spot fotonya,” ujar Yoni asal Kota Malang, Jawa Timur.
Tak cuma estetis, Yoni menilai, pengelola Svargabumi juga menerapkan protokol kesehatan dengan baik. Wisatawan yang datang harus memakai masker serta menjalani pengecekan suhu tubuh. Selain itu, pengunjung harus check-in menggunakan aplikasi Peduli Lindungi atau menunjukkan kartu vaksin sebelum masuk.
Di berbagai sudut terdapat tempat cuci tangan. Ada juga sejumlah papan bertuliskan imbauan agar wisatawan selalu menaati protokol kesehatan. Imbauan serupa disampaikan melalui pengeras suara secara berkala.
Pengelola Svargabumi, Pungki Cahyono, mengatakan, destinasi wisata itu telah mendapatkan Sertifikat Cleanliness, Health, Safety, and Environment Sustainability (CHSE) dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada Agustus 2021. Sertifikat itu diberikan kepada pelaku usaha pariwisata yang dinilai telah menerapkan protokol dalam aspek kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan.
Untuk mendapatkan sertifikat itu, pelaku wisata harus melalui sejumlah proses, mulai dari pendaftaran, pengisian data, penilaian mandiri, hingga audit. Hasil audit itulah yang menentukan pemberian sertifikat. Selain itu, Svargabumi juga sudah mendapatkan kode batang atau QR Code aplikasi Peduli Lindungi pada Oktober 2021. Kode batang itu dibutuhkan untuk menyeleksi pengunjung sebab hanya wisatawan yang telah divaksinasi minimal satu kali boleh masuk.
Saat ini, Svargabumi juga membatasi jumlah pengunjung maksimal 25 persen dari kapasitas maksimal 4.000 orang per hari. Hal itu untuk mencegah kerumunan sehingga wisatawan tetap bisa menjaga jarak.
Destinasi wisata lain yang telah mendapatkan Sertifikat CHSE adalah Taman Kelinci Desa Bahasa Borobudur. Terletak di Desa Ngargogondo, Kecamatan Borobudur, tempat ini punya beragam daya tarik, misalnya taman kelinci, aneka spot foto, serta berbagai jenis permainan anak.
Pendiri Desa Bahasa Borobudur, Hani Sutrisno, mengatakan, pihaknya bahkan sudah mendapatkan Sertifikat CHSE sejak Oktober 2020. Kode batang aplikasi Peduli Lindungi juga sudah dikantongi. ”Saat orang-orang belum mengurus Sertifikat CHSE, kami sudah. Ini bentuk komitmen kami mengikuti aturan pemerintah,” ucapnya.
Penerapan protokol kesehatan juga dilakukan ketat. Pengunjung dengan suhu tubuh lebih dari 37,3 derajat celsius dilarang masuk. Untuk mencegah kerumunan, jumlah pengunjung dibatasi 600 orang per hari. Adapun jumlah pengunjung dalam satu waktu maksimal 250 orang. ”Luas areal kami 8.000 meter persegi. Kalau dalam satu waktu ada 250 orang, berarti 1 orang punya ruang sekitar 32 meter persegi. Jadi, tetap bisa menjaga jarak,” ujarnya.
Lalu lalang pengunjung juga diatur untuk mencegah kerumunan. Di lokasi tertentu diberi penanda jalan satu arah agar pengunjung tidak saling berpapasan. Pintu masuk dan keluar pun dibuat berbeda.
Bahkan, tersedia pula ruang isolasi khusus pengunjung dengan gejala mengarah ke Covid-19. Ruang itu ditempatkan agak jauh dari lokasi utama untuk mencegah potensi penularan. ”Kami juga siapkan tandu dan perlengkapan P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan) kalau ada pengunjung yang sakit,” kata Hani.
Atur kunjungan
Upaya penerapan protokol kesehatan tidak sebatas dilakukan pemilik sertifikat CHSE. Pelaku wisata lain di kawasan Borobudur juga berjibaku menaatinya. Upaya itu, antara lain, terlihat di rumah makan Gubuk Kopi di Desa Karangrejo, Kecamatan Borobudur. Tempat ini kerap disinggahi wisatawan untuk minum kopi, teh, dan makan. Wisatawan juga bisa mendapat penjelasan tentang pembuatan gula kelapa dan bajingan, kudapan tradisional berbahan singkong yang dimasak dengan nira kelapa.
Agus Prayitno, pemilik Gubuk Kopi, mengatakan, pihaknya membatasi pengunjung 50 orang dalam satu waktu. Pengaturan dikoordinasikan dengan pelaku wisata lain yang biasa membawa tamu, seperti dari komunitas mobil VW wisata atau pemandu wisata. ”Jadi, saya bisa mendata dan mengatur kunjungan,” ujar Agus.
Kebanyakan wisatawan yang berkunjung ke Gubuk Kopi juga biasanya melakukan reservasi lebih dulu. Pengunjung yang datang mendadak atau tanpa reservasi sangat dibatasi. ”Jika ada kunjungan mendadak, yang bisa kami terima hanya rombongan kecil, kurang dari lima orang,” ucap Agus.
Penerapan protokol kesehatan juga dilakukan Juniyanto (30), salah seorang pengemudi mobil VW wisata di Kecamatan Borobudur. Ia mengatakan, dirinya selalu bertanya perihal vaksinasi kepada wisatawan yang akan naik dan menyewa mobil VW miliknya untuk berjalan-jalan di kawasan Borobudur. ”Saat saya bertanya sudah vaksin atau belum, mereka bilang iya dan kemudian menunjukkan bukti sertifikat vaksin agar saya percaya,” ujarnya.
Saat berada di dalam mobil, Juniyanto juga selalu meminta dan memastikan para tamu selalu memakai masker. Pria yang baru sebulan menjadi pengemudi mobil VW wisata itu juga selalu menjaga kebersihan dengan menyemprotkan disinfektan ke mobilnya setelah mengantarkan rombongan wisata.
Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Magelang Slamet Achmad Husein mengatakan, dari 230 destinasi wisata di daerah itu, baru 10 destinasi bersertifikat CHSE. Pihaknya terus mendorong pengelola destinasi lain segera mengurus sertifikasi. Ia juga menempatkan staf khusus untuk membantu pengurusan sertifikat CHSE.
Selain itu, penerapan di lapangan juga diawasi ketat. Peringatan keras hingga sanksi penutupan akan diberikan bagi pengelola destinasi yang melanggar protokol kesehatan.
Di tengah ancaman penularan Covid-19 yang belum sepenuhnya sirna, komitmen mengikuti protokol kesehatan menjadi sebuah keniscayaan. Bukan untuk mempersulit wisatawan, melainkan menjamin kenyamanan dan keamanan bersama.