Menyikapi Ketidakpastian Pengendalian Pandemi Covid-19 di Maluku
Maluku merupakan provinsi terendah dengan kematian akibat Covid-19 di Indonesia. Namun, capaian vaksinasi Covid-19 di Maluku juga termasuk paling minim dengan dosis pertama baru mencapai 36,8 persen dari target.
Oleh
Yoesep Budianto
·5 menit baca
Pengendalian pandemi Covid-19 di Maluku mengalami perbaikan dalam satu pekan terakhir. Penanganan pandemi dari aspek manajemen pengobatan menjadi tumpuan perbaikan pengendalian. Namun, upaya menjaga momentum perbaikan perlu dijaga, khususnya melalui akselerasi vaksinasi.
Provinsi Maluku mencatatkan tren positif dalam upaya pengendalian Covid-19. Perbaikan ini ditunjukkan dari penambahan skor Indeks Pengendalian Covid-19 Indonesia-Kompas (IPC-19) dari 77 menjadi 82 pada 15 November 2021. Kenaikan skor hingga lima poin membuat indeks penanganan wabah Covid-19 di Maluku berada di atas rata-rata nasional.
Capaian rata-rata di atas skor nasional ini sebenarnya cukup konsisten didapatkan oleh Maluku. Skor indeks Maluku tercatat hanya satu kali di bawah nasional selama sepuluh pekan terakhir, yaitu pada 8 November 2021, selebihnya tercatat baik.
Apabila dilihat dari rata-rata seluruh provinsi di kawasan Kepulauan Maluku dan Papua, capaian pengendalian Covid-19 di Maluku konsisten lebih tinggi selama sepuluh pekan terakhir. Provinsi Maluku juga menjadi satu dari empat provinsi di Kepulauan Maluku dan Papua yang berhasil mencatatkan perbaikan skor indeks secara drastis pekan ini. Artinya, telah terjadi momentum perbaikan yang signifikan di wilayah tersebut.
IPC-19 merekam capaian pengendalian pandemi di setiap provinsi di Indonesia berdasarkan dua aspek utama, yaitu manajemen pengobatan dan manajemen infeksi. Dari skala 0-100, semakin tinggi capaian skor indeks suatu wilayah, semakin baik pula pengendalian Covid-19 di wilayah itu.
Jika dicermati dalam satu pekan terakhir, perbaikan penanganan wabah Covid-19 di Maluku didorong oleh aspek manajemen pengobatan. Senada dengan skor total indeks, capaian angka di aspek manajemen pengobatan juga menunjukkan lonjakan skor sebesar lima poin.
Tiga indikator yang menopang perbaikan adalah tingkat kesembuhan, rata-rata kematian, dan rata-rata tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit khusus Covid-19. Hingga 15 November 2021, terdapat 23 kasus aktif di Maluku. Jumlah pasien yang dirawat atau menjalani isolasi mandiri tersebut masih di bawah kapasitas rumah sakit rujukan Covid-19 yang disediakan Pemerintah Provinsi Maluku. Di RSUP dr J Leimena, misalnya, sejak 13 November 2021 tidak ada pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit yang menyediakan 110 tempat tidur penanganan Covid-19.
Terlebih sejak tiga hari terakhir, tidak ada penambahan kasus baru di Maluku. Minimnya kasus aktif membuat Maluku merupakan salah satu provinsi yang paling sedikit menghadapi problem tindakan perawatan bagi pasien Covid-19. Maluku berada di peringkat keempat provinsi dengan jumlah kasus aktif paling minim setelah Gorontalo, Bali, dan Sultra.
Senada dengan kasus aktif, kasus kematian akibat virus korona di Maluku juga mencatatkan jumlah yang relatif kecil. Hingga 15 November 2021, terdapat 261 orang yang meninggal akibat Covid-19 di Maluku. Kasus kematian tersebut merupakan yang paling rendah di Indonesia.
Secara kumulatif jumlah kematian akibat Covid-19 per 100.000 orang penduduk di Maluku sebanyak 14 kasus, terendah kedua di Indonesia setelah Papua. Kondisi tersebut menggambarkan terkendalinya penanganan pandemi dari sisi meningkatkan kesembuhan pasien dan menekan tingkat kematian.
Vaksinasi rendah
Namun, di balik capaian pengendalian pandemi dari aspek manajemen pengobatan, Maluku masih menghadapi tantangan dari aspek manajemen infeksi. Bila sisi manajemen pengobatan menunjukkan perbaikan skor indeks hingga lima poin, kondisi stagnasi masih dihadapi dari aspek manajemen infeksi. Stagnasi tersebut bahkan sudah terjadi sepanjang sepuluh pekan terakhir.
Sebagai catatan, manajemen infeksi fokus pada rata-rata kasus positif dalam tujuh hari terakhir, laju kasus positif sepanjang tujuh hari terakhir, dan persentase vaksin dosis lengkap terhadap populasi. Pantauan lebih lanjut melalui aspek manajemen infeksi, ada faktor penting yang perlu diwaspadai oleh pemerintah daerah, yaitu cakupan vaksinasi yang masih sangat rendah.
Persoalan vaksinasi merupakan aspek prioritas untuk menjamin keberhasilan penanganan pandemi. Kunci utama pelaksanaan vaksinasi adalah merata secara geografis dan menyasar kelompok rentan.
Secara umum, target vaksinasi di Maluku sebanyak 1,4 juta jiwa. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 16 November 2021, cakupan vaksin dosis pertama baru mencapai 36,8 persen, sedangkan dosis kedua hanya 19,33 persen. Persentase tersebut baru dihitung dari target yang ditetapkan, padahal pelaksanaan vaksinasi telah berjalan hampir setahun.
Apabila dibandingkan dengan total populasi 1,84 juta jiwa, capaian vaksinasi dosis pertama baru sekitar 28,3 persen, sedangkan dosis kedua hanya 14,7 persen. Performa vaksinasi tersebut tergolong sangat rendah, bahkan bila dilihat secara nasional termasuk urutan bawah.
Karena itu, pemerintah provinsi hingga kota/kabupaten perlu melakukan percepatan vaksinasi agar makin banyak warga memiliki sistem imun terhadap virus korona. Tercatat hingga 17 November 2021, total ada 1.039.496 dosis yang diterima Pemprov Maluku. Dari jumlah tersebut, 71 persen telah terpakai sehingga ada sisa 229.942 dosis.
Dari seluruh kota dan kabupaten di Maluku, wilayah paling banyak menerima dosis vaksin adalah Kota Ambon, yaitu 40,8 persen dari total provinsi. Sedikitnya 374.662 dosis vaksin telah terpakai di Kota Ambon sehingga tersisa 49.630 dosis saat ini. Wilayah lain yang memiliki sisa vaksin cukup banyak adalah Kabupaten Maluku Tengah (33.294 dosis) dan Kabupaten Maluku Tenggara (20.640 dosis).
Pemprov Maluku perlu melakukan pemerataan sebaran vaksin dengan skema memindahkan sisa vaksin ke daerah yang stoknya menipis, seperti Kabupaten Buru, Seram Bagian Barat, dan Kepulauan Aru. Catatan lainnya, ada daerah dengan laju vaksinasi yang rendah, yaitu Maluku Barat Daya, dengan rata-rata hanya 10 dosis vaksin per minggu.
Keberhasilan penanganan
Selain dari sisi pemerataan secara geografis, tantangan berikutnya Pemprov Maluku adalah target kelompok rentan prioritas vaksinasi. Setidaknya ada lima kelompok prioritas untuk program vaksinasi Covid-19, yaitu tenaga kesehatan, petugas publik, warga lansia, masyarakat umum dan rentan, serta penduduk usia 12-17 tahun.
Dari lima kelompok tersebut, belum ada yang mencapai 100 persen vaksinasi dari target yang telah ditentukan, bahkan tenaga kesehatan. Hingga 17 November 2021, sedikitnya 97,76 persen dari target tenaga kesehatan yang telah divaksin lengkap, padahal untuk dosis pertama telah melebihi 100 persen.
Demikian pula petugas publik yang baru mencapai 64,19 persen dari target untuk vaksinasi lengkap. Apabila dua kelompok pertama saja belum mencapai 100 persen, apalagi kelompok rentan lainnya di Maluku.
Vaksinasi untuk warga lansia bahkan hanya 12,99 persen hingga akhir 2021. Kelompok lainnya, masyarakat umum dan rentan, baru sebesar 12,87 persen. Sementara penduduk usia 12-17 tahun mencatatkan hasil sebanyak 8,09 persen.
Memprioritaskan vaksinasi untuk kelompok rentan sangatlah penting. Saat seseorang memiliki sistem imun terhadap virus korona baru (SARS-CoV-2) penyebab Covid-19, maka peluang mengalami perburukan gejala dapat ditekan serendah mungkin. Alhasil, peluang pasien untuk sembuh makin besar, diikuti tingkat kematian dapat turun.
Penanganan pandemi di Maluku pekan ini memang membaik dibandingkan pekan-pekan sebelumnya yang cenderung stagnan. Kondisi stagnasi yang berlangsung hingga sepuluh pekan, terutama dari aspek manajemen infeksi, perlu disikapi dengan bijak sebab ada dua sisi untuk memaknainya, yaitu kondisi pandemi benar-benar telah terkendali atau belum ada upaya perbaikan layanan kesehatan signifikan di daerah.
Menyikapi ketidakpastian pandemi, pengendalian Covid-19 di Maluku masih membutuhkan langkah penanganan baik dari sisi pengetesan, pelacakan, perawatan (3T), maupun kepatuhan masyarakat menerapkan disiplin protokol kesehatan.
Tanpa kebijakan pencegahan dan kepatuhan warga, maka kondisi stagnasi akan berujung pada perburukan yang sulit dihentikan di pekan-pekan mendatang. Pertimbangan tersebut didasarkan pada besarnya ketidakpastian kondisi pandemi, terlebih masih ditemukannya varian-varian yang lebih infeksius. (LITBANG KOMPAS)