Pengendalian pandemi di NTT menunjukkan tren perbaikan. Memperketat protokol kesehatan tetap menjadi kunci untuk menjaga agar aktivitas masyarakat dan sektor pariwisata yang mulai menggeliat tidak terganggu.
Oleh
MB Dewi Pancawati
·6 menit baca
Pada akhir Oktober 2021, pengendalian Covid-19 di Nusa Tenggara Timur mengalami penurunan. Hal ini menjadi ”alarm” bagi semua pihak agar tidak lengah dan lebih memperketat protokol kesehatan agar aktivitas masyarakat dan sektor pariwisata yang mulai menggeliat tidak terganggu.
Pengamatan pengendalian Covid-19 di tingkat regional dari aspek preventif dan kuratif yang dilakukan Litbang Kompas sejak medio Juli 2021 memotret terjadinya penurunan skor Indeks Pengendalian Covid-19 (IPC-19) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 4 poin dibandingkan beberapa minggu sebelumnya yang cenderung stabil.
Setelah bertahan di posisi skor 77 selama 3 minggu, memasuki minggu keempat Oktober turun di angka 73. Pencapaian skor ini jauh di bawah angka nasional (78) dan angka kluster Bali-Nusa (79).
Padahal menurut perhitungan IPC-19 yang sudah memasuki minggu ke-15, pengendalian Covid-19 di NTT menunjukkan performa yang terus membaik sejak minggu ke-2 Agustus dengan capaian yang selalu di atas angka nasional.
Jika ditelisik lebih dalam, dari dua variabel pengukuran yang dipantau, yaitu manajemen infeksi (preventif) dan manajemen pengobatan (kuratif), terlihat penurunan terjadi pada ketiga aspek manajemen pengobatan yang meliputi aspek total angka kesembuhan terhadap total kasus positif Covid-19.
Selain itu juga rata-rata kematian akibat Covid-19 selama tujuh hari terakhir serta rata-rata keterpakaian tempat tidur (BOR) rumah sakit dalam tujuh hari terakhir.
Dari skor 42 turun menjadi 38. Sementara variabel manajemen infeksi bertahan di angka 35 selama tujuh minggu berturut-turut.
Hal ini perlu menjadi catatan karena variabel manajemen pengobatan yang selalu menyumbang skor lebih tinggi dari variabel manajemen infeksi sejak awal pengukuran mengalami penurunan di bawah angka 40.
Perkembangan situasi Covid-19 yang semakin menurun secara nasional serta pelonggaran pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) jangan sampai membuat kendur kewaspadaan dan perilaku masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan (prokes).
Kedisiplinan menjalankan prokes sebagai salah satu benteng untuk menangkal paparan virus korona harus tetap dijaga mengingat pandemi belum berakhir. Bahkan data harian yang dirilis Kementerian Kesehatan menunjukkan dalam satu minggu terakhir penambahan kasus terkonfirmasi positif di NTT kembali meningkat.
Pada 24 Oktober penambahan kasus harian tercatat 9 kasus, lalu bertambah berturut-turut 10, 20, dan menjadi 21 kasus pada 27 Oktober. Meski tidak setinggi lonjakan pada saat gelombang kedua, jumlah ini masuk kategori 10 besar terbanyak di antara 34 provinsi.
Padahal pada awal-awal pandemi, NTT termasuk provinsi yang berada di urutan akhir mencatatkan penemuan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di wilayahnya.
Namun seiring dengan mobilitas masyarakat, muncul dan bertambahnya kasus terjadi semakin cepat. Apalagi sejak ditemukan 16 kasus varian Delta di NTT pada 21 Juli 2021, mutasi virus SARS-CoV-2 varian Delta (B.1.617.2) tersebut berlangsung sangat cepat.
Dalam tiga hari terjadi peningkatan yang sangat signifikan menjadi 40 kasus, berkembang 2,5 kali lipat dari sebelumnya.
Lonjakan kasus di NTT juga sempat menjadi sorotan Satgas Penanganan Covid-19 nasional setelah mencetak penambahan kasus harian tertinggi mencapai 3.598 orang pada 6 Agustus, meningkat tiga kali lipat dari hari sebelumnya.
Penambahan kasus tersebut bahkan melebihi kasus di Jakarta yang menjadi episentrum penyebaran Covid-19. Catatan lainnya, NTT termasuk 5 provinsi yang pernah lebih dari 1 kali menjadi salah satu penyumbang tertinggi kenaikan kasus harian di tingkat nasional selain Jawa Tengah, Bali, Sumatera Utara, dan Kalimantan Selatan.
Selama pemantauan IPC-19, NTT juga termasuk 10 provinsi yang pernah mencatatkan tingkat positivity rate tertinggi secara nasional. Kini, data per 27 Oktober 2021 menunjukkan total kasus terkonfirmasi positif di NTT sebanyak 63.549 kasus dengan 1.324 jiwa yang tidak terselamatkan.
Dari pengamatan pengendalian Covid-19 yang dilakukan Kompas, NTT termasuk provinsi yang berhasil mengendalikan pandemi di wilayahnya yang tersebar di beberapa pulau.
Sejak medio Agustus pergerakan skor IPC-19 terpantau mengalami tren peningkatan. Sempat turun 2 poin di akhir September kemudian cenderung stabil setelah naik 5 poin. Oleh karena itu, turunnya skor di akhir Oktober ini menjadi lampu kuning bagi semua pihak agar tidak semakin turun lagi.
Upaya yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan capaian dari aspek preventif atau manajemen infeksi, meski telah mengalami perbaikan dari awal pemantauan, tetapi cenderung stagnan di skor 35.
Capaiannya pun selalu di bawah skor manajemen pengobatan. Kondisi ini memperlihatkan bahwa aspek preventif masih perlu didorong untuk meningkatkan mengendalikan Covid-19 di NTT.
Salah satu upaya meningkatkan skor manajemen infeksi antara lain dengan menggenjot pelaksanaan vaksinasi Covid-19.
Merujuk data laman vaksin.kemkes.go.id, sampai dengan 27 Oktober 2021, dari 3,83 juta sasaran vaksinasi di Provinsi NTT, baru 21,60 persen yang sudah menerima vaksin penuh 2 dosis. Bahkan 68 persen dari 22 kabupaten/kota di NTT, capaian vaksin dosis 2-nya belum menyentuh angka 20 persen.
Kondisi ini perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah daerah (pemda) mengingat beberapa wilayah di Provinsi NTT menjadi tujuan destinasi wisata mancanegara (wisman).
Sebut saja Labuan Bajo yang ditetapkan sebagai salah satu destinasi wisata superpremium oleh pemerintah. Untuk meningkatkan kunjungan wisman, pemerintah bahkan melakukan penataan infrastruktur besar-besaran di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.
Pada 14 Oktober lalu Presiden Joko Widodo telah meresmikan penataan Kawasan Puncak Waringin, Kawasan Batu Cermin, dan delapan ruas jalan di Labuan Bajo.
Labuan Bajo juga disiapkan untuk penyelenggaraan ajang-ajang baik nasional maupun internasional seperti pendukung penyelenggaraan KTT G-20 dan juga KTT ASEAN di 2023.
Tujuan tersebut tentu saja harus didukung oleh kondisi masyarakat dan lingkungan yang bersih dan sehat, terutama dari virus korona. Menciptakan kekebalan kelompok melalui vaksinasi harus terus dipacu.
Selain kaya akan wisata alamnya, NTT juga terkenal kaya budaya. Sebagian budaya yang sudah menjadi ritual adat beberapa suku dan daerah justru di masa pandemi ini menjadi tantangan tersendiri bagi upaya pengendalian Covid-19.
Tak sedikit ritual adat yang sudah menjadi tradisi tahunan harus tetap diselenggarakan. Pasalnya, ritual adat tersebut pasti akan menimbulkan kerumunan karena paling tidak warga desa akan berkumpul, bahkan beberapa ritual adat mengharuskan para perantau pulang kampung.
Misalnya pesta adat ”Joka Ju” atau tolak bala di Kampung Adat Pemo, Kabupaten Ende, Flores. Ritus atau upacara adat ini sudah berlangsung berabad-abad dan masih bertahan hingga saat ini.
Lalu ritual ”Tuno Manuk”, membangun keseimbangan hidup antara manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam semesta bagi suku Lamaholot di Kampung Demondei, Kabupaten Flores Timur. Atau Ritus Adat Upacara Penti/Hang Woja (syukur atas hasil panen) yang dijalankan masyarakat Manggarai.
Ritus tahunan ini di beberapa daerah dilakukan pada Oktober-November. Dan masih banyak ritual adat lainnya ataupun pesta-pesta yang pasti mengumpulkan banyak orang.
Kepatuhan dan kuatnya keterikatan masyarakat kepada adat tersebut perlu diwaspadai karena berpontensi menimbulkan transmisi virus. Belum lagi pesta Natal dan Tahun Baru dua bulan lagi. Apalagi penduduk NTT mayoritas (92 persen) akan merayakan Natal yang biasanya diikuti dengan pesta dan kumpul-kumpul.
Hal ini menjadi ”pekerjaan rumah” dan perlu usaha lebih dari Pemda ”Bumi Flobamora” ini untuk merumuskan kebijakan sesuai dengan situasi kondisi dan tantangan di daerahnya. Apalagi sudah ada ”alarm” lampu kuning agar lonjakan dapat diantisipasi. (LITBANG KOMPAS)