Waspada Masa ”Aman” Penularan di Kalteng
Indeks pengendalian Covid-19 di Kalimantan Tengah tercatat lebih baik dari rata-rata nasional. Disiplin protokol kesehatan dan vaksinasi menjadi tantangan bagi wilayah ini untuk tetap terkendali. Mampukah Kalteng?
Penularan wabah korona di Indonesia terus menurun. Upaya pemerintah untuk mengendalikan wabah untuk sementara waktu menunjukkan hasil yang menggembirakan. Kalimantan Tengah menjadi wilayah yang relatid terkendali meskipun masih menyimpan potensi kenaikan jika tidak dijaga dengan baik.
Dalam kurun waktu sekitar tiga bulan, angka penularan wabah dapat ditekan sangat signifikan. Dari angka penularan tertinggi sekitar 45.000 kasus pada akhir Juli 2021 dapat diturunkan secara gradual hingga menjadi kurang dari 1.000 kasus per hari sejak medio Oktober ini.
Status asesmen Covid-19 di Indonesia pun telah diturunkan dari level 4 menjadi level 3 sejak beberapa saat lalu. Untuk sementara waktu, korona dapat dikendalikan.
Meskipun demikian, turunnya angka penularan dan status asesmen pada level 3 itu tetap harus disikapi dengan waspada. Jangan sampai situasi yang sementara terlihat ”aman” ini akan memicu intensitas penularan yang tinggi di beberapa waktu mendatang.
Level 3 menandakan situasi penularan komunitas dengan kapasitas respons terbatas dan terdapat risiko layanan kesehatan menjadi tidak memadai. Jadi, pada level 3 ini masih memiliki potensi akan terjadi lonjakan penularan yang dapat berisiko tinggi seandainya tidak dikontrol secara baik.
Oleh sebab itu, pada masa seperti saat ini, vaksinasi harus dilakukan secara masif agar segera tercipta herd immunity sehingga sebagian besar populasi kebal terhadap penyakit menular tersebut. Selain itu, tracing dan testing juga dilakukan secara optimal agar potensi wabah dapat termitigasi secara cepat.
Hingga 26 Oktober 2021, angka tracing dan testing secara nasional cukup menggembirakan. Rasio tracing mencapai 12,89 yang menandakan ada 12 orang yang dilacak dari setiap kasus positif korona setiap minggu.
Jumlah ini cukup lumayan karena tidak terpaut jauh dengan nominal yang dianggap memadai dalam pelacakan yang anjurkan pemerintah untuk mencapai minimal 14 orang yang kontak erat dengan kasus korona.
Selanjutnya, untuk testing secara naional sudah masuk dalam kategori yang memadai karena kurang dari 5 persen. Angka posivity rate nasional saat ini 0,44 persen per minggu, yang berarti setiap 1.000 orang yang dites terkait Covid-19 yang dinyatakan positif hanya 4 orang. Jumlah ini relatif sangat kecil.
Capaian nilai tracing dan testing yang sementara waktu relatif menggembirakan tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan memaksimalkan program vaksinasi.
Pasalnya, program ini relatif belum berjalan secara optimal. Hingga 25 Oktober 2021, realisasi vaksinasi dosis pertama baru mencapai 54 persen dan vaksinasi dosis kedua masih 33 persen.
Artinya, pemerintah masih perlu kerja keras lagi untuk menyadarkan masyarakat agar antusias mengikuti program vaksinasi. Selain itu, pemerintah dituntut untuk aktif menjalin kerja sama dengan berbagai pihak baik itu instansi negeri ataupun swasta demi memudahkan akses dalam proses vaksinasi di seluruh Indonesia.
Momentum penularan virus yang tengah menurun harus dimanfaatkan secara baik. Saat ini, kasus konfirmasi penularan positif korona secara nasional berada di angka 1,76 per minggu yang menandakan ada 17 orang yang tertular korona per 1.000 penduduk.
Angka ini relatif sangat rendah sehingga berpotensi ”melenakan” ancaman yang masih mengintai kesehatan. Oleh sebab itu, situasi yang ”aman” ini harus diikuti dengan program vaksinasi yang masif agar tidak terjadi kasus yang tiba-tiba melonjak drastis di kemudian hari.
Bukan tidak mungkin dengan mulai dilonggarkannya sejumlah aturan di beberapa wilayah karena turunnya status pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dari level 4 ke level-level lebih rendah membuat sejumlah aturan protokol kesehatan dilanggar sehingga memicu penularan kasus meningkat kembali.
Selama vaksinasi belum tercapai secara maksimal, herd immunity juga akan terkendala yang berarti wabah korona masih menjadi ancaman serius yang membahayakan jiwa.
Baca juga : Kasus Baru Covid-19 di Kalteng Rendah, Protokol Kesehatan Jangan Kendur
Kalimantan menjadi Perhatian
Dalam laporan “Situasi Covid” Kementerian Kesehatan pada akhir Oktober ini menunjukkan sejumlah daerah di Indonesia mengalami lonjakan kasus di atas rata-rata nasional.
Sebagian besar wilayah Kalimantan mengalami kondisi tersebut. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada 26 Oktober 2021, jumlah konfirmasi positif korona di 10 besar urutan teratas di seluruh provinsi Indonesia, empat di antaranya berasal dari Kalimantan. Provinsi Kalimantan Utara dengan jumlah kasus penularan per minggu sebanyak 17 orang dari 100.000 penduduk.
Kalimantan Barat sebanyak 6 orang; Kalimantan Timur 4 orang; dan Kalimantan Tengah sekitar 2 orang per minggu. Ke-4 provinsi tersebut jumlah penularan koronanya jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional yang berkisar hanya 1 orang per minggu setiap 100.000 penduduk.
Tingginya kasus penularan di Kalimantan itu bisa jadi secara realitas akan jauh lebih tinggi lagi dari data yang tersaji. Mengingat, pantauan rasio data tracing yang kontak pada penderita korona jauh lebih rendah dari rata-rata nasional.
Ke-4 provinsi tersebut rasio tracing-nya di bawah rata-rata nasional yang sementara ini mencapai 12,89. Wilayah Kalimantan yang memiliki rasio tracing tertinggi berada di Kaltim dengan kisaran rasio 10,59.
Wilayah yang memiliki tingkatan tracing terendah berada di Kalimantan Tengah dengan besaran rasio 2,83, yang berarti hanya sekitar 2 orang yang terlacak dari setiap kasus positif korona setiap minggu.
Kondisi tersebut patut diwaspadai, terutama di wilayah Kalimantan Tengah yang berpotensi ”menyembunyikan” kondisi riil penularan wabah di masyarakat karena rendahnya tingkat tracing di sana.
Padahal, untuk sementara ini, Kalimantan Tengah termasuk daerah 10 besar nasional yang memiliki tingkat kasus konfirmasi positif mingguan tertinggi di Indonesia.
Oleh sebab itu, kondisi ”aman” di Kalimantan Tengah saat ini harus segera disertai dengan kegiatan vaksinasi yang lebih masif lagi. Testing dan tracing juga terus ditingkatkan untuk setiap kasus korona yang terjadi di wilayah tersebut.
Jangan sampai terkesan ”aman”, padahal sejatinya menyimpan celah yang dapat menimbulkan penularan baru dikemudian hari. Terbukti, jelang akhir Oktober ini indikator rasio kematian akibat virus korona di Kalimantan Tengah di atas rata-rata nasional.
Kondisi demikian juga terjadi pada rasio pasien rawat inap akibat Covid-19 yang besarannya lebih tinggi dari rata-rata nasional. Uniknya, keterisin tempat tidur (BOR) di Kalimantan Tengah berada di bawah rata-rata nasional.
Hal ini mengindikasikan sejumlah hal. Pertama, jumlah tempat tidur atau bed kasur di rumah sakit (RS) di Kalimantan Tengah lebih banyak dari jumlah rata-rata provinsi lainnya sehingga terkesan tingkat keterisiannya (BOR) rendah meskipun jumlah pasien korona lebih banyak dari rata-rata nasional.
Kedua, mengindikasikan bahwa ada sebagian kasus penularan wabah di masyarakat yang tidak ditangani oleh pihak medis sehingga keterisian tempat tidur di RS lebih rendah dari rata-rata nasional.
Dugaan kedua ini patut menjadi perhatian bersama karena apabila benar demikian, virus seolah-olah mengecoh dugaan masyarakat yang menganggap virus tampak terkendali. Padahal, sejatinya belum tentu demikian.
Baca juga : Vaksinasi di Kalteng Ditargetkan Rampung November, Wajib Patuhi Prokes
IPC-19
Status asesmen situasi Covid-19 di Kalimantan Tengah yang berada pada level 3 harus segera disertai dengan upaya mitigasi yang lebih optimal agar status situasinya dapat diturunkan lebih rendah lagi.
Level 3 ini memiliki potensi akan terjadi lonjakan penularan yang dapat berisiko tinggi seandainya tidak terkontrol secara baik. Potensi risiko ini tampaknya berpeluang akan terjadi di Kalimantan Tengah apabila tidak termonitor secara baik dan dicegah sesegera mungkin.
Ada sejumlah perubahan yang terlihat dari Indeks Pengendalian Covid-19 (IPC-19) Indonesia-Kompas dengan realitas data yang dilaporkan oleh Kementerian Kesehatan.
Pada IPC-19 yang mengukur dua aspek penting, yaitu manajemen infeksi (MI) sebagai aspek preventif dan manajemen pengobatan (MP) sebagai aspek kuratif, tersebut menunjukkan hasil pemonitoran yang menggembirakan.
Berdasarkan IPC-19, tren pengendalian korona di Kalimantan Tengah jauh lebih baik dari rata-rata nasional. Pada awal pengukuran, Kalimantan Tengah memiliki besaran nilai indeks 47 dan nasional sebesar 44.
Jelang akhir Oktober 2021, indeks pengendalian di Kalimantan Tengah bertambah menjadi 80 atau meningkat sekitar 70 persen dari awal pengukuran pada pertengahan Juli 2021.
Untuk pengendalian di tingkat nasional, besaran indeksnya bertambah menjadi 78 atau tidak berbeda jauh dengan Kalimantan Tengah pada akhir Oktober ini. Kalimantan Tengah menunjukkan keseriusannya dalam upaya mencegah penularan virus di wilayahnya secara maksimal sehingga mampu lebih baik dari rata-rata nasional.
Hanya saja, hasil monitor IPC hingga 25 Oktober 2021 tersebut sebaiknya menjadi tolok ukur penting bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah untuk melakukan mitigasi pencegahan korona lebih serius lagi. Pasalnya, selang sehari dari pemonitoran mingguan IPC-19 itu ternyata laporan dari Kementerian Kesehatan pada 26 Oktober 2021 kondisi Covid-19 di Kalimantan Tengah relatif kurang begitu baik. Kalteng merupakan 10 daerah yang tergolong memiliki kasus konfirmasi penularan tertinggi di Indonesia.
Rasio testing dan tracing-nya di bawah rata-rata nasional. Akibatnya, rasio rawat inap dan kematian per 100.000 penduduk setiap minggu lebih tinggi dari rata-rata nasional.
Hal ini sepertinya bertolak belakang dari kondisi sebebelumnya yang relatif sudah cukup baik yang termonitor dalam IPC-19. Seperti terlena pada kondisi yang tampaknya sudah semakin ”aman”.
Oleh sebab itu, dalam situasi seperti ini salah satu yang perlu untuk diakselerasi dalam proses mitigasi adalah mempercepat program vaksinasi. Mengingat vaksinasi di Kalimantan Tengah masih lebih rendah dari rata-rata nasional.
Untuk vaksinasi dosis pertama baru mencapai 49 persen dari target provinsi, sedangkan secara rata-rata nasional sudah 54 persen. Untuk vaksin dosis kedua juga mengalami hal serupa. Realisasi di Kalteng baru sekitar 29 persen atau lebih rendah dari realisasi nasional yang sudah mencapai kisaran 33 persen.
Kondisi tersebut harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah dan segenap pemangku kepentingan terkait guna mengakselerasi realisasi vaksin lebih tinggi lagi. Terutama di sejumlah daerah yang masih relatif rendah tingkat capaian target vaksinnya.
Untuk meningkatkan realisasi vaksin dosis pertama, pemerintah daerah dapat memfokuskan pada sejumlah wilayah yang persentase capaiannya di bawah 40 persen. Misalnya, Kabupaten Kapuas, Barito Selatan, Barito Utara, katingan, dan Gunung Mas.
Selanjutnya, untuk vaksinasi dosis kedua dapat difokuskan untuk sejumlah daerah yang masih sangat minim realisasinya seperti salah satunya di Kabupaten Kapuas yang hanya 15 persen.
Harapannya, dengan realisasi vaksinasi yang terus meningkat dapat tercipta herd immunity secara lebih cepat sehingga kondisi ”aman” rendah penularan seperti saat ini akan terus berlangsung lama dan terus membaik. Bukan ”aman” yang melenakan dan tiba-tiba membahayakan di masa mendatang. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Momentum Genjot Vaksinasi di Kalimantan