Pertumbuhan penduduk Jabodetabek semakin jauh dari pusat Jakarta. Tak sedikit warga berusaha lebih keras menggapai Ibu Kota tatkala tinggal jauh di pinggiran kota. Sebab, belum banyak pilihan akses transportasi di sana.
Oleh
Albertus Krisna/M Puteri Rosalina/Fransiskus Wisnu/Satrio Pangarso
·4 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Kawasan perumahan yang sedang dibangun di Maja, Kabupaten Lebak, Banten, Minggu (19/9/2016). Selain menjadi kota baru, Maja juga diproyeksikan mendukung kawasan industri Balaraja, Cikupa, Jayanti, dan Cikande yang terletak di sebelah utara Maja.
Pertambahan penduduk selama 15 tahun terakhir terkonsentrasi di pinggiran Jakarta. Namun, kondisi ini tak diimbangi dengan ketersediaan akses transportasi bagi warga yang hanya mampu tinggal di area tersebut.
Arah pertambahan penduduk di kawasan megapolitan Jabodetabek cenderung menjauh dari pusat Jakarta. Namun, tidak sedikit warga komuter Bodetabek yang belum mendapatkan akses transportasi memadai untuk menuju tempat kerjanya di Jakarta.
Seiring minimnya ketersediaan lahan dan makin mahalnya harga lahan di Jakarta, arah perkembangan kota menyebar hingga ke kawasan penyangga Bodetabek. Kondisi ini terlihat dari semakin bertambahnya jumlah penduduk selama dua dekade terakhir di Bodetabek.
Dengan menganalisis pertambahan jumlah penduduk di wilayah Jabodetabek menggunakan data penduduk Global Human Settlement Layer (GHSL) tahun 2000 dan 2015, dari total 6.400,7 kilometer persegi luas lahan Jabodetabek, sebesar 12,8 persen mengalami pertambahan penduduk tinggi atau lebih dari 4.000 jiwa dalam 1 km persegi.
Area pertambahan penduduk tinggi ini mayoritas (66,5 persen) berada dalam radius 10-30 km dari pusat Jakarta (Monas). Beberapa di antaranya adalah Kecamatan Ciledug dan Larangan di Kota Tangerang; Kecamatan Pamulang dan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan; Kecamatan Sukmajaya, Pancoran Mas, dan Cimanggis, Kota Depok; serta Kecamatan Pondokgede, Bekasi Timur, Bekasi Utara, Kota Bekasi.
Area pertambahan penduduk tinggi juga ditemukan dalam radius 31-50 km dari Monas, yakni sebanyak 25,8 persen, misalnya di Kecamatan Cikupa dan Curug, Kabupaten Tangerang. Selanjutnya, di Kabupaten Bekasi ada di Kecamatan Cikarang Utara, Cikarang Barat, dan Tambun Selatan. Adapun di Kabupaten Bogor ada di Kecamatan Bojong Gede dan Cibinong.
Akses transportasi
Hingga tahun 2019, Badan Pusat Statistik mencatat jumlah penduduk usia di atas lima tahun di Bodetabek mencapai 20,4 juta jiwa dengan 10,6 persen di antaranya berstatus komuter. Sebagian dari mereka menempuh jarak cukup jauh menuju lokasi kegiatan. Tercatat 20,5 persen komuter menempuh jarak 30-49 km dan 6,5 persen lainnya bahkan lebih dari 50 km.
Para komuter yang tinggal dalam radius 10–30 km dari pusat Jakarta lebih dimudahkan dengan tersedianya banyak pilihan akses transportasi. Mulai dari jalan tol jika hendak menggunakan mobil pribadi hingga angkutan umum, seperti kereta komuter dan bus Transjakarta.
Sebagai gambaran, di Kota Depok, 98,8 persen lahan di zona pertambahan penduduk tinggi sudah terlayani stasiun kereta komuter (KRL) dan pintu tol dalam radius 5 km. Begitu juga dengan 91,5 persen lahan di zona pertambahan penduduk tinggi Kota Bekasi.
Kompas/AGUS SUSANTO
Penumpang komuter memasuki KRL di Stasiun Bekasi, Jawa Barat, Senin (8/6/2020) pukul 06.14.
Namun, lain ceritanya dengan warga di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang yang ada di radius 31-50 km dari pusat Jakarta. Proporsi luas zonasi lahan pertambahan penduduk tinggi yang terlayani stasiun dan pintu tol baru 68 persen di Kabupaten Tangerang dan 76,7 persen di Kabupaten Bekasi. Sisanya masih bisa mengakses pintu tol dan stasiun KRL, hanya jaraknya lebih dari 5 km.
Seiring minimnya ketersediaan lahan dan makin mahalnya harga lahan di Jakarta, arah perkembangan kota menyebar hingga ke kawasan penyangga Bodetabek.
Namun, dari total lahan yang sudah terakses transportasi di Kabupaten Tangerang, 86 persen di antaranya terlayani jaringan jalan tol ketimbang jaringan kereta komuter. Sekitar 13 persen berada di radius 5 km dari stasiun kereta komuter. Hanya 1 persen yang bisa mengakses jalan tol ataupun stasiun kereta komuter. Hal tersebut menunjukkan, aksesibilitas transportasi massal belum menjangkau secara merata di Kabupaten Tangerang.
Kompas/Priyombodo
Foto udara proyek Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR) 2 ruas Cengkareng-Kunciran yang bersinggungan dengan Jalan Tol Jakarta-Merak di Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Banten, Senin (27/1/2020).
Kondisi sedikit lebih baik terlihat di Kabupaten Bekasi. Dari 76,7 persen zona lahan pertambahan penduduk tinggi yang terlayani akses transportasi, 21,3 persen terlayani akses pintu tol saja dan 25,9 persen stasiun KRL saja. Sementara 52,8 persen sisanya sudah terlayani keduanya. Kondisi ini membuat warga yang memilih tinggal di Kabupaten Bekasi memiliki lebih banyak pilihan akses untuk mobilitas.
Perhatian pemerintah
Akses transportasi di Jabodetabek sudah sangat baik dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Hingga tahun 2019, jangkauan KRL di Jabodetabek sudah mencapai 418,5 km yang terbagi dalam enam rute, mulai dari Bogor-Jakarta Kota, Bogor-Jatinegara, Cikarang-Jakarta Kota, Rangkasbitung-Tanah Abang, Tangerang-Duri, hingga Tanjung Priok-Jakarta Kota.
Namun, sebaran 80 stasiun KRL tersebut baru mencakup 58 persen dari total lahan pada zona pertambahan penduduk tinggi.
Sama halnya dengan jalan tol Jabodetabek yang jaringannya sudah menyebar. Total panjang jalan tol hingga 2020 sudah mencapai lebih dari 350 km. Namun, jaringan jalan bebas hambatan tersebut baru melayani 78,7 persen zona lahan pertambahan penduduk tinggi di Jabodetabek. Terdapat dua kabupaten dengan cakupan layanan pintu tol di bawah rata-rata, yaitu Bogor 39,1 persen dan Bekasi 56,8 persen.
Di tengah tren pertumbuhan penduduk semakin jauh dari Jakarta, ketersediaan aksesibilitas transportasi menjadi sangat penting. Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid menyebutkan, saat ini yang menjadi pertimbangan bukan jauh dekat lokasi rumah, melainkan ada tidaknya akses transportasi.
Tugas pemerintah menyiapkan infrastruktur transportasi di wilayah penyangga Jakarta yang menjadi kawasan pertumbuhan baru. Khalawi mencontohkan kota baru Maja di Lebak, Banten, yang berjarak sekitar 50 km dari pusat Jakarta. Pemerintah telah menyediakan jaringan rel jalur ganda dan stasiun KRL untuk memudahkan pekerja komuter.
Maja menjadi salah satu contoh kawasan yang bertumbuh dengan kemudahan akses sarana transportasi. Namun, di sisi lain, belum semua daerah dalam radius yang sama dengan Maja (sekitar 50 kilometer) mendapat akses transportasi yang baik. Tanpa adanya akses transportasi, tidak tertutup kemungkinan kendaraan pribadi seadanya menjadi pilihan warga.