Tantangan Menghadirkan Keseimbangan di Masa PPKM
Keputusan memperpanjangan masa PPKM untuk kedua kalinya, menyisakan tantangan berat dalam penanggulangan pandemi. Kedisiplinan dan penegakkan aturan di lapangan menjadi kunci.
Keputusan memperpanjangan masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) untuk kedua kalinya, menyisakan tantangan berat dalam menjaga langkah pengendalian kasus Covid-19.
Upaya penyesuaian sejumlah kriteria pembatasan yang dipilih pemerintah untuk menyelamatkan perekonomian perlu diimbangi dengan perbaikan komitmen kedisiplinan dan ketegasan penegakkan aturan.
Berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan oleh pemerintah, terdapat 96 daerah kabupaten/kota di Jawa dan Bali yang akan tetap menerapkan PPKM Level 4 terhitung tanggal 26 Juli - 2 Agustus 2021.
Hal tersebut merujuk pada sejumlah pertimbangan kondisi Covid-19 dan penanganan seperti angka kasus positif, keterisian rumah sakit, hingga pasien meninggal dunia.
Meskipun demikian, ketetapan perpanjangan pembatasan kali ini juga dibarengi dengan relaksasi pengetatan di sejumlah sektor aktivitas. Hal tentu dilakukan agar upaya pemulihan kesehatan juga dapat berselaras dengan kembali berputarnya perekonomian masyarakat.
Dalam penjelasannya, saat mengumumkan perpanjangan masa pembatasan kegiatan, pemerintah telah mempertimbangkan aspek kesehatan, ekonomi dan dinamika sosial dalam memutuskan hal tersebut.
Berdasarkan regulasi terbaru tentang masa pembatasan lanjutan tersebut, yaitu Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 24 Tahun 2021, terdapat sejumlah penyesuaian terkait pengetatan pembatasan kegiatan.
Sejumlah perubahan yang dilakukan diantaranya, kebijakan untuk restoran, warung makan, hingga Pedagang Kaki Lima (PKL) yang sebelumnya dilarang membuka pelayanan makan di tempat, kini telah diperbolehkan dengan beberapa persyaratan.
Pelayanan makan di tempat (dine in) kembali diperkenankan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat, dengan waktu buka hingga pukul 20.00 waktu setempat. Pelanggan pun hanya dipersilahkan bersantap paling lama 20 menit.
Aktivitas yang juga kembali beroperasi adalah tempat usaha non esensial yang diperkenankan beraktivitas hingga pukul 21.00. Termasuk pula pembukaan kembali pusat perbelanjaan, meskipun hanya dengan kapasitas maksimal 25 persen dan harus tutup pada jam 17.00.
Begitu pula untuk transportasi umum yang dapat melayani penumpang hingga kapasitas maksimal 50 persen. Selain itu, sektor konstruksi infrastruktur publik pun juga dapat melanjutkan 100 persen aktivitasnya dengan protokol kesehatan yang ketat.
Baca juga : Persoalan Administrasi Masih Menghambat Penanganan Pandemi
Keseimbangan
Terlepas dari polemik "gonta-ganti" aturan yang dilakukan selama masa PPKM, adanya relaksasi pengetatan untuk beberapa kegiatan perekonomian tersebut tentu akan disambut baik oleh tak sedikit kalangan masyarakat, terutama mereka yang terdampak mata pencahariannya.
Jika dilihat, sejumlah penyesuaian aturan itu memang menyasar pada banyak kegiatan usaha kecil menengah masyarakat yang diharapkan dapat kembali bergeliat.
Keputusan untuk memberlakukan PPKM memang akan menyisakan dilema antara penyelamatan kesehatan dan ekonomi. Sedari awal, langkah penanggulangan pandemi yang diambil pemerintah dalam menjaga harmonisasi kedua hal penting ini tampaknya memang belum menemukan formulasi yang tepat.
Hingga saat ini, sejumlah program yang diluncurkan melalui Pemulihan Ekonomi Nasional pun masih belum dapat menjawab tuntas kegelisahan masyarakat terdampak pada ketidakpastian penghasilan jika dilakukan pembatasan kegiatan.
Sedari awal, langkah penanggulangan pandemi yang diambil pemerintah dalam menjaga harmonisasi kedua hal penting ini tampaknya memang belum menemukan formulasi yang tepat.
Sejak pengetatan kegiatan masyarakat, pada awal Juli lalu dengan keputusan PPKM Darurat, kekhawatiran terahadap melesunya roda perekonomian juga telah diperkirakan.
Bahkan Kementerian Keuangan dalam proyeksinya, memperkirakan jika kebijakan PPKM terus diperpanjang hingga enam minggu untuk memulihkan pandemi maka diprediksi pertumbuhan ekonomi pada semester I/2021 pada kisaran 3,1-3,3 persen.
Sementara, pertumbuhan ekonomi pada keseluruhan 2021 diperkirakan mencapai 3,7 hingga 4,5 persen.
Lebih dari tiga pekan masa pemberlakukan pembatasan ini diterapkan, telah banyak memantik respon penolakan dari masyarakat akibat kebuntuan tidak bergeraknya perekonomian akar rumput.
Di Kota Bandung misalnya, persoalan ini membesar dengan berujung pada munculnya gelombang aksi unjuk rasa. Massa dari kalangan pengemudi ojek daring, pedagang pasar, hingga pelajar dan mahasiswa mendatangi Balaikota memprotes adanya perpanjangan pembatasan kegiatan.
Mirisnya, aksi di tengah pandemi inipun harus berakhir ricuh dan tentulah menimbulkan kerumunan besar yang sangat tinggi risiko penularan virus. Aksi penolakan terhadap kebijakan PPKM juga disinyalir akan dilakukan depan istana kepresidenan di Jakarta.
Namun petugas berwenang dapat merespon cepat dan membatalkan rencana demo tersebut dengan mengamankan sejumlah massa aksi.
Melihat rangkaian dinamika yang terjadi, langkah pelonggaran sejumlah aktivitas pembatasan yang diambil pemerintah tak terlepas dari upaya untuk tetap menjaga kondusifitas dan optimisme masyarakat di tengah kondisi yang serba tidak pasti, selain tentunya berharap perekonomian di lapisan menengah bawah bisa kembali bergerak.
Bisa dikatakan pula, adanya penyesuaian kebijakan pembatasan merupakan respon pemerintah dalam menangkap dinamika yang terjadi di tengah masyarakat untuk kemudian menyeimbangkannya pada aspek penanganan kesehatan maupun perekonomian.
Baca juga : Kebijakan 20 Menit Makan di Tempat Tuai Respons Warga
Komitmen
Jika demikian, penting dicermati pula bahwa adanya pelonggaran pada aturan main pembatasan bukanlah menjadi legitimasi atas membaiknya kondisi pandemi. Hampir seratus daerah dengan zona level 4 cukup untuk menggambarkan kedaruratan pandemi yang belum mereda.
Menjaga keselarasan antara kepentingan kegiatan ekonomi dan keselamatan kesehatan bersama di tengah kelonggaran aturan memang akan menjadi tantangan besar.
Terlebih kesadaran masyarakat untuk tertib dalam mematuhi aturan dan tetap berdisiplin penuh dalam penerapan protokol kesehatan.
Terkait hal tersebut, pemerintah juga telah menyatakan untuk berkomitmen meningkatkan testing, tracing, dan treatment sehingga langkah pembatasan kegiatan lanjutan yang dilakukan dapat tetap terkontrol dan terukur cermat.
Adanya penyesuaian kebijakan pembatasan merupakan respon pemerintah dalam menangkap dinamika yang terjadi di tengah masyarakat untuk kemudian menyeimbangkannya pada aspek penanganan kesehatan maupun perekonomian.
Termasuk pula keseriusan dalam penegakkan aturan oleh petugas garda depan di lapangan. Berdasarkan data dari Satuan Tugas Covid-19, tren positivity rate secara agregat nasional masih fluktuatif dan belum menunjukkan penurunan signifikan.
Bahkan data terakhir pada 25 Juli 2021 kemarin, angka positivity rate kembali mencapai lebih dari 31 persen setelah empat hari sebelumnya sempat di bawah 30 persen.
Kondisi tersebut mencapai enam kali lipat dari ambang batas aman WHO yang berada di angka kurang dari lima persen.
Selama pemberlakuan PPKM Darurat dan telah berganti istilah menjadi PPKM Level 4, konsistensi penegakkan aturan terhadap masyarakat juga masih tetap menyisakan pekerjaan rumah.
Ketiadaan petugas pada sejumlah pos-pos penyekatan selama kurun jam pelarangan, hingga belum optimalnya patroli ataupun pengawasan petugas menjadi contoh nyata yang memerlukan pembenahan.
Termasuk pula penindakan yang diberlakukan bagi para pelanggar yang pada sejumlah kasus dinilai kurang tepat.
Kini, dengan segala dinamika dan konsekuensinya, kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah dapat terimplementasi bijak kepada masyarakat dan mampu memenuhi harapan penanganan Covid-19 yang berkeseimbangan untuk aspek kesehatan dan ekonomi.
Terpenting, harapan tinggi itu hanya dapat terpenuhi dengan tanggung jawab dan kerja keras bersama. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Optimalkan PPKM Darurat Bersama Akar Rumput