Menagih Keterbukaan Data KIPI Vaksin Covid-19
Transparansi data KIPI menjadi salah satu titik simpul berbagai institusi yang terlibat dalam penanganan Covid-19 untuk menguatkan komunikasi risiko di tengah pandemi.
Munculnya keluhan serius hingga kematian yang diduga berkaitan dengan proses vaksinasi di Indonesia mengingatkan pentingnya keterbukaan data Kejadian Ikutan Pasca Imuninasi (KIPI). Transparansi data KIPI menjadi simpul penguatan komunikasi risiko di tengah pandemi.
Data KIPI yang telah masuk sejak awal tahun 2021 tentu berjumlah sangat banyak. Namun, komunikasi informasi dan edukasi sepertinya belum dilakukan. Merujuk pada laman vaksin.kemenkes.go.id, data yang muncul hanya peforma vaksinasi nasional.
Padahal, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 12 Tahun 2017 Pasal 40, pemantauan dan penanggulangan KIPI harus dilaksanakan melalui kegiatan surveilans KIPI dan laman keamanan vaksin. Apabila situs web hanya menampilkan persentase orang yang telah divaksin, tujuan sebagai laman keamanan vaksin belum tercapai.
Beberapa data KIPI yang harusnya dapat diakses adalah jumlah pelapor harian, jenis KIPI, lokasi laporan, hingga opsi penanganan yang dilakukan Komnas KIPI untuk jenis-jenis KIPI tertentu. Data tersebut memiliki peran penting. Sebab, masyarakat akan jauh lebih siap, sementara fasilitas kesehatan juga siaga apabila tiba-tiba muncul KIPI serius dengan jumlah yang jauh lebih besar.
Bukan hanya minimnya target sasaran, kasus-kasus kejadian yang memilukan muncul setelah menerima vaksin. Sebagai contoh, seorang guru honorer di Sukabumi, Jawa Barat, mengalami kelumpuhan setelah vaksinasi kedua pada akhir Maret 2021.
Tak hanya itu, seorang pemuda berusia 22 tahun dinyatakan meninggal sehari setelah menerima vaksin pada 5 Mei 2021 di Gelora Bung Karno, Jakarta. Selain dua kasus tersebut, masih ada puluhan kasus lainnya muncul setelah proses vaksinasi. Untuk kasus meninggal yang diduga berkaitan dengan vaksinasi, setidaknya tercatat ada 30 orang meninggal hingga 16 Mei 2021.
Menyikapi kasus-kasus setelah vaksinasi, Komnas KIPI belum sepenuhnya membuka data tentang penyebab fatalitas tersebut. Komnas KIPI membuat pernyataan bahwa puluhan orang yang meninggal tidak terkait vaksin, tetapi terkait penyakit jantung hingga diabetes.
Komnas KIPI merupakan lembaga yang bertanggung jawab terhadap pengawasan kejadian serius dan nonserius setelah vaksinasi. Namun, belum semua data disampaikan secara terbuka dan berkala. Data terakhir yang disampaikan dengan cukup terbuka terjadi saat Komnas KIPI rapat dengan DPR pada 20 Mei 2021.
Komnas KIPI menyebut bahwa KIPI serius mencapai 229 laporan, dengan rincian vaksin Sinovac sebanyak 211 laporan (92,1 persen) dan AstraZeneca ada 18 laporan. Sebagai catatan, KIPI serius meliputi kematian, perawatan intensif di rumah sakit, hingga kecacatan atau kerusakan menetap. Mempertimbangkan kondisi tersebut, maka KIPI serius harus dilengkapi investigasi, kajian, dan rekomendasi dalam penanganannya.
Senada dengan KIPI serius, vaksin Sinovac juga mendominasi KIPI nonserius hingga 91,6 persen. Komnas KIPI melaporkan ada 10.627 laporan. Reaksi ringan biasanya terjadi beberapa jam setelah vaksinasi dengan skala lokal dan sistemik, seperti nyeri, demam, pusing, bengkak, atau kemerahan di lokasi suntikan. Reaksi tersebut akan hilang dalam waktu singkat.
Pelaporan KIPI menjadi urgensi di pengawasan keberhasilan vaksinasi dan ukuran surveilans KIPI. Dalam pedoman pelatihan Dasar-dasar Keamanan Vaksin oleh WHO, dijelaskan bahwa setiap KIPI harus didata dan dibuatkan laporannya oleh petugas kesehatan.
Keterbukaan data memiliki makna yang besar. Sebab, masyarakat akan melihat bahwa mereka tidak perlu khawatir dengan vaksinasi. Harapannya, masyarakat merasa aman dan yakin dengan peran pemerintah untuk menjamin keselamatan rakyatnya.
Baca juga : Lagi, Dua Orang Meninggal Seusai Divaksin Covid-19
Keterbukaan data KIPI juga mencegah potensi gelombang penolakan vaksinasi massal apabila banyak laporan tentang kejadian serius setelah vaksinasi. Kondisi tersebut muncul karena keraguan kolektif di masyarakat, apalagi vaksin dianggap jalan keluar untuk beralih dari fase pandemi saat ini.
Tak hanya masyarakat, para epidemiolog turut membutuhkan data KIPI nasional untuk membuat kajian atau penelitian tentang lanskap vaksinasi di dalam negeri. Artinya, keterbukaan data KIPI mendorong laju penelitian terkait efikasi dan efektivitas vaksin yang sedang digunakan sehingga saat ditemukan kasus KIPI yang serupa, cara penanganannya akan lebih tepat sasaran.
Pantauan KIPI
Dasar hukum pemantauan KIPI tertulis di Permenkes No 12/2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. KIPI didefinisikan sebagai semua kejadian medik setelah imunisasi yang menjadi perhatian dan diduga berhubungan dengan imunisasi.
Secara detail, ada lima pasal yang menjelaskan tentang pemantauan dan penanggulangan KIPI. Pertama, pasal 31 tentang jaminan kualitas vaksin yang meliputi keamanan, mutu, dan khasiatnya, serta metode penyuntikan yang aman.
Kedua, pasal 32 tentang standardisasi komunikasi informasi dan edukasi tentang imunisasi, meliputi jenis vaksin hingga kemungkinan KIPI yang terjadi. Ketiga, pasal 40 tentang pembentukan komite independen untuk melakukan pengukuran surveilans KIPI, membuat laman keamanan vaksin, pengobatan dan perawatan pasien, serta penelitian dan pengembangan.
Keempat, pasal 42 yang menjelaskan terkait laporan dugaan KIPI bisa dilaporkan masyarakat/petugas kesehatan, ditindaklanjuti dengan pengobatan/perawatan, investigasi oleh program dan kajian oleh komite independen. Sementara pembiayaan dan perawatan sesuai peraturan yang berlaku.
Terakhir, pasal 45 yang mewajibkan setiap fasilitas layanan kesehatan yang menyelenggarakan imunisasi wajib melakukan pencatatan dan pelaporan KIPI. Lima pasal tersesbut menjadi penjelas bahwa sebenarnya KIPI harus dipantau.
Surveilans KIPI
Tidak semua gejala atau penyakit yang dirasakan setelah vaksinasi merupakan KIPI sehingga proses pemantauan dan pemeriksaan medis harus dijalankan dengan tepat untuk mengetahui apakah memang diakibatkan atau berhubungan dengan reaksi vaksin atau penyakit lain yang telah diderita sebelumnya. Hubungan antara vaksinasi dan KIPI diperlukan ukuran jelas, yaitu surveilans KIPI.
Surveilans KIPI merupakan proses pengobatan/perawatan, pemantauan, pelaporan, dan penangulangan semua reaksi simpang setelah vaksinasi. Hasil akhir dari surveilans KIPI mampu membuat masyarakat yakin bahwa KIPI lazim terjadi dan dapat dilakukan beberapa perawatan untuk mengurangi gejalanya.
Tujuan utama surveilans KIPI adalah mendeteksi dini, merespon KIPI dengan cepat dan tepat, serta mengurangi dampak negatif vaksinasi terhadap kesehatan individu. Rumusan akhirnya adalah tingkat keamanan vaksin di satuan wilayah tertentu. Artinya, masyarakat akan semakin percaya dengan vaksinasi.
Program vaksinasi nasional sedang gancar-gencarnya dijalankan Pemerintah Indonesia. Untuk tahap awal, pemerintah menargetkan vaksinasi terhadap 40,3 juta penduduk terutama bagi tenaga kesehatan, warga lanjut usia, dan petugas publik. Hingga 6 Juni 2021, tercatat baru 6,5 persen penduduk Indonesia yang menerima vaksin tahap pertama.
Untuk menyukseskan pemantauan KIPI, setidaknya dibutuhkan lima pihak yang harus berkolaborasi secara utuh. Pihak pertama adalah masyarakat atau petugas kesehatan di lapangan yang bertugas melaporkan kepada petugas kesehatan puskesmas setempat apabila ditemukan KIPI.
Pihak kedua adalah BPOM yang bertanggung jawab terhadap keamanan vaksin atau farmakovigilans. Pihak ketiga merupakan Komda dan Komnas PP-KIPI dengan tugas melakukan kajian klasifikasi kasualitas dan melaporkan hasil kajian kepada Menteri Kesehatan melalui Direktorat Jenderal P2P.
Untuk kasus meninggal yang diduga berkaitan dengan vaksinasi, setidaknya tercatat ada 30 orang meninggal hingga 16 Mei 2021.
Pihak keempat adalah tim KIPI kabupaten/kota yang bertugas menilai dan menginvestigasi apakah sebuah kasus memenuhi kriteria klasifikasi penyebab spesifik dan melaporan kesimpulan investigasi ke Komda PP-KIPI. Pihak terakhir adalah supervisor tingkat puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab melengkapi laporan kronologis KIPI.
Alur yang disusun dalam penanganan KIPI tentu dibuat berdasarkan pertimbangan hasil akhir, yaitu surveilans KIPI. Data hasil surveilans KIPI menjadi gambaran jelas situasi penanganan KIPI di dalam negeri, termasuk jaminan keselamatan individu oleh negara.
Transparansi data KIPI menjadi salah satu titik simpul yang menguatkan komunikasi risiko di tengah pandemi. Tidak terbatas masyarakat, data KIPI tentu sangat berguna bagi para epidemiolog untuk melakukan kajian dan penelitian tentang vaksinasi yang sedang berjalan saat ini. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Mencermati Kejadian Ikutan Pasca-imunisasi (KIPI) Covid-19