Pemerintah perlu membuat kanal aduan dan pengawasan teknis vaksinasi gotong royong untuk memantau adanya pemotongan hak karyawan untuk memenuhi anggaran penyediaan vaksin oleh perusahaan.
Oleh
Yoesep Budianto
·4 menit baca
Program vaksinasi Covid-19 telah berjalan di Indonesia sejak awal tahun 2021. Target minimal 70 persen populasi tervaksin terus dikejar, mengingat ada potensi makin memburuknya pandemi karena varian baru dan melemahnya protokol kesehatan. Sebagai langkah percepatan, pemerintah mulai menjalankan skema vaksinasi gotong royong.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) RI Nomor H.01.07/MENKES/4638/2021, vaksinasi gotong royong diperuntukkan bagi karyawan/karyawati beserta keluarga dan individu lain yang terkait dalam keluarga dari suatu badan hukum/badan usaha. Pelaksanaannya resmi dimulai pada 18 Mei 2021.
Target vaksinasi gotong royong jelas berbeda dengan program vaksinasi gratis dari pemerintah yang menargetkan empat kelompok utama. Kelompok tersebut meliputi tenaga kesehatan, penduduk lanjut usia dan pelayan publik, masyarakat rentan secara geospasial hingga ekonomi, dan terakhir masyarakat lainnya.
Vaksinasi gotong royong merupakan skema baru imunisasi dalam negeri setelah program vaksinasi gratis. Yang menjadi pembeda utama, perusahaan yang mengikuti vaksinasi gotong royong harus membeli vaksin dengan besaran harga maksimal Rp 321.660 per dosis dan biaya layanan vaksinasi Rp 117.910 per dosis.
Untuk vaksinasi gotong royong, jenis vaksin yang dipakai adalah Sinopharm. Agar pelaksanaan vaksinasi gotong royong berjalan lancar, setidaknya terdapat dua hal yang menjadi perhatian dalam teknis pelaksanaan vaksinasi gotong royong.
Hal pertama adalah kemungkinan vaksinasi gotong royong menggunakan jatah vaksin dari program vaksinasi gratis. Dalam KMK No 4638/2021, terkait kebutuhan vaksin dan logistik vaksinasi gotong royong disebutkan bahwa jenis yang dipakai harus berbeda dari program vaksinasi gratis. Perbedaan tersebut dapat berupa platform, produsen, atau merek vaksin. Pernyataan tersebut tercatat di paragraf pertama (halaman 34).
Namun, pada paragraf selanjutnya disebutkan bahwa dalam kondisi tertentu, untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan vaksinasi, jenis vaksin gotong royong dapat sama dengan vaksin gratis dari pemerintah. Kedua pernyataan ini terkesan kontradiktif.
Selain itu, ketentuan tersebut berpotensi menimbulkan gangguan pada ketercukupan vaksin gratis untuk masyarakat yang berujung pada semakin lambatnya pencapaian target vaksinasi gratis. Hingga 20 Mei 2021, setelah berjalan empat bulan, capaian vaksinasi tahap pertama baru 5 persen dari total populasi Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah perlu menjamin bahwa tidak akan ada gangguan distribusi vaksin gratis untuk masyarakat.
Hal kedua adalah menjamin karyawan dan keluarganya tidak mengeluarkan biaya untuk mengakses vaksin gotong royong. Sebagaimana dalam KMK No 4638/2021, karyawan/karyawati dan keluarganya tidak dibebankan biaya apa pun (halaman 40).
Sebagai langkah antisipatif, pemerintah perlu membuat kanal aduan dan pengawasan teknis vaksinasi gotong royong untuk memantau adanya pemotongan hak karyawan untuk memenuhi anggaran penyediaan vaksin oleh perusahaan.
Kekhawatiran lain
Setelah dimulainya sosialisasi vaksinasi gotong royong, sejumlah pengusaha menilai harga vaksin yang diterapkan cukup mahal, khususnya oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Tidak hanya bagi pengusaha, berdasarkan pengamatan Kompas dalam percakapan media sosial, banyak masyarakat yang juga keberatan dengan biaya vaksin gotong royong dan menimbulkan kebingungan untuk ikut serta dalam program ini.
Harga vaksinasi gotong royong terdiri atas dua komponen, yaitu harga vaksin dan jasa pelayanan vaksinasi. Berdasarkan KMK RI No 4643/2021 yang menjadi acuan, harga tertinggi untuk vaksin sebesar Rp 321.660 per dosis, belum termasuk PPN. Sementara harga pelayanan vaksinasi maksimal Rp 117.910 per dosis, tidak termasuk PPh.
Vaksin Sinopharm memerlukan dua dosis penyuntikan agar efektif. Dengan perhitungan sederhana, untuk satu dosis penyuntikan vaksin, perusahaan harus mengeluarkan biaya sedikitnya Rp 439.570 dan menjadi Rp 879.140 per karyawan untuk vaksin lengkap.
Ditambah dengan PPN dan PPh, anggaran vaksin akan membesar. Belum lagi jika perusahaan ikut menanggung biaya bagi anggota keluarga karyawan. Anggaran pembiayaan vaksinasi tersebut terbilang besar dan memberatkan, khususnya bagi pelaku UMKM.
Keterpurukan usaha selama pandemi belum sepenuhnya pulih meskipun tingkat konsumsi masyarakat sebagai kontributor terbesar produk domestik bruto telah menunjukkan perbaikan. Masih ada pembatasan ketat kegiatan oleh masyarakat mengingat kekhawatiran meningkatnya kasus infeksi Covid-19.
Teknis penyelenggaraan vaksinasi gotong royong juga menimbulkan banyak pertanyaan, mulai dari bagaimana mekanisme pendaftaran hingga skema pembiayaan. Khusus proses pendaftaran, dalam situs resmi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) tersedia formulir untuk mengikuti program vaksinasi. Perusahaan dapat langsung mendaftar melalui Kadin Indonesia.
Sementara untuk skema pembiayaan, masyarakat tidak perlu khawatir sebab telah ditetapkan sebagai tanggung jawab perusahaan. Artinya, karyawan dan keluarga tidak perlu mengeluarkan biaya apa pun. Target vaksinasi gotong royong sebanyak 12,5 juta jiwa di seluruh Indonesia.
Jaminan akses
Vaksinasi menjadi upaya terakhir dalam penanganan pandemi Covid-19 di seluruh dunia. Pembentukan komunitas yang memiliki kekebalan virus menjadi tameng kuat mengendalikan laju infeksi. Oleh sebab itu, negara perlu menjamin seluruh rakyat Indonesia mendapatkan vaksin.
Akses terhadap vaksin harus terbuka lebar sebab vaksinasi merupakan bagian dari tanggung jawab negara memenuhi hak warga negara dalam bidang kesehatan. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, negara menjamin dua hal, yaitu setiap orang memperoleh akses atas sumber daya bidang kesehatan serta pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Harga vaksin yang diterapkan dinilai cukup mahal, khususnya oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.
Selain diatur dalam UU Kesehatan, jaminan atas perlindungan masyarakat di tengah situasi krisis juga terdapat dalam UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam aturan tersebut, setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Oleh sebab itu, sebagai bentuk pemenuhan HAM seluruh rakyat Indonesia, maka situasi pandemi yang terkendali karena keberhasilan vaksinasi adalah tujuan akhir. Polemik yang muncul dalam proses vaksinasi perlu mendapat evaluasi dan diberikan jalan keluar oleh pemerintah.
Program vaksinasi perlu mendapat dukungan dari semua pihak, terutama pemerintah, agar pandemi segera mereda dan kehidupan masyarakat kembali pulih. Mekanisme vaksinasi gotong royong atapun vaksinasi gratis harus dilakukan secara tepat. Gangguan terhadap distribusi dan sasaran vaksinasi dapat berakibat fatal terhadap upaya pengendalian pandemi Covid-19 di Indonesia. (GIANIE/LITBANG KOMPAS)