Geliat Ekonomi Tanpa Mudik
Memasuki bulan Ramadhan 2021, pergerakan ekonomi terlihat lebih optimistis.
Roda ekonomi pada masa Ramadhan dan hari raya Idul Fitri biasanya berputar lebih cepat. Namun, pandemi Covid-19 yang diikuti aturan larangan mudik berujung pada perputaran ekonomi yang sedikit melambat.
Geliat ekonomi saat hari raya Idul Fitri salah satunya ditunjukkan dengan tingginya kebutuhan akan uang tunai. Tahun 2019, misalnya, jumlah uang kartal di luar bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pada bulan Mei 2019 mencapai Rp 675,64 triliun. Uang kartal terdiri dari uang kertas dan uang logam.
Nilai tersebut merupakan yang terbesar sepanjang tahun 2019 dan meningkat 14 persen dibandingkan dengan bulan April 2019. Pasalnya, sebagian besar masyarakat tengah menjalankan ibadah puasa sejak 5 Mei 2019. Persiapan Lebaran satu bulan berikutnya pun mulai dilakukan.
Kondisi uang kartal di luar bank umum BPR ini merupakan indikator kebutuhan transaksi. Nilainya menggambarkan jumlah uang yang dipegang oleh masyarakat secara tunai (cash). Pergerakan naik dan turunnya dipengaruhi oleh pola musiman, salah satunya Ramadhan dan Lebaran.
Tingginya uang tunai yang beredar di masyarakat ini sejalan dengan besarnya aliran uang yang keluar dari Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat (outflow). Periode yang sama, Mei 2019, nilai outflow mencapai Rp 190,08 triliun.
Besaran tersebut juga merupakan yang tertinggi sepanjang tahun 2019. Bahkan, nilainya dua setengah kali lebih besar dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Jika dibandingkan dengan jumlah dana yang masuk ke BI (inflow), aliran uang tunai mengalami net outflow sebesar Rp 148,35 triliun. Artinya, jumlah uang yang keluar dari BI lebih besar daripada yang masuk pada periode yang sama.
Dengan kata lain, untuk memenuhi kebutuhan serangkaian hari raya Idul Fitri, masyarakat berbondong-bondong mengambil uangnya dari perbankan, alih-alih menabung. Data yang dihimpun BI menunjukkan, nilai inflow periode tersebut sebesar Rp 41,73 triliun.
Aktivitas ekonomi yang masif ini berdampak baik pada perekonomian, salah satunya ditunjukkan dengan tingginya laju pertumbuhan. Data BPS menunjukkan, pertumbuhan ekonomi nasional triwulan II 2019 mencapai 4,20 persen (quarter-to-quarter).
Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, nilainya meningkat sebesar 4,72 poin, di mana pada triwulan pertama tumbuh minus 0,52 persen. Sama seperti tingginya uang beredar, pertumbuhan ekonomi triwulan II (quarter-to-quarter) menjadi yang tertinggi sepanjang tahun 2019.
Pandemi
Kendati demikian, tahun lalu fenomena hari raya Idul Fitri menghadirkan cerita yang berbeda. Ramadhan yang dimulai tanggal 23 April 2020 dilanjutkan dengan Lebaran 24-25 Mei 2020 itu nyaris tak bersambut.
Penyebabnya adalah kemunculan virus SARS CoV-2 yang mengakibatkan penyakit Covid-19 tengah melanda dunia, termasuk Indonesia. Kasus pertama di Indonesia diumumkan pada 2 Maret 2020, dengan dua orang terkonfirmasi positif Covid-19.
Tepat satu bulan setelahnya, terdapat 1.508 penduduk Indonesia yang terkonfirmasi positif. Jumlah terkonfirmasi harian hampir mencapai 200 orang per hari pada saat itu. Menanggapi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan larangan mudik agar penyebaran virus tidak semakin meluas.
Larangan mudik berlaku sejak 24 April 2020 hingga 31 Mei 2020. Aturan tersebut tertera dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Mudik Idul Fitri Tahun 1441 H dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Ketentuan larangan mudik itu berlaku bersamaan dengan peraturan pembatasan wilayah di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Jabodetabek tempat berkumpulnya para perantau. Tahun 2019 terdapat 18,3 juta orang yang melakukan mudik ke kampung halaman dengan berbagai moda transportasi (Kontan 14/6/2019). Sekitar 8 dari 10 orang yang mudik berangkat dari wilayah Jabodetabek.
Sementara jumlah pemudik tahun lalu turun drastis. Data Kementerian Perhubungan menyebutkan, jumlah penumpang semua moda angkutan umum hanya mencapai 297.453 orang. Jumlah penurunannya mencapai 98,52 persen.
Di sisi lain, jumlah kendaraan yang meninggalkan Jabodetabek turun sebesar 62 persen. Tahun 2019 sebanyak 1,2 juta unit kendaraan melakukan perjalanan mudik, tetapi tahun 2020 turun menjadi 465.582 unit.
Turun drastis
Situasi tersebut pada akhirnya membuat dampak ekonomi dari mudik pun tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya. Fakta ini tergambar dari jumlah uang yang keluar dari Bank Indonesia saat Idul Fitri 2020 turun secara drastis.
Masih merujuk data BI, nilai outflow bulan Mei hanya sebesar Rp 95,01 triliun, hanya separuh dari periode yang sama tahun 2019. Dengan nilai inflow sebesar Rp 40,07 triliun, net outflow hanya sepertiga dari besaran net outflow Lebaran sebelumnya.
Uang tunai yang disediakan oleh Bank Indonesia pun tidak semuanya terserap. Setiap tahun, BI menyediakan uang tunai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di seluruh Indonesia pada masa Ramadhan dan Idul Fitri. Tahun 2020, Bank Indonesia menyediakan uang tunai Rp 157,96 triliun, tetapi hanya terserap Rp 109,2 triliun.
Selain karena larangan mudik dan perayaan Ramdhan dan Idul Fitri yang tidak seramai biasanya, turunnya pendapatan sejumlah masyarakat pun barangkali menjadi salah satu faktornya.
Lebaran tahun lalu bersamaan dengan saat-saat berat yang dihadapi masyarakat, termasuk para pekerja. Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan, hingga 13 April 2020 sekitar 1,2 juta pekerja dirumahkan karena terdampak Covid-19.
Di lain sisi, ribuan tenaga kerja yang masih memiliki pekerjaan tidak mendapatkan tunjangan hari raya (THR). Sementara THR biasanya menjad dana ekstra untuk mencukupi kebutuhan hari raya yang relatif lebih tinggi. Faktor-faktor ini turut membuat uang yang beredar di masyarakat saat hari raya kian menyusut.
Kendati uang tunai di luar bank umum dan BPR pada Mei 2020 lebih tinggi dari satu tahun sebelumnya, hal ini bukan karena permintaan uang tunai untuk keperluan mudik dan Lebaran. Bank Indonesia mencatat, peningkatan sebesar 1,4 persen itu terjadi karena tumbuhnya nilai penyaluran kredit pada Mei 2020. Di lain sisi, dana bantuan sosial yang dikucurkan pemerintah berpotensi membuat jumlah uang yang beredar di masyarakat ikut bertambah.
Lebaran 2021
Lalu, akankah Lebaran 2021 bernasib serupa dengan tahun lalu? Data menunjukkan fenomena yang cukup berbeda. Pada April 2021, memasuki bulan Ramadhan, pergerakan ekonomi terlihat lebih optimistis.
Outflow bulan lalu, menurut catatan BI, mencapai Rp 102,76 triliun, 8 persen lebih tinggi dari periode Ramadhan tahun lalu. Dengan inflow sebesar Rp 42 triliun, besaran net inflow mencapai Rp 60,71 triliun. Kedua nilai tersebut lebih besar daripada momentum hari raya Idul Fitri tahun lalu.
Meskipun larangan mudik masih diberlakukan tahun ini, sejumlah masyarakat masih melakukan perjalanan mudik, diperkirakan jumlahnya lebih besar dari tahun lalu. Bulan Maret lalu Kemenhub melakukan survei terkait dengan persepsi masyarakat terhadap larangan mudik.
Sekitar 27,6 juta orang diperkirakan tetap melakukan perjalanan mudik meski ada larangan. Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur menjadi tiga provinsi tujuan utama untuk mudik.
Sama seperti peningkatan uang beredar secara nasional, ketiga provinsi tersebut juga mencatat net outflow yang lebih tinggi pada momentum Ramadhan/Idul Fitri tahun ini. Jawa Timur mengalami net outflow tertinggi sebesar Rp 6,85 triliun, disusun oleh Jawa tengah (5,89) dan Jawa Barat (5,40).
Antusiasme mudik ini boleh jadi didorong oleh rasa rindu akan keluarga dan kampung halaman setelah tahun lalu tidak bisa mudik. Seperti diakui oleh Sunarni (48), ibu rumah tangga di Kelurahan Gelora, Tanah Abang, yang memutuskan mudik tahun ini. ”Saya mau mudik pada 5 Mei 2021 karena tahun lalu sudah tidak mudik. Kangen sama orangtua,” ujarnya saat ditanya terkait dengan larangan mudik.
Dalam konteks ini, kebijakan larangan dan pengetatan mudik yang diumumkan sekitar satu setengah bulan sebelum Lebaran membuat masyarakat dapat mengatur strategi untuk melakukan perjalanan mudik sebelum masa larangan mudik diberlakukan (6-17 Mei 2021).
Sementara itu, vaksinasi yang sudah dilakukan pemerintah juga menambah kepercayaan diri kepada masyarakat untuk melakukan perjalanan mudik. Menurut laporan Kementerian Kesehatan, lebih dari 12 juta orang telah menerima vaksin hingga 30 April 2021. Fakta-fakta tersebut menunjukkan ada potensi peningkatan perputaran ekonomi pada Ramadhan/Idul Fitri tahun ini.
Baca juga: Membangkitkan Ekonomi Lebaran
Meski demikian, mudik tahun ini harus tetap dibarengi dengan kehati-hatian dan kewaspadaan. Pengetatan yang dilakukan pun terbukti masih banyak yang luput dari perhatian. Maka, pelacakan (tracing) oleh pihak berwajib harus tetap dilakukan dan semakin dioptimalkan.
Dasi sisi masyarakat, penerapan protokol kesehatan juga tetap harus diutamakan agar penularan virus korona dapat diminimalkan. Penanganan pandemi Covid-19 yang terkendali memberi harapan masyarakat bisa melakukan mudik dengan lebih aman pada tahun depan sekaligus untuk kembali memutar perekonomian dengan lebih cepat. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Mudik Lebaran dan Ekonomi Desa