Minat untuk Berekreasi Lokal Makin Tinggi
Minat masyarakat terhadap rekreasi lokal terbukti tetap tinggi meskipun sedang berada di tengah pandemi Covid-19
Di tengah antusiasme untuk melakukan rekreasi lokal, publik masih mempertimbangkan ancaman penularan virus korona. Selain keterbatasan operasional tempat wisata di tengah pandemi, faktor takut tertular Covid-19 menjadi pertimbangan masyarakat untuk melakukan rekreasi lokal.
Pilihan berwisata lokal menjadi solusi kelelahan masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Namun, ada beberapa kendala dan pertimbangan yang masih dipikirkan masyarakat untuk melakukan rekreasi lokal. Pertimbangan tersebut mulai dari aksesibilitas lokasi, informasi wisata, alokasi anggaran, hingga kekhawatiran munculnya infeksi virus Covid-19.
Survei Kompas pada 27 Desember 2020-9 Januari 2021 mencatat ada lima hal yang menjadi pertimbangan masyarakat saat melakukan rekreasi lokal. Paling banyak adalah kendala biaya dan waktu. Bagian terbesar responden (40,7 persen) mengungkapkan biaya liburan menjadi kendala dalam melakukan rekreasi lokal.
Dampak pandemi Covid-19 di sektor ekonomi dan bisnis turut menekan penghasilan masyarakat sehingga beberapa aktivitas, termasuk liburan, tidak leluasa dilakukan. Prioritas yang banyak diutamakan oleh masyarakat di masa pandemi adalah terpenuhinya kebutuhan primer, seperti bahan kebutuhan pokok.
Apabila dilihat dari faktor anggaran rekreasi lokal, batasan biaya yang masih dianggap rasional oleh publik untuk dikeluarkan adalah Rp 500.000. Bahkan, sepertiga responden mengaku lebih senang jika tidak perlu mengeluarkan uang untuk berwisata karena memang tidak ada alokasi biaya khusus untuk melakukan rekreasi di tengah pandemi.
Di luar opsi biaya, terdapat faktor lain yang menjadi kendala atau pertimbangan untuk rekreasi lokal, yaitu dari aspek penutupan lokasi wisata dan kesehatan. Kendala dari sisi pembatasan sosial adalah kebijakan penutupan tempat wisata dan berkurangnya layanan fasilitas di lokasi wisata.
Wabah korona membuat pemerintah menerapkan pembatasan aktivitas publik, termasuk mengurangi operasional tempat wisata untuk mencegah munculnya kerumuman massa. Kekhawatiran akan penutupan tempat-tempat wisata membuat minimnya opsi destinasi yang mau dikunjungi. Sedikitnya 25,8 persen responden bingung melakukan wisata karena banyak tempat hiburan yang masih tutup.
Selain itu, pembatasan kegiatan masyarakat juga diiringi pengurangan layanan dan fasilitas di tempat wisata. Ini terlihat seperti berkurangnya jam operasional tempat wisata, dibatasinya jumlah pengunjung, syarat tes kesehatan, dan berkurangnya kenyamanan di tempat makan karena aturan jaga jarak.
Kendala lainnya muncul dari aspek kesehatan, yaitu kekhawatiran tertular virus Covid-19. Kekhawatiran ini oleh 21,5 persen responden yang menegaskan tidak melakukan rekreasi lokal karena takut tertular Covid-19. Kondisi pandemi memiliki tekanan sendiri dari tiap individu, apalagi semua orang dihadapkan dengan patogen berukuran virus yang tak kasatmata. Virus tersebut mampu menginfeksi orang tanpa pandang bulu.
Bahaya penularan
Potensi risiko penularan virus korona membuat skema pembatasan sosial hingga karantina wilayah menjadi pilihan rasional di berbagai tempat yang dapat mengundang kerumunan massa. Implikasinya, seluruh aktivitas di luar ruangan tidak disarankan, termasuk melakukan perjalanan jauh untuk berwisata.
Laporan mobilitas masyarakat Indonesia selama pandemi Covid-19 oleh Google hingga 16 April 2021 menunjukkan tren mobilitas di area permukiman berada di sisi positif, sementara perjalanan melalui transportasi umum dan ke lokasi kerja masih menunjukkan tren negatif.
Kondisi ini menggambarkan pergerakan masyarakat Indonesia yang lebih banyak beraktivitas di sekitar rumah. Dalam konteks mencegah makin meluasnya penularan virus korona, aktivitas warga tersebut dapat dikatakan mendukung kebijakan pembatasan sosial yang dijalankan pemerintah.
Kondisi menarik ditunjukkan oleh pola mobilitas masyarakat ke pusat ritel dan rekreasi yang cenderung meningkat, meskipun masih negatif atau di bawah rata-rata kondisi normal. Tren mobilitas ini meliputi kunjungan ke restoran, kafe, pusat perbelanjaan, taman hiburan, museum, perpustakaan, atau bioskop.
Secara tidak langsung, pola mobilitas ke pusat ritel dan rekreasi menjadi gambaran masyarakat yang memang lebih memilih berwisata tidak jauh dari dari tempat tinggalnya, atau disebut rekreasi lokal. Selain berkunjung ke pusat hiburan, opsi lain rekreasi lokal adalah menginap di hotel yang tak jauh dari tempat tinggal.
Fenomena tersebut selaras dengan hasil survei Kompas yang menemukan sebanyak 57 persen responden yang menyatakan bahwa rekreasi lokal dapat menggantikan rekreasi tempat wisata pada umumnya. Implikasi pilihan rekreasi lokal juga tergambar dari pilihan liburan yang sangat ingin dilakukan masyarakat setelah masa pembatasan sosial berakhir.
Sedikitnya 47,7 persen responden ingin berwisata jarak dekat, menginap di rumah kerabat atau saudara, menginap di hotel, penginapan, atau apartemen, serta liburan di rumah dengan suasana baru. Pola masyarakat yang lebih memilih rekreasi lokal atau staycation ini turut dipengaruhi oleh daya adaptasi selama masa pembatasan sosial.
Setiap orang tidak dianjurkan beraktivitas di luar ruangan atau berkunjung ke kota lain. Masyarakat telah dibiasakan beraktivitas di sekitar rumah atau masih berada di area tidak jauh dari rumah.
Minat rekreasi lokal
Hasil pengamatan Google melalui laporan mobilitas mingguan juga memotret tingginya minat masyarakat terhadap rekreasi lokal (staycation) melalui analisis Google Trends ataupun media sosial, seperti Facebook dan Instagram.
Selama setahun terakhir, terpantau ada tiga periode peningkatan pencarian masyarakat terhadap staycation, yaitu akhir Juli 2020-awal September 2020, awal Oktober 2020-awal Januari 2021, dan pertengahan Februari 2021-awal April 2021. Secara umum, tren staycation terus meningkat setahun terakhir.
Sementara analisis media sosial Facebook dan Instagram melalui CrowdTangle menunjukkan fenomena serupa, di mana interaksi, seperti like atau share, dan produksi konten staycation menunjukkan tren positif. Interaksi tertinggi Facebook mencapai 160.800 kali pada periode 7-13 Juni 2020, sementara Instagram jauh lebih tinggi, sebesar 710.000 kali periode 7-13 Februari 2021.
Hingga 22 April 2021, konten tentang staycation di Facebook mencapai 7558 buah dengan jumlah interaksi 1,29 juta kali. Sementara konten di Instagram sebanyak 9.991 buah dan menghasilkan interaksi lebih dari 13,78 juta kali.
Minat masyarakat terhadap rekreasi lokal terbukti tetap tinggi, meskipun sedang berada di tengah pandemi. Mungkin belum bepergian dalam waktu dekat, namun masyarakat sepertinya telah merencanakan rekreasi lokal selepas masa pembatasan sosial.
Tingginya minat publik tak lepas dari promosi staycation yang dilakukan artis tanah air. Beberapa akun terverifikasi Instagram yang mendapat respon atau interaksi besar adalah @abellyc, @rickyharun, @laudyacynthiabella, @ariefmuhammad, dan @uusbiasaaja. Rata-rata interaksi media sosial mereka sebanyak 235.760 kali.
Baca juga: Rekreasi Lokal Kini Mendunia
Sedikit berbeda dengan Instagram, akun-akun yang mendapat respons tinggi dari publik terkait staycation didominasi portal penyedia jasa pembelian tiket, perbankan, hingga berita online, contohnya Traveloka, BNI, dan Kapanlagi.com. rata-rata interaksinya sebesar 87.460 kali.
Rekreasi lokal telah dikenal sejak lama oleh masyarakat, bahkan sebelum ada pandemi Covid-19. Namun, keseriusan masyarakat untuk memilih rekreasi lokal sebagai alternatif berwisata ternyata menguat di masa pembatasan mobilitas saat ini.
Ini memberi gambaran kesadaran masyarakat untuk membatasi aktivitas wisatanya di masa pandemi Covid-19. Hasrat untuk berwisata memang tidak bisa dihilangkan, apalagi banyak masyarakat yang lelah atau mengalami gangguan psikis karena terlalu lama berdiam di rumah. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Pariwisata Indonesia Bersiap Bangkit