Tantangan Berat Membendung Pemudik
Larangan mudik Lebaran yang dilakukan pemerintah tahun ini menuai pro dan kontra. Di satu sisi kebijakan ini diamini demi membendung penyebaran Covid-19. Namun, di sisi yang lain, efektivitas kebijakan ini diragukan.
Kebijakan larangan mudik ini secara resmi disampaikan pemerintah melalui Surat Edaran Kepala Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik pada Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah selama 6-17 Mei 2021. Secara garis besar surat tersebut merinci bentuk pengendalian arus pergerakan masyarakat selama masa bulan puasa dan lebaran tahun ini.
Pada 21 April 2021, bahkan Kepala Gugus Tugas Penanganan Covid-19 mengeluarkan adendum untuk surat edaran tersebut. Adendum itu memperluas pemberlakuan masa pengetatan pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN), yakni selama H-14 peniadaan mudik (22 April-5 Mei 2021) dan H+7 peniadaan mudik (18 Mei-24 Mei 2021).
Hampir 60 persen responden sepakat dengan aturan larangan mudik. Sebagian besar dari mereka berpandangan langkah pelarangan ini dapat menekan angka penyebaran Covid-19.
Terkait kebijakan pemerintah soal larangan mudik ini, hasil jajak pendapat Kompas menunjukkan, hampir 60 persen responden sepakat dengan aturan tersebut. Sebagian besar dari mereka berpandangan, langkah pelarangan ini dapat menekan angka penyebaran Covid-19. Selaras dengan hal itu, penyikapan terhadap aturan yang dikeluarkan itu pun direspons positif oleh publik. Separuh lebih responden (65,8 persen) menyatakan tidak lagi berminat melakukan mudik di hari raya Idul Fitri tahun ini.
Meskipun demikian, upaya pelarangan hingga pengetatan perjalanan untuk mengantisipasi arus mudik sepertinya tetap akan menghadapi sikap resistensi masyarakat di lapangan. Setidaknya hal ini juga tergambar dari jajak pendapat. Ada sepertiga responden yang cenderung tidak setuju dengan larangan mudik ini, bahkan mereka mengaku masih berminat melakukan perjalanan pulang kampung saat lebaran nanti.
Baca juga: Arus Mudik pada Masa Pengetatan Perjalanan di Stasiun Pasar Senen
Sebagian besar dari kelompok responden yang menolak larangan mudik menilai semestinya masa mudik lebaran tahun ini dapat dilakukan dengan lebih aman karena sudah ada program vaksinasi. Mereka beranggapan penyebaran Covid-19 sudah cukup terkendali dengan vaksinasi. Sebagian yang lain justru menyoroti langkah pelarangan mudik di tahun sebelumnya kurang optimal. Masih banyak masyarakat melakukan perjalanan mudik meskipun dibandingkan dengan masa mudik sebelum pandemi jumlahnya memang menurun.
Dalam catatan Kompas, jumlah kendaraan yang keluar dari Jakarta pada periode Lebaran 2020 menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Kendaraan yang meninggalkan Jakarta pada H-7 hingga H-1 Lebaran (17-23 Mei 2020) sebanyak 465.582 unit atau turun 62 persen daripada periode yang sama tahun 2019. Adapun kendaraan yang meninggalkan Jakarta pada pas hari lebaran menurun 81 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019. (Kompas, 26/5/2020)
Evaluasi
Belajar dari kasus mudik tahun lalu, pemerintah menegaskan bahwa larangan mudik yang sangat ketat perlu diberlakukan sebagai upaya menekan penyebaran Covid-19. Menurut catatan pemerintah, risiko terjadinya pelonjakan kasus Covid-19 membesar seiring dengan gelombang pergerakan masyarakat, terutama saat libur panjang. Namun, harus diakui, landasan besar dari keputusan itu tak sepenuhnya mampu menyadarkan publik agar patuh pada aturan yang ditetapkan.
Beragam kebijakan yang diterapkan selama masa pandemi banyak menuai polemik dan catatan evaluasi. Kini, komitmen dan pertimbangan efektivitas pemerintah dalam menerapkan aturan ini pun menuai banyak sorotan. Membentuk kepercayaan masyarakat untuk dapat menerima dan disiplin terhadap aturan yang ditetapkan pemerintah menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah.
Apalagi sejak awal keputusan larangan mudik yang dikeluarkan jelang hari raya Idul Fitri 2021 ini telah menuai beragam perdebatan di tengah masyarakat. Banyak pihak menyoroti aturan tersebut tidak konsisten karena berbenturan dengan berbagai upaya pemulihan kegiatan ekonomi masyarakat yang sebelumnya digaungkan.
Hasil jajak pendapat pun merekam keterbelahan pandangan publik dalam melihat keputusan pembatasan mobilisasi di tengah berbagai agenda untuk menghidupkan kembali sektor perekonomian. Lebih dari 45 persen responden menilai keputusan pemerintah melarang mudik lebaran merupakan langkah tepat. Berimbang dengan itu, terdapat empat dari sepuluh responden lainnya yang justru menilai larangan mudik ini tidak tepat di tengah kerja berat pemerintah untuk kembali menggeliatkan perekonomian, seperti pembukaan tempat wisata hingga penyelenggaraan berbagai kegiatan secara offline.
Meskipun demikian, di tengah kondisi serba bimbang untuk terus mengupayakan langkah pemulihan perekonomian, pemerintah tampaknya tak goyah untuk tetap ketat melaksanakan larangan bepergian. Sikap pemerintah itu pun direspons cukup kritis oleh masyarakat. Hal ini tergambar dari hasil jajak pendapat yang mengungkap sejumlah catatan penting bagi pemerintah untuk kembali memberlakukan larangan mudik.
Tak kurang dari 31 persen responden menilai banyak inkonsistensi dalam penerapan aturan larangan mudik sebelumnya.
Salah satunya sorotan terkait aturan pembatasan berpergian yang secara signifikan tak juga dapat menekan penyebaran Covid-19. Tak kurang dari 31 persen responden menilai banyak inkonsistensi dalam penerapan aturan larangan mudik sebelumnya. Sebut saja dalam hal pengecekan perjalanan, baik untuk perjalanan kendaraan pribadi maupun angkutan umum yang belum optimal, sehingga pada akhirnya juga menimbulkan banyak ”kebocoran” mobilitas.
Baca juga: Warga Kepulauan Pilih Mudik Lebih Awal
Selain itu, responden dalam jajak pendapat juga menyoroti adanya aturan yang tak selaras diterapkan sebagai buntut dari buruknya koordinasi pemerintah pusat dan daerah. Ada sekitar sepertiga responden menyoroti persoalan sinergisitas pemberlakuan aturan larangan mudik antara pemerintah pusat dan daerah. Tidak heran jika kemudian pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri mengeluarkan instruksi kepada kepala daerah untuk memberlakukan aturan yang sama terkait larangan mudik ini di wilayahnya agar sinergi dengan kebijakan pemerintah pusat.
Efektivitas
Adanya sinergi dan konsistensi dari seluruh pihak terkait menjadi penting untuk mewujudkan implementasi kebijakan pembatasan mudik yang optimal. Dalam hal ini, publik juga melihat sejumlah penerapan dari kebijakan pelarangan itu terbukti tak efektif mencegah pergerakan masyarakat untuk merayakan hari raya.
Pandangan publik cukup terbelah dalam menyikapi adanya tindakan pemeriksaan oleh petugas di jalur batas antarwilayah untuk mengantisipasi pergerakan pemudik. Sebanyak 42 persen responden menyatakan upaya ini tidak akan efektif. Pendapat sebaliknya disampaikan oleh sekitar 47 persen responden lainnya yang justru menyatakan upaya itu akan cukup berdampak positif bagi pencegahan orang yang akan melakukan perjalanan.
Publik juga melihat sejumlah penerapan dari kebijakan pelarangan itu terbukti tak efektif mencegah pergerakan masyarakat untuk merayakan hari raya.
Pola yang tak jauh berbeda juga terekam dari penyikapan masyarakat terhadap aturan pemberian sanksi bagi pelanggar yang tetap melaksanakan mudik. Sebanyak empat dari sepuluh responden masing-masing terbelah melihat efektiftas pemberian sanksi yang mampu mencegah orang untuk melakukan perjalanan. Ketiadaan ketegasan dalam implementasi hingga prosedur sanksi yang masih banyak dipertanyakan membuat kebijakan tersebut menemui banyak kendala, sehingga diyakini cenderung tidak akan optimal diterapkan di lapangan.
Meskipun demikian, beberapa aturan lain yang diterapkan pun cukup berhasil mencegah gelombang mobilitas dalam perayaan hari raya. Lebih dari 60 persen responden berpendapat, penerapan persyaratan dokumen untuk melakukan perjalanan, seperti surat izin keluar masuk dan keterangan bebas Covid-19 terbukti mampu menekan angka perjalanan.
Pada akhirnya, pro kontra terkait larangan mudik ini tentu menjadi hal lumrah. Pemerintah memang dihadapkan pada tantangan bagaimana membendung potensi mobilitas masyarakat di momentum lebaran ini. Penegakan aturan di lapangan akan menjadi kata kunci.