Membaca Peluang pada Era Kecerdasan Buatan
Munculnya kecerdasan buatan dan otomatisasi mendorong dinamika pasar tenaga kerja di masa depan. Adaptasi merupakan cara membaca peluang untuk dapat bertahan dengan meningkatkan keterampilan.
Kecerdasan buatan banyak digunakan perusahaan-perusahaan di dunia. Peningkatan pendapatan menjadi daya tarik bagi perusahaan menggunakan artificial intelligence. Perkembangannya juga menawarkan jenis-jenis pekerjaan baru yang menuntut adaptasi pasar tenaga kerja.
Penerapan kecerdasan buatan di perusahaan global terlihat dari survei yang dilakukan McKinsey terhadap 2.395 pelaku bisnis di dunia pada Juni 2020. Sebanyak 1.151 responden (48 persen) mengungkapkan bahwa perusahaannya telah menggunakan setidaknya satu fungsi kecerdasan buatan (AI) dalam menunjang kegiatan bisnis.
Manfaat dari nilai ekonomi membuat kecerdasan buatan banyak digunakan. Hasil survei yang dituangkan dalam laporan berjudul State of AI in 2020 tersebut juga memotret peningkatan perolehan pendapatan perusahaan setelah menggunakan kecerdasan buatan.
Peningkatan paling signifikan setelah menggunakan artificial intelligence adalah sektor pemasaran dan penjualan, kemudian perencanaan keuangan perusahaan, serta manajemen distribusi. Divisi pemasaran dan penjualan mencatatkan peningkatan pendapatan sebesar 79 persen setelah menggunakan AI. Capaian produktivitas tersebut didorong oleh meluasnya variasi produk dan keterjangkauan layanan hingga mendorong permintaan konsumen terhadap produk atau jasa.
Manfaat penggunaan kecerdasan bukan hanya bagi industri, tapi juga untuk masyarakat hingga negara. Dari sisi konsumen, kecanggihan keserdasan buatan dapat memberikan pengalaman baru bagi konsumen dalam beraktivitas. Melalui chatbot, misalnya, seseorang dapat berkomunikasi layaknya dengan seorang customer service, walau orang tersebut tidak terasa sedang mengobrol dengan mesin komputer.
Tawaran peningkatan produktivitas dari kegiatan industri dan konsumsi masyarakat juga berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi. Hasil kajian Sizing the Prize yang dilakukan lembaga PwC memproyeksikan, peningkatan PDB dunia yang dapat diraih pada 2030 melalui kecerdasan buatan dapat mencapai 14 persen atau 15,7 triliun dollar AS.
Potensi pertumbuhan tersebut berasal dari peningkatan produktivitas sektor industri dan dari konsumsi masyarakat. Salah satu negara yang diperkirakan akan meraup keuntungan dari penggunaan kecerdasan buatan adalah China. Pendapatan ekonomi China berpotensi meningkat hingga 26 persen atau 7 triliun dollar AS pada 2030.
Di Indonesia, penggunaan kecerdasan buatan diproyeksikan dapat meningkatkan pertumbuhan hingga 12 persen atau 366 miliar dollar AS pada 2030. Sektor yang berpeluang tumbuh pesat karena kecerdasan buatan di Indonesia adalah kesehatan, konstruksi, manufaktur, dan ritel. Nilai ekonomi era kecerdasan buatan akan mendorong munculnya jenis-jenis pekerjaan baru.
Pekerjaan baru
Meningkatnya penggunaan teknologi memunculkan 97 juta jenis pekerjaan baru di dunia. Ragam pekerjaan baru ini muncul dengan penyesuaian pembagian kerja antara manusia dan mesin. Riset The Future Jobs 2020 yang dilakukan World Economic Forum (WEF) mengidentifikasi keterampilan dan pekerjaan yang semakin dibutuhkan di masa depan.
Karena yang akan ditangani adalah mesin learning dan komputer, keterampilan yang dibutuhkan juga lebih banyak pada aspek teknologi, termasuk desain teknologi dan programming. Di luar kecerdasan teknis, bobot kemampuan analisis juga akan banyak diperlukan dunia kerja pada era kecerdasan buatan.
Ketrampilan berpikir kritis, analisis, inovasi, kreativitas, dan aktif belajar juga diperlukan untuk mengembangkan kecerdasan buatan. Era kecerdasan buatan juga memerlukan keseimbangan dari aspek kecerdasaran emosional, daya tahan terhadap stres, fleksibilitas dalam bekerja, dan kemampuan memiliki ide-ide dan penyelesaian masalah.
Kebutuhan ketrampilan tersebut membuka peluang munculnya pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan era kecerdasan buatan. Identifikasi jenis pekerjaan yang dibutuhkan tidak jauh berbeda dengan keterampilan yang diperlukan.
Dari hasil identifikasi ketrampilan yang dibutuhkan di masa depan, terdapat 20 jenis pekerjaan yang bakal meningkat di 2025. Sesuai dengan era yang cerdas, hampir seluruh jenis pekerjaan berhubungan dengan teknologi, mulai dari analis data, spesialis machine learning, spesialis big data, spesialis transformasi digital, analis keamanan informasi, pengembang aplikasi, serta profesional bidang basis data dan jaringan.
Profesi bidang bisnis dan pemasaran juga memiliki tren meningkat permintaannya, tetapi bobot pekerjaannya juga tidak jauh-jauh dari analis berbasis teknologi dan digital. Beberapa jenis pekerjaan di sektor bisnis adalah manajer layanan bisnis, analis manajemen dan organisasi, spesialis pengembangan organisasi, serta spesialis manajemen risiko bisnis.
Membaca peluang
Perkembangan kecerdasan buatan yang sudah mulai banyak digunakan perusahaan global dan kebutuhan ketrampilan pada masa depan merupakan realitas yang dihadapi tenaga kerja pada era mendatang. Hal ini harus diantisipasi karena memiliki dampak signifikan pada model pengajaran atau pendidikan bagi siswa atau mahasiswa yang akan memasuki dunia kerja.
Kemampuan otomotisasi dari kecerdasan buatan dapat menyebabkan 85 juta pekerjaan yang selama ini ditangani manusia tergantikan oleh mesin. Karenanya, muatan pendidikan mendatang harus meneropong karakter dan ekosistem kecerdasan buatan yang mampu membantu pekerjaan manusia dari sisi teknis.
Karakter kecerdasan buatan bertumpu pada sistem kerja menggunakan komputer atau mesin yang dibuat dengan fungsi kecerdasan layaknya manusia. Sistem kerja kecerdasan buatan (AI) berjalan dengan mempelajari data yang diterima.
Responsnya dilatih dengan menggunakan contoh-contoh tindakan yang dilakukan berulang-ulang. Artinya, semakin banyak data yang diterima dan dipelajari oleh sistem, semakin baik pula kemampuan AI dalam meniru bahkan hingga membuat prediksi.
Dengan kemampuan ini, tidak heran jika cara kerja kecerdasan buatan bisa diatur sesuai keinginan manusia. Contohnya adalah aplikasi chatbot. Program komputer ini dapat menjalankan suatu fungsi dengan cara diajak bercakap-cakap melalui suara atau teks. Aplikasi ini dapat ditemukan di berbagai perusahaan dan lembaga terutama yang menjalankan kegiatan layanan jasa.
Dalam masa pandemi Covid-19, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menggunakan chatbot untuk memberikan informasi seputar wabah korona. Aplikasi yang dijalankan melalui Facebook dan Whatsapp ini sekaligus juga digunakan untuk menangkal informasi keliru terkait penyakit Covid-19.
Fenomena penggunaan kecerdasan buatan oleh WHO pada masa pandemi menjadi peluang makin banyaknya penggunaan AI di semua lapisan organisasi/lembaga. Riset McKinsey juga menunjukkan bahwa 25 persen pemimpin perusahaan menyebutkan alasan mereka meningkatkan adopsi AI karena pandemi.
Syarat pengembangan
Munculnya fenomena kecerdasan buatan dan otomatisasi mendorong dinamika pasar tenaga kerja di masa depan. Agar tidak terbata-bata menyambut dinamika pasar tenaga kerja di era kecerdasan tersebut diperlukan sejumlah strategi untuk menyiapkannya.
Sejumlah syarat pengembangan kecerdasan buatan yang disusun oleh McKinsey dapat diterapkan oleh pemerintah/perusahaan. Kesiapan tersebut dari aspek sumber daya manusia, sarana teknologi, hingga model penerapan.
Dari sisi sumber daya manusia, diperlukan rumusan kurikulum pengembangan teknologi yang dibuat oleh tenaga profesional kecerdasan buatan. Selain itu, harus memiliki sistem pengembangan sumber daya manusia yang mewadahi banyak keahlian.
Kecerdasan buatan juga memiliki prasyarat memiliki standar alat dan alur kerja berbasis teknologi terkini dan memiliki sistem komputasi dengan standar dan orientasi level tinggi. Tidak kalah penting adalah membuat kecerdasan artifisial multiplatform yang terkoneksi dengan data science, data engineering, dan pengembangan aplikasi.
Sementara dari aspek manajemen penerapan, diperlukan daya dukung untuk membangun proses pemindahan teknologi kecerdasan artifisial dari tahap uji coba ke produksi. Selain itu, disarankan juga untuk memiliki sistem manajemen yang bisa mengubah arah pengembangan teknologi secara efektif apabila terjadi kesalahan.
Di Indonesia, pemerintah melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah membuat rencana strategi nasional pengembangan kecerdasan buatan. Implemetasinya dilakukan dengan membuat kebijakan satu data Indonesia, membuat peta jalan industri Indonesia (Making Indonesia 4.0), serta membangun infrastruktur jaringan komputasi awan dan penyediaan dataset publik.
Rencana strategi tersebut menyasar lima bidang prioritas kecerdasan buatan, yaitu layanan kesehatan, reformasi birokrasi, pendidikan dan riset, ketahanan pangan, serta mobilitas dan kota pintar.
Era kecerdasan buatan telah memberikan tantangan bagi pasar tenaga kerja yaitu perubahan karena adopsi teknologi. Adaptasi merupakan cara membaca peluang untuk dapat bertahan dengan meningkatkan keterampilan. Tanpa adaptasi, ancaman tenaga kerja yang tersingkir karena otomatisasi bakal kian menambah beban pengangguran nasional yang sudah terpuruk karena pandemi Covid-19. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Kecerdasan Buatan, Mitra Peradaban Modern Manusia