Aturan protokol kesehatan harus benar-benar diterapkan secara ketat oleh pengelola hotel, restoran, ataupun lokasi wisata. Jika hal itu dijalankan secara baik, daya tarik "staycation" akan semakin besar.
Oleh
Susanti Agustina S
·5 menit baca
Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung sepuluh bulan menimbulkan rasa jenuh dalam masyarakat. Tidak sedikit orang mengatasi kejenuhan dengan melakukan aktivitas berlibur staycation. Aktivitas ini menjadi salah satu alternatif liburan yang disarankan pemerintah di tengah pandemi.
Staycation merupakan singkatan dari kata stay (tetap) dan vacation (liburan). Ada pula yang menyebutnya holistay yang disingkat dari kata holiday (liburan) dan stay (tetap). Staycation menjadi istilah yang digunakan untuk kegiatan berlibur di daerah asal, biasanya merujuk pada kota tempat tinggal kesehariannya.
Alih-alih liburan ke luar negeri, staycation dilakukan di rumah sendiri atau melakukan perjalanan ke atraksi-atraksi lokal yang berada di sekitar tempat tinggal atau di kota sendiri. Selain menguntungkan masyarakat dari sisi pencegahan penularan Covid-19, aktivitas ini menjadi ”oase” bagi jasa perhotelan, kuliner, dan wisata setempat.
Menjelang libur Natal dan Tahun Baru 2021, Satgas Covid-19 Pusat menyarankan beberapa hal yang harus dijadikan pelajaran untuk mengantisipasi kenaikan kasus. Salah satunya, satgas mendorong alternatif kegiatan dalam mengisi masa libur tanpa menimbulkan kerumunan.
Aktivitas alternatif seperti tur virtual ke tempat-tempat wisata, kuliner, dan staycation sangat disarankan. Kegiatan ini memungkinkan masyarakat untuk berlibur, tetapi dengan potensi penularan Covid-19 minim.
Di negara maju, staycation mencapai popularitas tinggi, sebagaimana di Amerika Serikat selama krisis keuangan 2007-2009, yakni ketika tingkat pengangguran dan harga gas tinggi. Staycation juga menjadi fenomena populer di Inggris pada 2009 saat nilai kurs poundsterling melemah sehingga liburan ke luar negeri jauh lebih mahal.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia selama Januari-Agustus 2020 anjlok 87 persen dari 1,27 juta menjadi 164.970 wisatawan. Secara tahunan, kunjungan wisatawan mancanegara di Indonesia turun 89,22 persen. Akibatnya, industri pariwisata seperti perhotelan, kunjungan ke tempat wisata, dan jasa penerbangan mengalami masa sulit.
Data Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia hingga April 2020 menyebutkan, setidaknya ada 698 hotel di Indonesia yang mengakhiri operasi. Bahkan, mereka terpaksa memberhentikan pekerja.
Pelonggaran pembatasan sosial disertai ragam promosi yang dilakukan sedikit menaikkan tingkat hunian perhotelan. Laporan BPS menunjukkan terjadi tren hunian kamar hotel yang meningkat sejak Mei, dan berhasil mencapai 32,93 persen pada Agustus.
Hal ini terjadi setelah keterpurukan paling dalam pada April dengan tingkat hunian hanya 12,67 persen. Tingkat hunian masih terus meningkat hingga Oktober yang mencapai 37,48 persen.
Di Jakarta, kunjungan ke restoran juga meningkat selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi pada Juli-Agustus 2020. Mandiri Institute dalam laporannya berjudul ”Ritel dan Restoran dalam Dinamika Kenormalan Baru” melaporkan, kunjungan ke dua sektor yang paling terdampak ini sudah mencapai 57 persen. Makan di tempat (dine-in) di restoran mencapai 52,3 persen pada Juli-Agustus 2020.
Ragam aktivitas
Staycation yang makin populer di masa pandemi efektif untuk mengurangi kejenuhan akibat pembatasan aktivitas sosial keluar rumah. Keuntungan staycation antara lain hemat biaya karena tak memerlukan biaya transportasi tiket pesawat atau ongkos kendaraan.
Staycation juga lebih hemat dan praktis dibandingkan dengan liburan jarak jauh seperti ke luar negeri yang dipengaruhi perubahan cuaca atau zona waktu. Selain itu, staycation berdampak positif terhadap ekonomi lokal.
Staycation di hotel dalam kota bisa menjadi pilihan aman ketimbang berkumpul ramai-ramai di rumah keluarga di luar kota. Namun, pemilihan hotel harus memperhatikan penerapan mitigasi Covid-19. Mitigasi itu berupa pemesanan kamar secara daring, pembatasan jumlah tamu menginap, pengaturan jumlah tamu dalam lift, disinfeksi kamar hotel, penggantian prasmanan dengan makanan kotak, dan lainnya.
Pilihan aktivitas di hotel atau vila dapat berupa menonton film-film secara streaming, memesan makanan dari luar, bermain board games (permainan manual), olahraga, meditasi, dan spa. Beberapa orang bahkan memilih untuk menginap di hotel agar bisa bekerja dengan suasana baru, sekaligus menikmati layanan yang ditawarkan hotel.
Jika memilih hotel resor dengan pemandangan alam, aktivitas di sekitar penginapan dapat dilakukan. Berwisata di alam terbuka merupakan salah satu cara untuk menghindari kerumunan.
Banyak hotel menawarkan suasana nyaman bagi tamu. Kenyamanan ini mulai dari segi fasilitas, protokol kesehatan, hingga diskon besar-besaran. Promosi yang diberikan termasuk berupa tes cepat (rapid test) bagi mereka yang hendak menginap. Hotel-hotel juga kian gencar menawarkan paket bagi orang yang hanya ingin menikmati masakan ala hotel tanpa harus menginap.
Selain menginap di hotel dalam kota, staycation dapat berupa aneka kegiatan di dalam kota tempat tinggal, antara lain bersepeda, menikmati kuliner, dan menikmati pantai. Liburan itu juga bisa berupa menikmati alam pegunungan yang berada tak jauh dari lokasi tempat tinggal dengan tetap menghindari kerumunan.
Berlibur di dalam kota atau wilayah tempat tinggal menjadi alternatif destinasi wisata di masa depan. Setiap wilayah kian memiliki banyak obyek wisata unggulan.
Pengawasan
Optimisme usaha sektor perhotelan dan restoran, yang berlangsung sejak Mei hingga Oktober 2020 dan mencapai puncaknya pada Desember ini, akan dihadapkan pada sejumlah kendala. Masih tingginya kasus positif Covid-19 menjadi momok, bahkan untuk melakukan staycation.
Hingga 4 Desember 2020, jumlah kumulatif kasus positif Covid-19 mencapai 563.680 kasus, dengan penambahan dalam sehari mencapai 5.803 kasus. Penambahan kasus Covid-19 itu belum mencerminkan pola penurunan yang melandai.
Periode libur panjang yang telah berlangsung pada libur Idul Fitri, HUT RI, ataupun libur panjang pada akhir Oktober 2020 menimbulkan peningkatan kasus Covid-19. Pergelaran pemilihan kepala daerah pada 9 Desember 2020 diprediksi juga dapat meningkatkan kasus positif Covid-19 jika protokol kesehatan tidak diterapkan secara ketat. Kondisi serupa sangat mungkin terjadi setelah periode libur Natal dan Tahun Baru.
Aturan protokol kesehatan harus benar-benar diterapkan secara ketat oleh pengelola hotel, restoran, ataupun lokasi wisata. Pengawasan secara berkala oleh pemerintah daerah dan sanksi bagi pihak yang abai sangat dibutuhkan demi tetap memberikan jaminan kenyamanan bagi masyarakat. Jika hal itu dijalankan secara baik, daya tarik staycation akan semakin besar.