Wisatawan Domestik Jadi Penopang Industri Pariwisata
Pelaku industri pariwisata dan ekonomi kreatif harus berstrategi untuk meningkatkan minat dan daya beli wisatawan domestik.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wisatawan domestik kini jadi tumpuan bagi industri pariwisata dan ekonomi kreatif nasional untuk bangkit dari dampak pandemi. Karena itu, pelaku industri pariwisata dan ekonomi kreatif harus berstrategi untuk meningkatkan minat dan daya beli wisatawan domestik.
Direktur Pemasaran Regional I Deputi Bidang Pemasaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Vinsensius Jemadu, Rabu (2/12/2020), mengatakan, pemerintah masih akan fokus mendorong pergerakan wisatawan domestik atau wisatawan Nusantara.
”Kita akan tetap fokus dengan pasar dalam negeri saja,” ujarnya dalam webinar bertajuk ”Bertahan atau Pasrah? Apa Kata Pengusaha Kecil Sektor Pariwisata di Indonesia? Studi Kasus Labuan Bajo, Bali, dan Lombok”.
Wisatawan domestik diandalkan karena masih terbatasnya kedatangan wisatawan asing sampai saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), secara kumulatif sejak Januari–September 2020, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 3,56 juta kunjungan, turun 70,57 persen dibandingkan dengan 12,10 juta kunjungan pada periode sama tahun 2019.
Pergerakan wisatawan domestik selama 2020 juga diprediksi jauh menurun. Pada tahun 2019, BPS mencatat ada 282 juta kali pergerakan wisatawan domestik. Sementara sampai akhir tahun 2020, diproyeksikan hanya akan mencapai 120 juta untuk level pesimistis dan 139 juta untuk level optimistis.
Berkurangnya wisatawan mancanegara sangat berdampak pada destinasi yang selama ini banyak didatangi wisatawan asing, seperti Bali, Lombok, dan Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal ini, antara lain, dialami Kedai Kopi Mane Ruteng milik Bony Romas di Manggarai, NTT.
Kedai yang sudah mendunia tersebut terkenal karena menyajikan beragam produk organik dari kebun-kebun para petani di kawasan Manggarai Raya, yaitu dari Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai Timur. Sebanyak 80 persen pasar mereka adalah wisatawan mancanegara.
”Sekarang, karena pandemi, kami berusaha menaikkan pasar lokal kita sampai 40-50 persen. Ini jadi tantangan kami sejak lama. Apalagi budaya kami di setiap rumah, tamu biasa diberi kopi gratis. Namun, kami mencoba memperkenalkan ke anak muda mengenai gelombang ketiga kopi, kopi bisa diminum di kedai dan jadi gaya hidup yang tidak terlalu mahal,” tuturnya.
Sembari secara perlahan mengubah kebiasaan orang lokal, mereka juga melakukan aksi cepat untuk tetap bisa menggairahkan usaha kopi mereka. Strategi penjualan daring (online) pun dilakukan untuk tetap bisa memenuhi kerinduan pelanggan yang tidak bisa langsung ke kedai mereka karena pembatasan sosial.
”Omzet penjualan online kami kini sudah 30 persen, cukup untuk bertahan di masa sulit. Kami juga terus menunggu kedatangan wisatawan domestik dari luar pulau untuk ke mari. (Pemasaran) ini jadi pilihan karena saluran yang beragam, baik lewat media sosial maupun televisi, sangat membantu kami,” tuturnya.
Selain menjual produk kopi, kedai kopi tersebut juga menjual cerita kopi dan sejarahnya kepada pelanggan. Bersama petani kebun kopi dan pelaku industri terkait serta pemerintah, mereka juga menyepakati dibangunnya agrowisata kopi untuk menarik wisatawan. Strategi ini diharapkan meningkatkan kualitas layanan wisata dan wisatawan itu sendiri.
Protokol kesehatan
Selain berstrategi dengan inovasi, penerapan protokol kesehatan juga meningkatkan kepercayaan dan gairah wisatawan lokal untuk berwisata. Mengutip data Kemenparekraf, adaptasi kebiasaan baru secara perlahan mengurangi kegiatan masyarakat di rumah.
Rizal Amir, Direktur Cinta Holiday, operator wisata di Lombok, Nusa Tenggara Barat, merasakan dampak dari promosi protokol kesehatan di tempat wisata terhadap kepercayaan wisatawan di Lombok. Beberapa destinasi wisata unggulan di Lombok, antara lain, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Lombok Tengah, Kawasan Tiga Gili di Lombok Utara, dan destinasi wisata di Taman Nasional Gunung Rinjani.
Kendati jumlah kunjungan masih jauh dari normal, pembukaan penerbangan tanpa ada pembatasan ke beberapa kawasan wisata dan penerapan protokol kesehatan sebagai prosedur standar operasi turut menggerakkan wisatawan.
”Di awal masa pandemi, banyak operator wisata yang mengadakan tur virtual sebagai strategi bertahan. Namun, kekayaan budaya kita, termasuk di Lombok, yang merupakan percampuran Jawa dan Bali, sayang dilewatkan. Jadi, kami mengajak wisatawan tetap semangat dan jangan bosan menerapkan protokol kesehatan,” ujarnya.
Peningkatan kunjungan ke Bali juga dirasakan jaringan toko Krisna Oleh Oleh Bali. Ali Azis Wibowo, salah satu pengelola, merasakan peningkatan penjualan produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sejak bulan Juli 2020.
”Belakangan ini, penjualan sudah berkisar 30-40 persen penjualan di masa normal. Bahkan, di akhir pekan, bisa 80 persen. Saya yang membawahkan 32 outlet sejak beberapa bulan lalu sudah meminta karyawan dipekerjakan lagi agar 475 UMKM yang kami bantu semangat lagi berproduksi, tentunya sesuai kebutuhan,” tuturnya.