Panggung Kontestasi Politisi Muda Trenggalek
Kemenangan Emil-Arifin di Pilkada Trenggalek lima tahun silam yang mampu mendongkrak tingkat partisipasi menggambarkan antusiasme pemilih terhadap sosok-sosok politisi muda.
Pemilihan kepala daerah di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, mengalami transformasi. Jika sebelumnya diramaikan oleh politisi-politisi senior yang sudah menjadi tokoh lokal di wilayah ini, kini politisi muda bermunculan meramaikan panggung politik daerah itu.
Kecenderungan munculnya sosok-sosok muda ini dimulai ketika Pilkada Kabupaten Trenggalek tahun 2015. Saat itu, muncul pasangan Emil Elestianto Dardak-Mochamad Nur Arifin yang diusung koalisi PDI-P, Demokrat, Gerindra, Partai Amanat Nasional, dan Golkar. Pasangan ini berhasil menyisihkan pasangan Kholiq-Priyo Handoko yang diusung Partai Kebangkitan Bangsa dengan kemenangan mencapai 76,2 persen suara.
Kemenangan ini sekaligus membuktikan bahwa pengaruh petahana, yang saat itu dipegang oleh Kholiq yang sebelumnya menjabat Wakil Bupati Trenggalek, tidak menjamin mendulang dukungan lebih besar daripada pemilih. Diakui atau tidak, munculnya Emil-Arifin ini juga cukup fenomenal. Dari sisi usia, mereka tercatat sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah termuda saat dilantik pada 2016. Saat dilantik, Emil berusia 31 tahun 9 bulan, sedangkan Arifin atau biasa dikenal dengan panggilan Cak Ipin ini baru berusia 25 tahun. Bahkan, Arifin pernah dianugerahi wakil bupati termuda di Indonesia oleh Museum Rekor-Dunia Indonesia.
Munculnya sosok-sosok muda ini seakan menjadi wajah baru yang sebelumnya kontestasi diisi oleh sosok-sosok paruh baya yang berusia di atas usia 45 tahun, bahkan lebih dari 50 tahun. Selain dari sisi usia, sosok-sosok yang muncul di dua pilkada awal di Trenggalek masih didominasi wajah-wajah lama.
Saat dilantik, Emil berusia 31 tahun 9 bulan, sedangkan Arifin atau biasa dikenal dengan panggilan Cak Ipin ini baru berusia 25 tahun.
Pada pilkada 2005, misalnya, muncul dua pasangan calon, yakni Soeharto-Mahsun Isma’il dan Mulyadi-Joko Irianto Soetran. Mulyadi adalah bupati Trenggalek periode 2000-2005. Di Pilkada 2005, Mulyadi harus mengakui kemenangan pasangan Soeharto-Mahsun.
Pada pilkada 2010, terjadi pecah kongsi pasangan petahana. Soeharto dan Mahsun sama-sama maju sebagai calon bupati. Selain kedua nama ini, muncul lagi nama Mulyadi, mantan bupati dan mantan kontestan di Pilkada 2005. Pilkada 2010 ibarat ”balas dendam” bagi Mulyadi. Setelah dikalahkan Soeharto di pilkada 2005, lima tahun kemudian Mulyadi berhasil merebut kembali kursi bupati. Kondisi ini membuat pilkada 2005 dan 2010 di Trenggalek diramaikan wajah-wajah lama.
Namun, suasana berbeda terjadi di Pilkada 2015. Kemunculan pasangan Emil-Arifin sedikit banyak mengubah peta politik di wilayah ini. Selain tren usia muda yang mulai meramaikan ajang kontestasi, ada tren peningkatan kembali tingkat partisipasi. Pada Pilkada 2010, angka partisipasi sempat menurun di kisaran 58,6 persen dibandingkan dengan pilkada sebelumnya (2005) yang tercatat 72,3 persen. Di Pilkada 2015, angka partisipasi kembali terdongkrak mencapai 67,8 persen.
Selain itu, juga ada tren kenaikan jumlah suara yang diraih pasangan calon pemenang. Perolehan suara Emil-Arifin yang mencapai 76,2 persen adalah rekor tertinggi yang pernah diraih pasangan yang memenangi pilkada langsung di wilayah ini. Di pilkada 2005, pasangan pemenang hanya meraih 51,5 persen, sedangkan di Pilkada 2010 tercatat di angka 54,4 persen.
Politisi muda
Sebagai pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah termuda di Indonesia yang dihitung saat terpilih, Emil-Arifin menjadikan Trenggalek sebagai pusat perhatian baru. Tidak mengherankan jika kemudian belum genap dua tahun memimpin Trenggalek, Emil dipercaya menjadi calon wakil gubernur di Pilkada Jawa Timur tahun 2018 mendampingi Khofifah. Pasangan Khofifah-Emil pun akhirnya memenangi pilkada dan menjadikan Emil sebagai wakil gubernur termuda yang pernah dimiliki Jawa Timur.
Baca juga: Kartini Masa Kini di Tengah Pandemi
Hasil pemilihan gubernur tersebut pada akhirnya menjadikan Arifin naik menggantikan Emil sebagai Bupati Trenggalek sampai menjelang akhir periodenya di pilkada tahun ini. Kepemimpinan Cak Ipin relatif berjalan baik, terbukti sejumlah program, terutama dalam mengurangi angka kemiskinan, ada tren yang positif. Sejumlah program digalakkan Arifin, termasuk yang sudah dimulai saat masih berpasangan dengan Emil, seperti program Gertak (Gerakan Tengok Bawah Masalah Kemiskinan).
Pada era kepemimpinan Arifin, program ini berjalan dengan sejumlah terobosan, salah satunya dengan melakukan blusukan, bahkan bermalam di rumah-rumah warga yang hidup di garis kemiskinan. Upaya ini masih menjadi agenda yang akan dibawa Arifin yang di pilkada tahun ini berpasangan dengan sosok politisi yang juga relatif masih muda. Dia adalah Syah Muhammad Nata Negara, yang usianya juga baru 31 tahun. Terakhir, Syah menjadi anggota DPRD Trenggalek dari Fraksi PKB.
Arifin dan Syah adalah sama-sama berbasis nahdliyin meskipun berbeda latar belakang partai politik (parpol). Arifin adalah kader PDI-P dan saat ini menjadi Ketua DPC PDI-P Trenggalek, sedangkan Syah lebih banyak berkecimpung di organisasi yang masih berafiliasi dengan nahdliyin, termasuk menjadi politisi PKB, meskipun partainya tidak mengusung pasangan ini. Pasangan Arifin-Syah diusung oleh koalisi PDI-P, Golkar, Demokrat, Gerindra, PAN, Hanura, dan PPP dengan total penguasaan kursi DPRD mencapai 62,2 persen.
Sementara penantangnya adalah pasangan Alfan Rianto-Zaenal Fanani. Sebelumnya, Alfan berkarier di BUMN dan terakhir tercatat sebagai Direktur Operasional Perum Jasa Tirta I. Sementara Zaenal Fanani, dikenal juga sebagai politisi PKB Trenggalek, sama dengan Syah. Zaenal juga relatif muda, yakni 34 tahun dan sudah berpengalaman menjadi anggota DPRD Kabupaten Trenggalek dari Fraksi PKB. Pasangan Alfan-Zaenal ini diusung oleh koalisi PKB dan PKS dengan penguasaan 37,8 persen kursi DPRD kabupaten itu.
Pertaruhan PKB
Munculnya dua kader PKB di Pilkada Trenggalek tahun ini akan menjadi pertaruhan bagi partai ini. Zaenal dan Syah sama-sama kader PKB dan keduanya maju sebagai calon wakil bupati.
Jika merujuk Pilkada 2005 dan 2010, pemenangnya selalu pasangan yang diusung PKB. Namun, kondisi ini berubah di Pilkada 2015 ketika pasangan yang diusung PKB tergeser oleh pendatang baru, pasangan Emil-Arifin.
Kini, munculnya dua kader PKB di dua kubu yang berbeda pada pilkada tahun ini bisa menjadi poin lebih bagi PKB. Rekomendasi secara resmi jatuh ke pasangan Alfan Rianto-Zaenal Fanani. Namun, nama Syah Muhamad Nata Negara di kubu lainnya juga akan menjadi insentif politik bagi PKB jika pasangan petahana ini mampu mendulang kemenangan di pilkada nanti. Apalagi, sebagai peraih kursi terbanyak di DPRD Trenggalek, daya tawar PKB tetap tinggi bagi siapa pun pasangan yang nanti menjadi pemenang.
Baca juga: Mantan Bupati Trenggalek dan Wartawan Korupsi Rp 7,4 Miliar
Pada akhirnya, munculnya politisi-politisi muda yang meramaikan panggung politik di Trenggalek menjadi tren positif di ajang kontestasi elektoral seperti pilkada serta menjadi ajang kaderisasi politik bagi parpol. Kemenangan Emil-Arifin di Pilkada Trenggalek lima tahun silam yang mampu mendongkrak tingkat partisipasi dan angka kemenangan sedikit banyak menggambarkan antusiasme pemilih terhadap sosok-sosok politisi muda.
Di pilkada tahun ini, kehadiran politisi muda kembali diuji, apakah mereka layak dipilih karena sekadar muda atau memang diyakini akan mampu membawa perubahan yang lebih baik bagi Trenggalek. Mengurangi angka kemiskinan di daerah ini menjadi agenda bersama yang semestinya harus siap dilakukan siapa pun nanti pasangan yang akan memenangkan pilkada. (Litbang Kompas)