Mencari Pemimpin Sembada di Kabupaten Sleman
Melihat visi dan misi yang ada, siapa pun pemimpin baru Kabupaten Sleman seharusnya mampu membawa perubahan yang baik. Syaratnya, mereka setia dengan nilai-nilai sembada, antara lain menepati janj dan pantang menyerah.
Di tengah dampak pandemi Covid-19, harapan besar warga Kabupaten Sleman bertumpu pada kehadiran pemimpin baru. Pilkada diharapkan menghasilkan sosok pemimpin yang sembada pada visi dan misi untuk perubahan yang lebih baik di kabupaten ini.
Menyambut pilkada serentak tahun 2020, KPU Sleman resmi menetapkan tiga pasangan calon bupati dan calon wakil bupati. Di nomor urut satu, ada paslon Danang Wicaksana dan Raden Agus Choliq. Kemudian nomor urut dua ialah pasangan Sri Muslimatun dan Amin Purnama. Terakhir, di nomor urut tiga, diisi pasangan Kustini Sri Purnomo dan Danang Maharsa.
Tiga paslon tersebut akan memperebutkan suara dari total 794.839 pemilih yang tersebar di 17 kecamatan, 86 desa, dan 2.124 TPS. Jika menang kelak, paslon terpilih akan menggantikan Sri Purnomo yang sudah genap dua kali berturut-turut menjabat Bupati Sleman.
Paslon pada Pilkada Kabupaten Sleman kali ini bukanlah wajah baru. Salah satunya, Danang Wisaksana yang sebelumnya ikut di Pilkada 2015. Kala itu, Danang Wisaksana maju sebagai calon wakil bupati mendampingi petahana Yuni Satia Rahayu. Namun, hasil pilkada belum berpihak pada mereka. Kemenangan diraih Sri Purnomo dengan 56,66 persen perolehan suara.
Selanjutnya, Sri Muslimatun merupakan petahana. Sejak 2015, ia mendampingi Sri Purnomo menjabat Wakil Bupati Sleman. Sebelumnya ia juga turut bertanding pada Pilkada Sleman tahun 2010 bersama enam paslon lainnya. Saat itu ia mendaftarkan diri sebagai calon wakil bupati bersama sosok yang mengikuti Pilkada Sleman sejak tahun 2000, yaitu Hafiz Asrom.
Terakhir adalah Kustini Sri Purnomo yang merupakan istri dari Sri Purnomo. Berbeda dengan dua sosok sebelumnya, Kustini tercatat belum pernah mengikuti Pilkada Sleman. Meski demikian, pengalaman mendampingi sang suami selama dua periode membuatnya mantap mencalonkan diri sebagai pemimpin Sleman selanjutnya.
Dukungan partai
Kali ini, seluruh kekuatan partai dikerahkan untuk mendukung Pilkada Sleman. Diketahui pada periode 2019-2024, DPRD Kabupaten Sleman berisi 50 kursi perwakilan yang terdiri dari delapan partai politik. Semuanya terpantau menyebar secara merata, mendukung ketiga paslon yang sedang bertanding.
Paslon nomor urut satu didukung tiga partai, yaitu Gerindra, PKB, dan PPP, dengan total 15 kursi. Dukungan partai ini bukan tanpa alasan. Paslon ini merupakan kader partai. Danang Wisaksana aktif di DPP Partai Gerindra sejak 2012, sedangkan Agus Choliq aktif di DPC PKB Kabupaten Sleman sejak 2003.
Paslon nomor urut dua juga didukung tiga partai, yaitu PKS, Golkar, dan Nasdem, dengan total 14 kursi. Kedekatan Sri Muslimatun dengan Partai Nasdem dimulai sejak 2015. Sebelumnya, Sri merupakan anggota DPRD Sleman periode 2014-2019 dari Fraksi PDI-P. Ia kemudian keluar setelah terpilih sebagai Wakil Bupati Sleman di luar dukungan PDI-P.
Sementara itu, paslon nomor urut tiga didukung dua partai, yaitu PDI-P dan PAN, dengan total 21 kursi. Dukungan PDI-P mengalir pada Danang Maharsa yang merupakan kader loyal. Karier Danang dimulai sejak 1999 ketika ia menjadi Ketua Ranting PDI-P Desa Tridadi. Kemudian di 2014 dan 2019, Danang Maharsa terpilih sebagai anggota DPRD Sleman dari Fraksi PDI-P.
Menengok rekam jejak di pilkada sebelumnya, kemenangan paslon di Sleman berdasarkan dukungan partai terjadi secara dinamis. Dukungan partai besar belum tentu berhasil mengantar paslon ke podium kemenangan. Seperti halnya yang terjadi pada pilkada tahun 2015, ketika pasangan Yuni Satia Rahayu-Danang Wicaksana maju dengan dukungan PDI-P dan Partai Gerindra.
Bahkan, pada pilkada tahun 2010, paslon jalur perseorangan berhasil meraup suara cukup banyak. Mereka ialah Bugiakso dan Kabul Muji Basuki dengan perolehan 21,1 persen suara. Angka ini mengalahkan suara untuk paslon Hafidz Asrom dan Sri Muslimatun yang didukung Partai Demokrat, PPP, dan PKS. Begitu juga Zaelani dan Heru Irianto Dirjaya yang didukung PDP dan Partai Hanura.
Bagi warga Sleman, sosok calon pemimpin menjadi salah satu pertimbangan dalam memilih. Contohnya Bugiakso, selain sebagai pendiri Patriot Pangan, ia juga terkenal memiliki pemikiran yang membela rakyat kecil. Meski tidak didukung partai mana pun, kala itu sosok semacam ini dapat menjadi salah satu harapan baru bagi sebagian besar warga Sleman.
Sembada
Sosok pemimpin yang sembada juga menjadi hal yang penting dalam pilkada di Sleman. Pertimbangan ini muncul terutama belajar dari pengalaman kasus korupsi yang menimpa Bupati Sleman periode 2000-2005 dan 2005-2010, Ibnu Subiyanto. Di akhir masa jabatannya, tahun 2010, Ibnu tersandung kasus korupsi pengadaan buku pelajaran sekolah yang merugikan negara hingga Rp 12,1 miliar.
Kasus yang mencoreng citra seorang pemimpin ini secara tidak langsung memengaruhi tingkat partisipasi warga Sleman menggunakan hak pilih. Diketahui tingkat partisipasi warga pada Pilkada Sleman tahun 2010 tercatat 70,68 persen. Angka ini turun dari pilkada sebelumnya yang masih berada di angka 76,68 persen.
Sembada merupakan kata dalam bahasa Jawa. Artinya ’kepribadian pantang menyerah, tabu berkeluh kesah, menepati janji, taat asas, dan bertekad bulat’. Menjadi slogan Kabupaten Sleman sejak tahun 1991, kata sembada bagaikan prinsip yang seharusnya diterapkan seluruh warga Sleman, termasuk di dalamnya bupati sebagai pemimpin kabupaten ini.
Jelang pilkada pada 9 Desember, satu per satu paslon gencar memaparkan visi dan misi melalui berbagai media. Mereka melakukannya lewat alat peraga kampanye hingga debat terbuka yang disiarkan di stasiun televisi. Meski tidak sama persis, setiap visi dan misi yang diusung memiliki tujuan yang sama, yaitu mengantar Sleman menjadi lebih baik.
Baca juga: Mahasiswa Indekos di Sleman Wajib Bawa Surat Keterangan Sehat Bebas Covid-19
Dimulai dari paslon nomor urut satu yang termotivasi oleh keprihatinan memburuknya perekonomian masyarakat Sleman akibat dampak pandemi. Mereka ingin menggali potensi di desa dan mengembangkannya agar terwujud kesejahteraan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat dan pemerataan pembangunan di desa-desa.
Paslon nomor urut dua termotivasi untuk mewujudkan Kabupaten Sleman lebih maju, mandiri, sejahtera, berdaya saing, dan berkepribadian. Sejumlah upaya akan dilakukan, seperti meningkatkan pelayanan dasar, meningkatkan tata kelola pemerintah, serta meningkatkan kualitas pengelolaan SDA dan lingkungan. Upaya-upaya ini akan dimulai dari level padukuhan.
Terakhir, paslon nomor urut tiga ingin membangun Sleman sebagai ”rumah bersama” agar lebih maju. Upaya yang hendak dilakukan adalah pemulihan dampak Covid-19, khususnya di sektor pendidikan, pariwisata, dan UMKM. Birokrasi didedikasikan untuk melayani masyarakat dengan semangat revolusi industri 4.0, meningkatkan kreativitas masyarakat, dan kapasitas SDM.
Harapan baru
Di tengah sejumlah persoalan yang sedang dihadapi warga, visi dan misi ketiga paslon di atas dapat menjadi harapan baru di tengah pandemi Covid-19 yang berdampak pada sektor terbesar penyumbang PDRB Kabupaten Sleman. Tahun 2019, BPS mencatat sektor itu ialah industri pengolahan (13,12 persen), konstruksi (12,57 persen), serta akomodasi dan makan minum (10,36 persen).
Data Disnaker Sleman menunjukkan, periode 1 Maret hingga 31 Agustus 2020, terdapat 1.084 pekerja yang kehilangan pekerjaan. Dari total itu, 585 orang dirumahkan dan 499 orang lainnya terkena PHK. Pemkab Sleman telah menyediakan bantuan sosial tunai, tetapi hanya untuk jangka waktu tertentu.
Baca juga: Erupsi Eksplosif Dimungkinkan, Barak Pengungsian Disiapkan di Sleman
Mereka harus tetap mencari pekerjaan lain agar dapat menyambung hidup.
Sementara itu, kontribusi sektor pertanian yang relatif tidak terdampak justru menyusut dari tahun ke tahun. Kondisi ini disebabkan minimnya regenerasi petani di Kabupaten Sleman. Sejumlah penelitian menunjukkan, mayoritas petani di Sleman berusia 50 tahun bahkan lebih. Nilai ekonomi yang menguntungkan sebagai petani menjadi tantangan agar dapat menarik minat generasi muda.
Jika persoalan ini tidak segera diatasi, ketimpangan di Kabupaten Sleman yang sebelumnya sudah terjadi akan semakin melebar. Indeks gini terakhir tahun 2018 mencapai 0,42 dan lebih besar dari 0,39 di tahun 2016.
Melihat visi dan misi yang ada, siapa pun pemimpin baru Kabupaten Sleman pasti akan membawa perubahan yang baik. Namun, semua itu akan terwujud jika mereka setia dengan nilai-nilai sembada.
(Litbang Kompas)