Pertarungan Terbuka di Timor Tengah Utara
Peta kekuatan politik lokal di Timor Tengah Utara terbilang unik, baik dalam bidang legislatif maupun eksekutif.
Setelah sukses menggeser dominasi PDI-P dalam penguasaan legislatif di Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, Partai Nasdem kini mencoba peruntungan dalam ranah eksekutif. Tantangan yang dihadapi cukup berat, yakni dua poros koalisi penantang yang sama-sama mengusung tokoh lokal berpengalaman.
Peta kekuatan politik lokal di Timor Tengah Utara terbilang unik, baik dalam bidang legislatif maupun eksekutif. Dalam ranah legislatif, tidak ada satu pun partai politik atau parpol yang mampu mempertahankan dominasi sejak Pemilu 2004. Dari empat kali penyelenggaraan pemilu, ada tiga parpol pemenang yang berbeda.
Golkar sempat menunjukkan keunggulan mutlak dalam Pemilu 2004. Saat itu, parpol ini menguasai 43 persen kursi (13 kursi) di DPRD Timor Tengah Utara. Penguasaan kursi itu merupakan rekor tertinggi yang hingga kini belum mampu disaingi oleh parpol mana pun di wilayah itu.
Namun, pada Pemilu 2009, penguasaan kursi yang diraih Golkar di DPRD menyusut drastis menjadi 17 persen (5 kursi). Meskipun masih menjadi yang tertinggi, suara pemilih tidak hanya terkonsentrasi pada parpol besar. Distribusi suara pemilih yang cukup merata terlihat dari jumlah parpol di DPRD yang semakin bertambah dari sembilan parpol pada 2004 menjadi 14 parpol pada 2009.
Pada Pemilu 2014, preferensi pemilih kembali berganti. Penguasaan kursi Golkar di DPRD semakin menyusut menjadi 13 persen (4 kursi), sedangkan PDI-P unggul untuk pertama kalinya dengan raihan 27 persen kursi (8 kursi). PDI-P menjadi satu-satunya parpol yang mampu meraih lebih dari empat kursi di DPRD saat itu.
Namun, keunggulan PDI-P tidak berlangsung lama. Dalam Pemilu 2019, Nasdem gantian unggul dan menggeser dominasi PDI-P. Raihan kursi Nasdem di DPRD pun meningkat dari 2014 sebanyak 3 kursi menjadi 8 kursi. Persis seperti PDI-P lima tahun sebelumnya, Nasdem menjadi satu-satunya parpol yang mampu meraih lebih dari empat kursi di DPRD.
Kondisi ini mengindikasikan lemahnya loyalitas dan daya dukung pemilih terhadap partai politik di Timor Tengah Utara. Namun, kondisi sebaliknya tampak dalam ranah eksekutif. Para pemilih terbilang loyal untuk mendukung figur yang telah memiliki pengalaman dan popularitas.
Loyalitas itu terekam dalam setiap gelaran pilkada. Pada 2010, misalnya, meski pilkada diikuti oleh lima pasangan calon (paslon), konsentrasi pemilih praktis hanya tertuju pada duo petahana yang kembali mencalonkan diri pada poros yang berbeda. Pasangan Gabriel Manek-Raymundus Sau Fernandes yang sebelumnya menjabat sebagai bupati dan wakil bupati, masing-masing maju sebagai calon bupati saat itu.
Hasilnya, keduanya meraup suara dengan selisih yang sangat tipis, yakni 34,5 persen berbanding 35,8 persen untuk kemenangan Raymundus Sau Fernandes. Sementara 29,7 persen suara lainnya terdistribusi pada tiga paslon lainnya.
Loyalitas pada figur juga ditunjukkan saat Pilkada 2015. Pasangan Raymundus Sau Fernandes-Aloysius Kobes yang didukung PDI-P kembali mencalonkan diri untuk kedua kalinya. Sebagai calon tunggal, pasangan ini berhasil meraup 79,7 persen dukungan suara masyarakat.
Strategi Nasdem
Kesuksesan PDI-P dalam Pemilu 2014 dan Pilkada 2015 di Timor Tengah Utara, kini coba diulang oleh Nasdem. Dari 270 daerah penyelenggara Pilkada 2020, Nasdem menjadi parpol tunggal pengusung calon kepala daerah pada empat wilayah, salah satunya di Timor Tengah Utara. Berbekal kemenangan dalam Pileg 2019, Nasdem tampak percaya diri menjadi satu-satunya parpol yang mengusung pasangan Kristiana Muki-Yosef Tanu.
Kristiana Muki merupakan istri Raymundus Sau Fernandes, bupati Timor Tengah Utara selama dua periode. Sementara Yosef Tanu merupakan aparatur sipil negara (ASN) yang sebelumnya menjabat Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah Timor Tengah Utara. Dalam ranah pilkada, pasangan ini merupakan wajah baru yang belum pernah bersaing dalam gelanggang pilkada.
Dengan mengusung istri dari bupati petahana, Nasdem tampaknya ingin mengulang strategi seperti di Pilkada Rote Ndau. Nusa Tenggara Timur, pada 2018. Saat itu, Nasdem mencalonkan Paulina Haning-Bulu. Paulina merupakan istri dari Leonard Haning, Bupati Rote Ndau dua periode. Strategi ini berhasil membawa kemenangan bagi Paulina dengan raihan 33,7 persen suara.
Kini, dalam pilkada di Timor Tengah Utara, cara serupa kembali digunakan. Keputusan Nasdem untuk mengusung Kristiana Muki boleh jadi juga tidak terlepas dari karakter pemilih yang loyal terhadap figur dalam pilkada. Apalagi, Kristiana telah menjadi figur politik di wilayah ini setelah berhasil menjadi anggota DPR dari daerah pemilihan NTT II dalam Pileg 2019. Timor Tengah Utara menjadi bagian dari wilayah dapil NTT II. Artinya, Kristiana telah memiliki basis massa di wilayah ini.
Figur
Pada satu sisi, pasangan Kristiana Muki-Yosef Tanu memiliki peluang untuk memenangkan pilkada. Basis massa yang dimiliki Kristiana, dominasi Nasdem, hingga kecenderungan pemilih yang melihat sosok figur berpengalaman, merupakan deretan modal sosial dan politik yang dimiliki pasangan ini.
Namun, persaingan masih tetap terbuka mengingat ada dua gabungan kekuatan politik yang cukup besar sebagai penantang. PDI-P dan Golkar yang sempat menguasai wilayah Timor Tengah Utara, berada di setiap koalisi.
Koalisi pertama adalah parpol yang mendukung pasangan Hendrikus Frengky Saunoah-Amandus Nahas. Pasangan ini didukung PDI-P, Partai Berkarya, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Indonesia, Partai Amanat Nasional, Partai Hanura, dan Partai Demokrat dengan penguasaan 40 persen kursi di DPRD Timor Tengah Utara.
Pasangan ini merupakan figur berpengalaman dalam kancah politik lokal dan sama-sama pernah menjadi anggota DPRD Timor Tengah Utara. Frengky Saunoah adalah ketua dewan pengurus cabang PDI-P di wilayah itu. Pada periode 2014-2019, ia juga menjabat Ketua DPRD Timor Tengah Utara.
Baca juga: Ribuan Babi Ternak Mati di NTT
Pada periode yang sama, Amandus Nahas juga menjabat wakil ketua DPRD Timor Tengah Utara. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua DPD II Golkar di wilayah yang sama. Namun, dalam pilkada tahun ini posisinya berseberangan dengan Golkar.
Sementara itu, Golkar berada pada poros koalisi yang mendukung pasangan Juandi David-Eusabius Binsasi. Juandi David merupakan pensiunan ASN yang pernah menjabat kepala dinas pemberdayaan masyarakat desa Timor Tengah Utara. Sementara Eusabius Binsasi juga pensiunan ASN yang pernah menjabat Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik di Kementerian Agama.
Baca juga: Maria Yovita Meta Berjuang demi Eksistensi Tenun
Selain Golkar, pasangan ini juga diusung oleh Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan total dukungan sebesar 33,3 persen kursi di DPRD.
Jika melihat corak pemilih, komposisi koalisi, dan hadirnya figur berpengalaman, Timor Tengah Utara akan menjadi wilayah pertarungan terbuka. Tidak ada jaminan kemenangan bagi setiap pasangan. Siapa pun dapat memenangi kontestasi andai mampu membangun narasi dan memberikan pengetahuan kepada konstituen terkait pengalaman setiap calon.(Litbang Kompas)