Berebut Kue Ekonomi Pasar Daring
Dalam 10 tahun terakhir, bisnis e-dagang di Indonesia berkembang pesat. Walaupun menjanjikan, keberhasilan kompetisi e-dagang tetap memerlukan inovasi dan strategi usaha di tengah kuatnya persaingan usaha daring.
Perubahan perilaku konsumsi masyarakat pada pandemi Covid-19 semakin mengakselerasi digitalisasi pada sektor perdagangan. Keadaan ini membuat kompetisi di antara marketplace kian tajam.
Transformasi digital pada sektor perdagangan bukan hanya sekadar tuntutan zaman, melainkan juga memiliki aspek pemenuhan kebutuhan konsumen. Teknologi digital dapat digunakan untuk melihat kebutuhan konsumen sekaligus memanfaatkannya menjadi keuntungan bagi pelaku industri.
Terlebih, perluasan ceruk pasar bagi e-dagang atau perdagangan daring kian terbuka lebar di tengah kondisi pandemi Covid-19. Penerapan protokol kesehatan, seperti larangan berkerumun hingga pembatasan sosial, diikuti kecenderungan masyarakat untuk mengurangi aktivitas di luar rumah.
Peluang ini dibidik pelaku usaha untuk membidik konsumen melalui layanan pesan-antar dengan menggunakan jaringan aplikasi atau laman daring. Konsumen didorong untuk mengadopsi penggunaan aplikasi untuk mempermudah pemenuhan kebutuhan sehari-hari tanpa harus banyak berinteraksi fisik dan sosial.
Menurut laporan Oxford Business Group, pada pertengahan April 2020, Asosiasi Ritel Indonesia melaporkan transaksi meningkat empat kali lipat menggunakan aplikasi dan metode pengiriman lainnya. Laporan e-commerce SIRCLO insight 2020 juga memperkirakan terdapat 12 juta pengguna e-dagang baru sejak pandemi berlangsung.
Prospek pertumbuhannya yang positif ini dapat mendorong pergerakan ekonomi selama pandemi. Kehadiran pasar daring menciptakan pasar baru bagi UMKM untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi dan mendorong waralaba lokal semakin berkembang.
Berdasarkan data We Are Social dalam Digital 2020, terdapat 175,4 juta pengguna internet di Indonesia pada Januari 2020. Meningkat 17 persen dibandingkan dengan 2019 sehingga penetrasi internet sebesar 64 persen.
Demikian halnya dengan pengguna media sosial di Indonesia yang mengalami peningkatan. Pengguna media sosial meningkat 8,1 persen menjadi 160 juta pengguna antara April 2019 dan Januari 2020. Penetrasi media sosial di Indonesia pada Januari sebesar 59 persen.
Data tersebut menunjukkan bahwa masa depan transformasi ekonomi ke arah digitalisasi sangat cerah. Perdagangan secara daring memiliki potensi pasar yang besar (market size). Kemajuan bisnis ini didorong oleh masyarakat yang sudah melek digital.
Keberadaan internet dan laju digitalisasi ini dapat membantu mengurangi risiko ekonomi, sosial, dan kesehatan karena Covid-19. Salah satunya mengurangi angka pengangguran. Sebagai contoh, Amazon pada 18 Agustus 2020 mengumumkan telah mempekerjakan 3.500 orang di Amerika Serikat.
Begitu pula dengan Tesco, jaringan supermarket terbesar di Inggris, telah menciptakan lapangan kerja bagi 16.000 orang karena aktivitas daringnya. Padahal, peritel tradisional sedang giat melakukan pemutusan hubungan kerja untuk mengurangi biaya.
Perkembangan ini membuat persaingan pasar daring menjadi lebih kompetitif. Berbagai inisiatif digulirkan oleh sejumlah marketplace untuk berebut pasar menjangkau konsumen lebih luas (market share). Penerapan strategi yang tepat akan menggeser posisi para pesaingnya.
Sebaliknya, salah langkah dalam menerapkan strategi akan membuat bisnisnya terancam rugi, bahkan terancam gulung tikar. Hal ini mengartikan bahwa pihak yang terkuat dari segi modal, pemasaran, dan inovasi akan menjadi pemimpin pasar dengan porsi kue ekonomi yang paling besar.
Adu kekuatan
Sejak 10 tahun terakhir, bisnis e-dagang berkembang pesat. Laporan Global Data memperkirakan pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) pasar e-dagang di Indonesia sebesar 16,3 persen dari Rp 238,3 triliun pada 2019 menjadi Rp 436,2 triliun pada 2023.
Pertarungan dalam bisnis e-dagang akan menemui seleksi alam. Perusahaan yang kuat dalam permodalan akan bertahan, sedangkan yang tidak kuat akan berguguran. Pemain besar yang mendominasi pasar akan menjadi perusahaan e-dagang dengan daya tahan hidup paling panjang.
Bisnis ini berawal dari mimpi membangun peradaban baru yang mendukung pemerataan ekonomi secara digital. Dalam peradaban digital, setiap orang memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh produk dan jasa dengan mudah dan murah tanpa terbatas oleh jarak dan waktu.
Tokopedia dan Shopee menjadi salah satu pemain besar dalam e-dagang. Tokopedia membukukan 2 juta penjualan pada 2013 dan berhasil memperoleh pendanaan dari SoftBank Internet dan Media Inc. (SIMI) dan Sequoia Capital dengan nilai mencapai Rp 1,2 triliun pada 2014.
Pendanaan besar kembali didapatkan berkat serangkaian inovasi dan sejumlah prestasi yang di dapatkan. Tokopedia mendapat pendanaan dari Alibaba Group dengan total 1,1 miliar dollar AS pada 2017.
Kemudian, pada 2018, Tokopedia memperoleh pendanaan baru dari SoftBank Vision Fund, Alibaba Group, dan partisipasi dari investor terdahulu senilai 1,1 miliar dollar AS pada 2018. Dana ini digunakan untuk mendukung ekosistem perdagangan, logistik, fulfillment, pembayaran, dan layanan keuangan Tokopedia.
Sejumlah inovasinya menjadikan Tokopedia sebagai pelopor berbagai transformasi digital di Indonesia. Salah satu inovasinya adalah menjadi perusahaan teknologi Indonesia pertama yang menerapkan sistem rekening bersama.
Fokus strateginya hanya menyasar ke pasar Indonesia (domestic only), yakni hanya menerima penjual yang berdomisili di Indonesia dan minimal memiliki akun bank dalam negeri. Melalui program dan fitur yang diluncurkan, Tokopedia mendukung waralaba lokal berkembang di negeri sendiri. Data Juli 2020, Tokopedia telah memiliki lebih dari 8,9 juta pedagang.
Sementara itu, Shopee menerapkan konsep model bisnis perdagangan antarnegara (cross border). Model bisnis ini merupakan skema keuntungan paling tinggi. Dari segi pendanaan, Shopee juga memiliki kekuatan dana yang besar.
Pada 2018, Shopee mendapat suntikan modal dari induk perusahaannya (Sea Limited) sebesar 575 juta dollar AS. Dana tersebut digunakan untuk memajukan pertumbuhan bisnis di kawasan, khususnya pasar-pasar utama seperti Indonesia.
Shopee secara aktif memosisikan dirinya sebagai tujuan belanja daring dengan membangun basis pengguna setia. Pada Juni 2018, Shopee berhasil mencatat dua kali rekor jumlah transaksi harian tertinggi melalui kampanye Big Ramadhan Sale. Transaksi meningkat 500 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Inovasi dan promo yang lebih luas dari Shopee berhasil menggeser posisi Tokopedia di posisi teratas sejak kuartal IV-2019 hingga kuartal II-2020. Berdasarkan data iPrice, total pengunjung laman bulanan Shopee secara berturut-turut sebanyak 72,97 juta pengunjung, 71,53 juta pengunjung, dan 93,4 juta pengunjung.
Sepanjang kuartal II-2020, rata-rata harian jumlah transaksi Shopee 2,8 juta transaksi atau meningkat 130 persen (year on year). Jumlah pendapatan bisnis e-dagang selama kuartal II-2020 juga mengalami peningkatan 18,7 persen (year on year) menjadi 10,6 juta dollar AS.
Ketatnya persaingan e-dagang dalam menjaring pengguna tampaknya akan terus berlangsung. Hal ini tecermin dari serangkaian aksi promo dan diskon untuk mendorong aktivitas belanja di kuartal III-2020. Aksi ini turut andil dalam mendorong pemulihan ekonomi.
Kontribusinya dapat terlihat dari hasil riset LPEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia. Pada 2018, Tokopedia telah menciptakan 857.000 pekerjaan atau 10,3 persen total pekerjaan baru. Selain itu, telah meningkatkan pendapatan sebesar Rp 441.000 untuk setiap angkatan kerja di Indonesia.
Seleksi alam
Sengitnya pertarungan perebutan pasar ini akan membuat bisnis yang rentan sangat sulit memperoleh pasar. Dukungan modal dan kesiapan model bisnis merupakan salah satu faktor penentu kekuatan permainan dalam bisnis ini. Pada akhirnya, pasar diciptakan agar pemain dominan sulit untuk dikalahkan.
Sebagian besar perusahaan e-dagang belum juga mencapai break even poin meskipun telah bertahun-tahun beroperasi. Alhasil, banyak perusahaan e-dagang tutup beroperasi atau diakuisisi pihak lain. Beberapa di antaranya adalah Rakuten (2016), MatahariMall (2018), dan Blanja.com (2020).
Rakuten, perusahaan e-dagang dengan kepemilikan 51 persen Jepang dan 49 persen MNC Group, resmi menghentikan operasi bisnisnya di Indonesia pada 2016. Persaingan bisnis menjadi alasan Rakuten menutup bisnis setelah bertahan selama lima tahun di Indonesia.
Sementara situs belanja milik Lippo Group, MatahariMall.com, tutup pada 20 November 2018 ketika berusia tiga tahun. Arah bisnis yang belum siap mengharuskan MatahariMall.com melebur pada induknya, Matahari.com.
Memasuki akhir kuartal III-2020, satu-satunya situs dagang digital milik BUMN, Blanja.com mengumumkan penutupannya pada 1 September 2020. Sebelumnya, perusahaan di bawah naungan Telkom ini bernama Plasa.com.
Kemudian, Plasa.com berganti nama menjadi Blanja.com seiring adanya akuisisi eBay pada 2014. Melalui marketplace ini, konsumen dapat dengan mudah berbelanja di eBay. Harga total yang tertera sudah termasuk pajak, bea cukai, dan ongkos kirim.
Kabar penutupan ketiga perusahaan e-dagang itu juga seiring dengan perubahan strategi bisnisnya. Rakuten mengubah strategi bisnisnya dari business to business to customer (B2B2C) menjadi customer to customer (C2C).
Sementara Telkom tengah fokus mengembangkan dan menangkap peluang bisnis di pasar enterprise. Karena itu, Telkom hanya akan berfokus pada e-dagang segmen korporasi dan UMKM melalui transaksi business to business (B2B) mulai 1 Oktober 2020.
Tidak semua pemain dalam bisnis ini meraup keuntungan sehingga beberapa perusahaan e-dagang tercatat melakukan pengurangan karyawan untuk memangkas biaya operasional. Bahkan, satu per satu bisnis e-dagang berguguran.
Sejak awal tahun 2000-an, iPrice mencatat ada perusahaan e-dagang yang tutup karena pergantian nama perubahan akuisisi dan penghentian operasi menyeluruh. Kondisi ini memberi gambaran bahwa walaupun menjanjikan dari sisi bisnis, keberhasilan kompetisi e-dagang tetap memerlukan inovasi dan strategi usaha.
Sejak 10 tahun terakhir, bisnis e-dagang di Indonesia berkembang pesat.
Seperti Tokopedia dan Shopee yang terus mengembangkan inovasi dan strateginya di samping dukungan pendanaan. Melalui pengembangan produk dan layanannya, dua marketplace ini diperkirakan akan menjadi pemimpin pasar e-dagang.
Inovasi produk dan layanan Tokopedia, antara lain, produk digital, tekfin dan pembayaran, logistik dan fulfillment, dan new retail. Begitupun dengan Shopee yang terus meningkatkan kemampuan logistik dan infrastruktur pembayaran untuk mendorong peningkatan skala dan frekuensi belanja daring.
Pada akhirnya, pertarungan sengit bisnis e-dagang akan dimenangi oleh perusahaan yang mampu memahami dinamika kebutuhan konsumen. Kualitas produk dan layanan yang ditawarkan akan menjawab porsi jangkauan pasar daring.
Jaminan purnajual, keamanan data, kemudahan pembayaran, dan pengalaman pengguna (user experience) juga merupakan unsur-unsur yang harus diperhatikan. Faktor tersebut yang akan menjaga daya tahan kelangsungan usaha ditengah kuatnya gelombang persaingan usaha. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Meneropong Masa Depan Transformasi Ekonomi