Menakar Opsi Penggunaan Pos di Pemilu AS
Pemilihan melalui pos dinilai sebagai solusi bagi penyelenggaraan pemilu di Amerika Serikat di tengah pandemi Covid-19. Diperlukan manajemen perencanaan dan mitigasi dari aspek kesehatan.
Melaksanakan pemungutan suara di tengah pandemi Covid-19 menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dan warga Amerika Serikat. Memaksimalkan penggunaan pos dalam mengumpulkan suara pemilih menjadi opsi di tengah kekhawatiran penularan Covid-19.
Pemilihan presiden di Amerika Serikat dijadwalkan pada 3 November 2020. Pemungutan suara itu sekaligus mencakup pemilihan gubernur, anggota senat, dan anggota DPR di beberapa negara bagian.
Sekalipun pemungutan suara masih lima bulan lagi, rangkaian pemilihan presiden telah dimulai 3 Februari 2020 dengan Kaukus Iowa. Tahapan kaukus berlangsung hingga 2 Juni 2020. Sementara pemilihan permulaan dilaksanakan 3 Maret 2020 hingga pertengahan September 2020.
Agenda berikutnya sesudah kaukus dan pemilihan permulaan adalah konvensi nasional. Dalam tahap ini, setiap partai akan mengadakan pemilihan calon presiden masing-masing. Calon presiden yang terpilih akan memilih wakil masing-masing. Konvensi nasional Partai Demokrat akan dilakukan 13-16 Juli 2020. Adapun Partai Republik akan mengadakan konvensi nasional pada 24-27 Agustus 2020.
Melihat rangkaian agenda yang telah disiapkan, tahapan pemilu kali ini beriringan dengan merebaknya wabah Covid-19 di AS. Namun, pandemi tidak menyurutkan niat AS dalam memenuhi agenda politiknya tahun ini.
Untuk mengejar terselenggaranya pemilu dengan tepat waktu pada 3 November 2020, Komisi Bantuan Pemilihan Umum AS (EAC) mendorong opsi penggunaan pos dalam mengumpulkan suara pemilih. Opsi ini membuat para pemilih dapat tetap menyalurkan suara mereka dari rumah tanpa harus khawatir tertular Covid-19.
Opsi ini didorong berdasarkan kajian historis dan manfaat yang didapatkan. Pemilu lewat pos atau vote-by-mail sebetulnya bukan barang baru di AS. Bahkan, pemilu dari jarak jauh ini telah dilakukan semenjak masa perang di AS pada akhir abad ke-17.
Saat itu, sekitar 150.000 dari 1 juta anggota pasukan di AS yang berada di medan pertempuran menyalurkan suara mereka melalui pos. Namun, metode pemungutan suara melalui pos baru secara luas digunakan pada periode 1980-an.
Sudah lama digunakan
Sebelum masa pandemi, pengumpulan suara lewat pos kerap digunakan di AS untuk mendorong tingkat partisipasi publik dalam pemilu. Komisi Bantuan Pemilihan Umum AS menyebutkan, umumnya cara ini digunakan oleh warga negara AS yang berada di luar negeri dan anggota militer AS yang sedang menjalankan misi internasional.
Namun, jika melihat peraturan yang ada, pemungutan suara melalui pos tidak hanya berlaku bagi mereka yang berada di luar negeri. Warga negara AS yang berada di dalam negeri juga dapat memilih dengan menggunakan metode ini.
Selain berlaku umum untuk semua warga AS, metode pemilu pos juga mudah dilakukan. Pertama, pemilih mendaftarkan diri untuk menggunakan hak pilihnya melalui pos. Kemudian, setelah terdaftar, pemilih akan menerima pemberitahuan lewat pamflet maksimal 40 hari sebelum waktu pemilihan. Pemilih akan mendapatkan surat suara 20 hari sebelum tanggal pemilihan.
Pemilih yang telah mendapatkan surat suara diharapkan segera mengisi dan mengirimkannya melalui pos. Tidak hanya menggunakan pos, pemilih juga dapat menyerahkan surat suara di lokasi pemungutan suara yang telah ditentukan.
Mencegah penularan
Dalam 15 tahun terakhir, penggunaan pos dalam pemungutan suara memiliki tren positif. Menurut Komisi Bantuan Pemilihan Umum AS, persentase pemilih yang menggunakan metode pos pada Pemilu 2016 meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan Pemilu 2004. Pada Pemilu 2016, persentase pemilih yang menggunakan metode ini mencapai 5,9 persen, sementara persentase pada 2004 baru 1,8 persen. Beberapa negara bagian yang dianggap berhasil menerapkan metode pemungutan suara lewat pos ialah Colorado, Hawaii, Oregon, Utah, dan Washington.
Walau memiliki tren positif, hingga awal 2020, masih ada 17 negara bagian yang membatasi penggunaan pemilu pos. Namun, situasi pandemi Covid-19 membuat beberapa negara bagian itu mulai melirik penggunaan pos dalam pemilu. Salah satu negara bagian yang melonggarkan aturan pemilu jarak jauh ini adalah Alabama.
Situasi pandemi Covid-19 membuat beberapa negara bagian itu mulai melirik penggunaan pos dalam pemilu.
Menurut The New York Times, penyelenggaraan pemilu secara konvensional berisiko meningkatkan penyebaran Covid-19, seperti yang terjadi di Milwaukee, Wisconsin. Kota yang menyelenggarakan pemilu pendahuluan pada 7 April 2020 ini menghasilkan kluster baru penularan Covid-19.
Setelah melalui serangkaian tes, setidaknya ada tujuh orang yang berada di TPS pada hari pemilihan di Milwaukee positif Covid-19. Mereka terdiri dari seorang petugas TPS dan enam pemilih.
Dukungan politik
Ragam kelebihan dan kemudahan ditawarkan pemungutan suara melalui pos. Selain praktis, pemungutan suara lewat pos juga dapat dipastikan keamanannya. Penggunaan kode baris (barcode) memudahkan petugas untuk melakukan pelacakan dan validasi surat suara.
Negara bagian yang telah lama menggunakan sistem pemungutan suara ini pun jarang melaporkan kasus penyelewengan suara. Salah satu contohnya ialah Negara Bagian Oregon yang telah memproses lebih dari 100 juta suara pemilu dari tahun 2000 dan hanya menemukan sekitar satu lusin kasus penyelewengan suara.
Sekalipun memiliki kelebihan, penyelenggaraan pemilu menggunakan pos di AS belum didukung kebijakan politik. Salah satu pihak yang paling lantang menentang kebijakan pemungutan suara melalui pos adalah para politisi Partai Republik.
Negara bagian yang telah lama menggunakan sistem pemungutan suara ini pun jarang melaporkan kasus penyelewengan suara.
Walaupun dua peraturan perundang-undangan terkait dengan hak memilih melalui pos telah diajukan, Senat AS yang didominasi oleh anggota Partai Republik masih enggan untuk mengetuk palu agar aturan itu dapat diterapkan. Alasannya, pemungutan suara dengan menggunakan metode pos rawan diselewengkan hingga berpotensi merugikan Partai Republik. Selain itu, pemilih yang menggunakan metode ini juga masih belum menjadi mayoritas.
Sekalipun menunjukkan tren peningkatan, penggunaan pos belum dominan. Pada pemilu sela AS tahun 2018, 31 negara bagian memiliki persentase pemilih yang menggunakan metode pemungutan suara lewat pos kurang dari 15 persen.
Republik juga melihat metode ini membutuhkan biaya ekstra. Setidaknya, dari segi logistik surat suara saja, Pemerintah AS perlu mencetak 70 juta surat suara tambahan jika ingin menggunakan metode pemungutan suara melalui pos secara keseluruhan saat pemilu nanti. Artinya, dibutuhkan alokasi anggaran yang lebih besar untuk menerapkan pemungutan suara lewat pos.
Penggunaan pos dalam pemilu nanti masih jadi perdebatan di ruang politik. Namun, unsur keselamatan warga seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam mengambil kebijakan.
Menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi memerlukan manajemen perencanaan dan mitigasi dari aspek kesehatan. Mengumpulkan warga di lokasi TPS memiliki risiko penularan korona, seperti yang terjadi di wilayah Wisconsin. Memberikan opsi yang aman dari sisi kesehatan bagi para pemilih dapat dilakukan agar pelaksanaan demokrasi tetap berjalan, tetapi tetap aman dari aspek kesehatan. (LITBANG KOMPAS)