Percikan-percikan yang Mematikan
Sekalipun hanya berupa percikan halus, infeksi yang muncul karena penularan melalui ”droplet” dapat memberi dampak berbahaya. Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui percikan membawa korban yang tidak sedikit.
Imbauan pemerintah untuk melakukan pembatasan fisik dan menggunakan masker masih dilakukan setengah hati oleh sebagian masyarakat. Padahal, perilaku tersebut harus disadari sebagai bagian dari kebiasaan hidup sehat warga mencegah penularan penyakit lewat percikan halus atau droplet.
Membatasi kegiatan tertentu penduduk sesuai tujuan kebijakan pembatasan sosial berskala besar merupakan bagian dari upaya pencegahan penularan virus korona. Namun, tujuan mulia tersebut belum sepenuhnya disadari masyarakat.
Sepanjang 13 April 2020 hingga 19 Mei 2020, aparat Polda Metro Jaya menindak 70.448 warga yang melanggar aturan pembatasan sosial di wilayah Ibu Kota. Pelanggaran terbanyak adalah tidak memakai masker (29.806 kasus) dan pelanggaran kapasitas penumpang kendaraan (11.992 kasus).
Padahal, kedua jenis pelanggaran tersebut merupakan titik krusial pencegahan penularan virus korona. Bukan hanya penyakit Covid-19, beberapa penyakit, seperti tuberkulosis, SARS, serta ISPA, juga dapat dicegah dengan menerapkan perilaku pembatasan fisik dan memakai masker.
Penyakit-penyakit menular tersebut disebarkan melalui percikan yang mengandung kuman dari penderita. Satu percikan penderita saat berbicara, batuk, atau bersin sangat berbahaya bagi manusia di sekitarnya karena menghasilkan ribuan kuman yang siap menginfeksi.
Percikan halus atau droplet berbahaya untuk penularan infeksi penyakit. Bahaya dari model penularan ini karena penyakit yang tersebar melalui droplet dapat ditularkan oleh orang yang terinfeksi saat berbicara, batuk, atau bersin.
Tetesan droplet dapat tersebar melalui jarak yang pendek lewat udara, tetapi bisa mengenai mata, mulut, atau hidung orang yang tidak menggunakan alat pelindung, atau mengenai permukaan lingkungan sekitar.
Penderita tuberkulosis atau TB, misalnya, sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3.000 percikan dahak yang mengandung 3.500 kuman tuberculosis. Bahkan kalau bersin, kuman yang dapat dikeluarkan mencapai hingga 1 juta Mycobacterium tuberculosis.
Makin tinggi jumlah kuman dalam percikan dahak, berarti makin besar pula risiko terjadi penularan. Selain itu, makin lama dan makin sering terpapar dengan kuman, makin besar risiko terjadi penularan.
Dalam kasus penularan TB, infeksi terjadi apabila seseorang yang rentan menghirup percik renik yang mengandung kuman TB melalui mulut atau hidung, saluran pernapasan atas, bronkus hingga mencapai alveoli.
Pemeriksaan percikan
Fase penting penularan beberapa penyakit berbahaya tersebut adalah mencermati percikan halus yang dapat berupa butiran ludah atau dahak. Percik renik tersebut merupakan instrumen penting dalam lingkaran penyakit menular seperti Covid-19 dan TB.
Tidak heran jika pemeriksaan dahak menjadi instrumen penting dalam penanganan orang yang terduga terjangkit bakteri tuberkulosis. Selain penyakit TB, pemeriksaan dahak juga dilakukan pada beberapa penyakit, seperti MERS dan korona Covid-19.
Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk Middle East Respiratory Syndrom Coronavirus (MERS-CoV) Kementerian Kesehatan mewajibkan spesimen dahak untuk diperiksa. Dahak yang diambil dari saluran pernapasan bawah merupakan spesimen terbaik untuk pemeriksaan diagnosis MERS.
Demikian juga pengujian spesimen penyakit Covid-19 yang sedang menjadi pandemi dunia saat ini. Spesimen yang harus disertakan dalam pemeriksaan Covid-19, antara lain dahak, usap hidung atau tenggorok, usap nasofaring, endotrakea, serta darah.
Pemeriksaan dahak pada penderita TB dilakukan dengan mengumpulkan dua contoh uji dahak yang dikumpulkan berupa dahak sewaktu-pagi (SP) dan sewaktu-sewaktu (SS). Selain itu, ada pula pemeriksaan tes cepat molekuler (TCM) yang dilakukan untuk penegakan diagnosis.
Adapun pemeriksaan Covid-19 dapat menggunakan metode uji cepat antibodi atau uji cepat antigen. Baik uji cepat antibodi maupun antigen dapat juga digunakan untuk deteksi kasus orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP). Pada pemeriksaan uji cepat antigen, spesimen yang diperlukan untuk pemeriksaan ini adalah usap orofaring atau usap nasofaring
Namun, kedua model pemeriksaan tersebut hanya merupakan screening awal, hasil pemeriksaan uji cepat antibodi dan antigen harus dikonfirmasi lagi menggunakan metode pemeriksaan RT-PCR.
Bahaya percikan
Sekalipun hanya berupa percikan halus, infeksi yang muncul karena penularan melalui droplet dapat memberi dampak berbahaya. Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui droplet membawa korban yang tidak sedikit.
Penyakit sindrom pernapasan akut atau Severe Acute Respiratory Syndrome disingkat SARS yang menular lewat droplet menjangkiti 8.096 orang di 27 negara selama periode November 2002 hingga Juli 2003. Penyakit SARS telah mengakibatkan 774 orang meninggal.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, wabah SARS paling banyak terjadi di China dan Hong Kong. Adapun di Indonesia, ada 2 penderita SARS pada periode 2002-2003.
Penyakit lain yang ditularkan lewat droplet adalah infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA. Gejala ISPA ditandai dengan demam, batuk, nyeri sendi, sakit tenggorokan, sesak napas, hidung tersumbat. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mencatat, prevalensi ISPA di Indonesia sebanyak 4,4 persen.
Kasus kebakaran asap dan lahan menjadi salah satu pemicu kasus ISPA di Indonesia. Asap kebakaran hutan dan lahan di Riau menyebabkan 304.994 orang menderita infeksi saluran pernapasan akut selama Januari hingga 17 September 2019.
Infeksi yang tidak kalah berbahaya adalah penularan tuberkulosis atau TB. Berdasarkan data WHO pada 2018, estimasi kasus positif tuberkulosis atau TB di seluruh dunia mencapai 10 juta jiwa. Di Indonesia kasus TB mencapai 845.000 jiwa pada 2018. Angka kematian atau case fatality rate mencapai 12 persen.
Saat ini, dunia menghadapi pandemi Covid-19 yang terus diwaspadai karena mudah menular lewat droplet. Laman John Hopkins University and Medicine mencatat, hingga 24 Mei 2020 terdapat 5.428.605 kasus positif Covid-19 di 188 negara atau teritori. Jumlah korban meninggal mencapai 345.375 orang.
Gejala umum infeksi korona berupa demam lebih dari 38 derajat celsius, batuk kering, dan sesak napas. Seseorang dapat terinfeksi dari penderita Covid-19 karena penyakit ini dapat menyebar melalui tetesan kecil dari hidung atau mulut pada saat batuk atau bersin. Seseorang yang tanpa sengaja menghirup droplet dari penderita dapat terinfeksi Covid-19.
Selain itu, bahaya droplet dapat muncul saat mengenai benda di sekitarnya. Jika ada orang lain menyentuh benda yang sudah terkontaminasi dengan droplet tersebut, lalu orang itu menyentuh mata, hidung atau mulut, orang itu dapat terinfeksi Covid-19.
Sadar diri
Pengenalan infeksi penyakit pernapasan akut diperlukan untuk mengurangi risiko penyebaran virusnya. Selain melalui droplet, pada sebagian patogen ada juga kemungkinan penularan melalui cara lain, seperti melalui kontak dengan tangan atau permukaan yang terkontaminasi.
Harapannya, dengan mengetahui informasi mendalam mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi dapat menggugah kesadaran masyarakat untuk peduli mencegah penularan penyakit-penyakit berbahaya tersebut.
Setidaknya, kesadaran ini dapat diwujudkan dengan dua tahap, yaitu aspek etika pencegahan dan pembatasan jarak fisik. Aspek etika dapat dilakukan dengan cara mengurangi emisi droplet saat batuk atau bersin.
Tindakan yang dilakukan adalah menutup mulut dan hidung dengan tangan saat bersin atau batuk. Cara lain adalah menggunakan masker baik oleh penderita maupun warga yang sehat untuk mengurangi penyebaran droplet dari pasien yang terinfeksi.
Kebiasaan lain yang dapat dilakukan adalah membersihkan tangan dengan sabun atau hand sanitizer untuk meminimalkan infeksi yang timbul dari kuman akibat droplet.
Aspek kedua adalah kesadaran melakukan pembatasan fisik dan menghindari kerumunan. Mengingat penyebaran percikan renik dapat menyebar melalui tetesan kecil dari hidung atau mulut penderita saat batuk atau bersin, menjaga jarak hingga kurang lebih 1 meter dari orang yang sakit merupakan hal penting yang harus dilakukan.
Penularan melalui kontak merupakan risiko yang selalu dihadapi masyarakat. Kewaspadaan harus dilakukan untuk menghindari risiko infeksi akibat kontak langsung.
Baca juga: Benarkah Iklim Panas Mampu Menekan Covid-19?
Mencermati mudahnya penularan penyakit-penyakit yang mematikan seperti TB dan Covid-19, kebijakan pemerintah yang tertuang dalam pembatasan sosial dapat dipahami sebagai bagian dari upaya mencegah penularan penyakit.
Dengan memahami substansi kebijakan, partisipasi masyarakat untuk melakukan pembatasan fisik dan menggunakan masker diharapkan muncul sebagai bentuk kesadaran diri untuk ikut mencegah penularan wabah. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Mengapa Harus Membayar Berita Daring?