Efek Domino Kelesuan Industri Tekstil
Banyaknya industri tekstil dan produk tekstil yang gulung tikar menggerus pendapatan regional Jawa Tengah dan Jawa Barat, dua provinsi yang dihuni sepertiga lebih penduduk Indonesia dengan 7 juta penduduk miskin.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F02%2F20200207_ENGLISH-PERTUMBUHAN-EKONOMI_C_web_1581087423.jpg)
Aktivitas perniagaan di pusat garmen dan pakaian jadi Pasar Tanah Abang yang tak hanya melayani pasar lokal, tetapi juga mancanegara, Jakarta, Jumat (7/2/2020). Data Kementerian Perindustrian mencatat industri tekstil dan pakaian jadi menunjukkan kinerja yang signifikan pada 2019 dengan pertumbuhan 15,35 persen. Pertumbuhan ini memasukkan industri tekstil dan pakaian jadi sebagai satu dari lima sektor manufaktur yang menjadi prioritas untuk memsuki era industri 4.0, berdasarkan Peta Jalan Making Indonesia 4.0.
Perekonomian sejumlah provinsi, khususnya Jawa Barat dan Jawa Tengah, berpotensi terpuruk mengingat industri tekstil dan produk tekstil menjadi salah satu penopangnya. Padahal, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sempat unggul dalam beberapa tahun terakhir, dan dilabeli sebagai industri prioritas dalam kerangka Making Indonesia 4.0.
Salah satu latar belakang pemerintah menjadikan TPT sebagai industri prioritas adalah kontribusinya yang besar dalam perdagangan. Industri TPT juga merupakan salah satu komoditas yang mampu menyumbang cadangan devisa dalam negeri melalui ekspor.
Menurut Kementerian Perindustrian dalam publikasi ”Making Indonesia 4.0”, dipilihnya industri TPT menjadi salah satu industri unggulan karena kontribusinya yang besar terhadap produk domestik bruto (PDB) sektor industri. Selama tiga tahun terakhir, kontribusi industri tekstil pada industri pengolahan nonmigas terus meningkat, yakni sebesar 6,1 persen pada tahun 2016 menjadi 7,1 tahun 2019.
Secara historis, industri ini juga merupakan kontributor ekspor manufaktur terbesar kedua setelah minyak sawit. Keunggulan lain industri ini adalah kemampuannya menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.
Meski demikian, saat ini industri TPT sedang dihadapkan pada persoalan sulit akibat pandemi Covid-19. Menurut catatan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), volume produksi TPT turun drastis dari tahun lalu, yakni mencapai 85 persen. Tahun lalu, industri TPT mampu berproduksi sebanyak 6,7 juta ton. Tahun ini, hingga minggu kedua April hanya mampu berproduksi 1 juta ton.
Kondisi ini menimbulkan persoalan arus kas yang berujung pada kemungkinan tutupnya sejumlah perusahaan TPT. Lebih kurang 70 persen perusahaan TPT terancam tutup permanen jika tidak didukung dorongan stimulus dari pemerintah (Kontan, 30/4/2020). Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, terdapat 5.712 industri besar dan sedang untuk TPT. Jika 70 persen di antaranya tutup, artinya ada sekitar 4.000 perusahaan yang terancam tutup.

Baca juga : Indonesia, Terperangkap pada Peringkat Ke-8 Eksportir Tekstil Dunia
Efek pertumbuhan
Menyusutnya kinerja industri TPT tecermin langsung dari kinerja pertumbuhan yang dilaporkan BPS. Data di triwulan I-2020 menunjukkan sektor industri ini mencatat pertumbuhan minus 1,24 persen dibandingkan dengan triwulan I 2019.
Angka pertumbuhan itu menjadi kontras jika dibandingkan dengan angka pertumbuhan triwulanan dari tahun ke tahun periode sebelumnya. Sepanjang triwulan I/2018-triwulan I/2019, industri TPT masih mencatat pertumbuhan positif 18,98 persen.
Menyusutnya pertumbuhan industri TPT ikut menyeret pertumbuhan nasional ke arah yang sama. Pada triwulan I tahun ini, pertumbuhan ekonomi nasional hanya tumbuh 2,97 persen dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun lalu.
Angka pertumbuhan triwulanan year on year tersebut turun drastis jika melihat tren ke belakang. Dalam tiga tahun belakangan pertumbuhan ekonomi Indonesia year on year di triwulan I selalu tercatat pada kisaran 5 persen.

Pertumbuhan ekonomi tiga tahun terakhir triwulan I-2017 hingga triwulan I-2020. Sumber: Badan Pusat Statistik
Baca juga : Dampak Pandemi, Ekonomi Indonesia Hanya Tumbuh 2,97 Persen
Jawa Barat
Penurunan produksi dan penutupan tersebut berdampak pada pengurangan tenaga kerja yang juga mencapai 80 persen. Data dari API juga menunjukkan, jumlah tenaga kerja pada industri TPT tahun lalu menembus angka 2,7 juta orang. Hingga minggu kedua April tahun ini hanya tersisa 539.000 orang yang masih bekerja.
Mengacu data Organisasi Buruh Internasional (ILO) tahun 2017, sebagian besar tenaga kerja industri tekstil dan alas kaki Indonesia terserap di Pulau Jawa, khususnya Jawa Barat dan Jawa Tengah. Empat dari lima tenaga kerja industri TPT berlokasi di lima provinsi di Jawa, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan DKI Jakarta.
Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah industri TPT terbanyak. Berdasarkan data termutakhir dari BPS Jawa Barat, tahun 2014 terdapat lebih kurang 1.700 perusahaan TPT.
Masih merujuk publikasi ILO tersebut, sepertiga lebih tenaga kerja industri TPT berada di Jawa Barat. Dengan demikian, industri TPT berkontribusi pada solusi penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat.
Industri TPT masuk dalam peringkat tiga besar penopang kinerja industri pengolahan di Jawa Barat setelah elektronikaan industri angkutan umum. Tahun 2017, industri TPT berkontibusi sebesar 14,76 persen pada industri pengolahan di Jawa Barat. Selama tahun 2012 hingga 2017, kontribusi industri TPT pada industri pengolahan menunjukkan tren yang meningkat.

Baca juga : Waspadai Pengangguran di Sektor Industri Unggulan
Kendati berada pada urutan ketiga dalam kontribusinya terhadap total industri pengolahan nonmigas, industri TPT memberikan kontribusi signifikan pada kinerja ekspor Jawa Barat. Tahun 2018, seperlima dari ekspor di Jawa Barat berasal dari industri TPT dan merupakan komoditas ekspor terbesar. Industri alat angkutan berada pada posisi kedua (17,01 persen) dan ketiga adalah industri elektronik (16,96 persen).
Kendati demikian, sekitar lima tahun terakhir industri TPT Jawa Barat mulai melambat. Menurut catatan Laporan Keuangan Jawa Barat tahun 2019 yang dirilis oleh Bank Indonesia menunjukkan bahwa periode 2015-2018 terdapat 132 perusahaan yang tutup dan 31 perusahaan yang melakukan relokasi. Salah satu alasan relokasi adalah tingginya upah minimum di Jawa Barat.
Tahun 2019 juga terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi regional Jawa Barat menjadi 5,07 persen, yang tahun sebelumnya mencapai 5,66 persen. Perlambatan tersebut sebagai dampak dari menurunnya kinerja ekspor, salah satunya komoditas TPT, sebagai akibat dari ketidakpastian global.
Sementara, di tahun yang sama, Jawa Barat mencanangkan pembangunan kawasan ”Segitiga Rebana” di titik pertemuan Majalengka, Cirebon, dan Subang. Kawasan tersebut rencananya menjadi benteng industri, salah satunya industri TPT. Sebab, pada triwulan III-2019, industri pakaian jadi mengalami pertumbuhan 40 persen dan industri tekstil tumbuh 22,5 persen.
Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa TPT menjadi industri vital bagi perekonomian di Jawa Barat. Sementara itu, pandemi Covid-19 mengharuskan Pemerintah Provinsi Jawa Barat menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang berpotensi pada tutupnya aktivitas perindustrian. Siklus ekonomi di Jawa Barat boleh jadi semakin terancam.

Baca juga: Industri Tekstil Jawa Barat Terpuruk
Jawa Tengah
Sesudah Jawa Barat, provinsi lain yang juga rentan mengalami keterpurukan ekonomi akibat anjloknya kinerja TPT adalah Jawa Tengah. Menurut data BPS tahun 2016, terdapat 1.300 industri TPT di Jawa Tengah. Bahkan, hampir 40 persen tenaga kerja industri besar dan sedang (IBS) di Jawa Tengah ada di industri TPT.
Industri TPT menjadi salah satu industri andalan bagi perekonomian Jawa Tengah. Industri TPT menjadi industri yang memberi kontribusi terbesar keempat pada industri pengolahan Jawa Tengah. Tahun lalu, industri TPT menyumbang 8,5 persen terhadap PDRB industri pengolahan Jawa Tengah.
Komoditas TPT juga menjadi andalan ekspor nonmigas di Jawa Tengah. Pada triwulan keempat 2019, hampir separuh dari total ekspor Jawa Tengah adalah komoditas TPT (46,80 persen). Angka tersebut meningkat sebesar 2,01 persen dari triwulan IV-2018.
Peningkatan tersebut karena membaiknya ekspor tekstil berupa benang dan kain. Jika dibandingkan dengan nasional, ekspor TPT dari Jawa tengah berkontribusi sebesar 28,2 persen, terbesar kedua setelah Jawa Barat.

Pada periode yang sama, terjadi perlambatan ekonomi di Jawa Tengah karena melambatnya industri pengolahan, utamanya industri pengolahan migs. Meski demikian, industri pengolahan nonmigas justru mengalami pertumbuhan positif. Tumbuhnya industri nonmigas didorong oleh kinerja industri unggulan, yakni industri TPT.
Adanya relokasi 10 perusahaan TPT dari Jawa Barat menuju Jawa Tengah turut mendorong berkembangnya industri TPT di Jawa Tengah. Tujuan relokasi Jawa Tengah adalah Brebes, Kendal, Jepara, dan Kabupaten Semarang.
Komoditas TPT dari Jawa Tengah banyak dipakai oleh merek-merek ternama dunia. Tujuan utama ekspor TPT Jawa Tengah adalah China, Jepang, Korea Selatan, dan ASEAN utamanya untuk benang dan kain. Sementara untuk pakaian jadi adalah Amerika Serikat dan Eropa.
Seperti diketahui, negara mitra ekspor TPT Jawa Tengah adalah negara-negara pusat pandemi. Bahan baku yang digunakan pun masih bergantung pada impor, sebagian besar dari China. Hal tersebut membuat sejumlah perusahaan tekstil terpaksa berhenti beroperasi.
Strategi bertahan
Melambatnya industri TPT dalam negeri, khususnya di Jawa Barat dan Jawa Tengah, memberikan sinyal kuat kewaspadaan perekonomian nasional. Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah yang menjadi pusat industri TPT dalam negeri merupakan provinsi yang masuk empat besar pembentuk ekonomi nasional.
Seperlima ekonomi nasional disumbang oleh kedua provinsi tersebut. Bahkan, pertumbuhan ekonomi kedua provinsi tersebut juga melampaui pertumbuhan ekonomi nasional.

Sementara itu, populasi penduduk miskin di Jawa Barat dan Jawa Tengah per Maret 2019 mencapai 28 persen dari total 25,14 juta penduduk miskin Indonesia. Hingga tahun lalu, populasi penduduk di dua provinsi ini juga mencapai 31,4 persen dari total 266,9 juta penduduk Indonesia.
Kedua provinsi di Pulau Jawa ini pun tercatat sebagai daerah pandemi Covid-19. Data Kementerian Kesehatan per 4 Mei 2020 menunjukkan, Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah termasuk dalam lima besar kawasan dengan angka kasus positif Covid-19 terbesar di Indonesia. Jawa Barat berada di peringkat kedua jumlah kasus Covid-19 tertinggi, sedangkan Jawa Tengah ada di peringkat keempat.

Melihat situasi ini, mempertahankan produksi TPT menjadi keharusan yang tak terhindarkan. Dalam jangka pendek, Industri TPT dapat mengubah produksi kain dan pakaian jadi menjadi pembuatan produk penunjang kesehatan, seperti masker dan alat pelindung diri.
Stimulus khusus bagi industri TPT untuk tetap bertahan di tengah ketidakpastian juga menjadi kebutuhan mendesak saat ini. Hal ini mengingat besaran omzet produksi TPT penunjang kesehatan secara total bernilai lebih rendah ketimbang produk TPT dalam kondisi normal.
Dalam jangka menengah dan panjang, industri TPT boleh jadi tetap menjanjikan mengingat kebutuhan mode dunia yang sebenarnya terus meningkat. Isu problem kesehatan dan lingkungan setelah pandemi berakhir bukan tidak mungkin juga akan mempengaruhi tren busana. Dalam konteks inilah strategi produksi TPT perlu dirumuskan ulang, khususnya antara pemerintah dan pelaku usaha.
Jika industri TPT dibiarkan berhenti beroperasi tanpa kepastian waktu, dapat dipastikan juga industri ini akan berakhir dengan kematian usaha. Tentunya hal tersebut tidak diharapkan terjadi. Tutupnya industri TPT berarti kematian industri padat karya yang akan menimbulkan efek domino pada peningkatan pengangguran, kemiskinan, dan persoalan ekonomi, dari tingkat regional yang akhirnya meluas ke skala nasional. (LITBANG KOMPAS)