Ibarat peperangan, tenaga kesehatan adalah tentara yang berjuang di medan pertempuran melawan Covid-19. Bahu-membahu menyiapkan amunisi menjadi kunci yang tak kalah penting dalam memenangi pertarungan.
Oleh
Dedy Afrianto
·5 menit baca
Ibarat peperangan, dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya adalah tentara yang berjuang di medan pertempuran melawan Covid-19. Bahu-membahu menyiapkan amunisi menjadi kunci yang tak kalah penting dalam memenangi pertempuran itu.
Selama lebih dari satu bulan terakhir, dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya adalah para pejuang di garda terdepan yang memiliki peran penting dalam melakukan upaya penyembuhan pasien Covid-19. Sayangnya, amunisi yang dimiliki belum mampu memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan seiring dengan semakin meningkatnya jumlah pasien terinfeksi Covid-19 setiap harinya.
Kekurangan amunisi dialami oleh sejumlah daerah di Indonesia. Masker, baju hazmat, dan alat pelindung kepala bagi tenaga kesehatan sulit ditemukan seiring dengan meningkatnya kebutuhan dari berbagai rumah sakit.
Di Jakarta, misalnya, hingga awal April lalu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih membutuhkan masker, sarung tangan, dan disinfektan bagi tenaga kesehatan. Alat pelindung diri berupa baju hazmat juga dibutuhkan, khususnya bagi dokter atau perawat yang bersentuhan langsung dengan pasien Covid-19.
Kondisi serupa dialami oleh Jawa Barat. Pada akhir Maret lalu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengonfirmasi kebutuhan sekitar 30.000 alat pelindung diri bagi tenaga kesehatan.
Kekurangan alat pelindung diri berbanding lurus dengan semakin banyaknya tenaga kesehatan yang terdampak Covid-19. Di Jakarta, misalnya, 174 tenaga kesehatan telah terinfeksi Covid-19 hingga pekan kedua April lalu. Sementara 23 orang di antaranya telah dinyatakan sembuh.
Secara total, 44 tenaga kesehatan meninggal di tengah pandemi ini hingga pekan ketiga April. Tak hanya dokter spesialis, dokter gigi dan perawat juga tak luput terinfeksi Covid-19.
Menurut catatan Persatuan Dokter Gigi Indonesia, enam dokter gigi meninggal selama pandemi ini. Sementara terdapat 15 perawat yang juga meninggal hingga 19 April lalu.
Memang, tidak semua tenaga kesehatan meninggal karena merawat secara langsung pasien Covid-19. Beberapa di antaranya meninggal saat berstatus pasien dalam pengawasan.
Namun, kondisi ini menjadi lampu kuning bagi Indonesia mengingat tenaga mereka amat dibutuhkan untuk menanggulangi pandemi Covid-19. Saat kehilangan satu dokter ahli, butuh waktu yang tak sebentar untuk menunggu lahirnya dokter ahli berikutnya.
Dampak Covid-19 bagi tenaga kesehatan juga turut dirasakan oleh negara lain. China, misalnya, menurut laporan dari harian The New York Times, hingga awal Maret lalu, 3.300 tenaga kesehatan di negara itu telah terjangkit Covid-19. Kelangkaan alat pelindung diri menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Jumlah yang lebih banyak dicatatkan oleh Spanyol. Setelah enam pekan menghadapi pandemi Covid-19, sebanyak 5.400 tenaga kesehatan di Spanyol positif terinfeksi Covid-19. Adapun di Italia, 15.314 tenaga kesehatan juga terinfeksi Covid-19 hingga memasuki pekan kedua April.
Tak dapat dipastikan apakah tenaga kesehatan ini terinfeksi karena merawat pasien atau tertular dari sumber lainnya. Namun, fakta ini menunjukkan perlunya perlindungan bagi setiap tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya.
Untuk memenuhi amunisi bagi tenaga kesehatan, pemerintah dan masyarakat di daerah tak hanya berpangku tangan menanti bantuan. Sinergi dilakukan antara pemerintah dan masyarakat sipil untuk mencukupi kebutuhan alat pelindung diri bagi setiap tenaga kesehatan.
Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur, misalnya, menggandeng penjahit di daerah setempat guna memenuhi kebutuhan alat pelindung diri bagi tenaga kesehatan. Selain memberdayakan tenaga kerja di daerah, kerja sama ini efektif untuk menutupi kekurangan alat pelindung diri.
Dukungan dalam bentuk apa pun perlu diberikan sebagai stimulus bagi mereka yang berjuang di medan pertempuran.
Hal yang berbeda dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Selain menjalin kerja sama dengan pelaku UMKM lokal untuk menyediakan alat pelindung diri bagi tenaga kesehatan, aparatur sipil negara juga diikutsertakan dalam membuat alat pelindung wajah. Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah tak hanya berdiam diri, tetapi juga bergerak bersama sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Di Yogyakarta, alat pelindung diri bahkan didistribusikan hingga tingkat puskesmas dan klinik. Selain itu, rumah sakit non-rujukan juga menerima bantuan serupa. Persebaran bantuan alat pelindung diri ini menegaskan pentingnya persiapan sejak dini bagi setiap tenaga kesehatan, termasuk bagi mereka yang bersentuhan langsung dengan masyarakat pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Langkah lainnya juga dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Untuk sementara waktu, jas hujan didistribusikan kepada tenaga kesehatan yang membutuhkan karena sulitnya memperoleh alat pelindung diri. Ini dilakukan sebagai solusi jangka pendek demi melindungi tenaga kesehatan dalam menjalankan tugas memerangi pandemi Covid-19.
Gerakan lainnya juga tak kalah masif dilakukan oleh masyarakat sipil dari berbagai latar belakang. Meski tanpa komando pemerintah daerah, penata busana, para pekerja konfeksi rumahan, hingga penyandang disabilitas juga bahu-membahu membantu menyediakan alat pelindung diri bagi tenaga kesehatan.
Selain alat pelindung diri, dukungan juga diberikan oleh pemerintah pusat hingga daerah dengan memberikan sejumlah insentif. Dari pemerintah pusat, insentif diberikan kepada dokter spesialis sebesar Rp 15 juta per bulan dan dokter umum atau dokter gigi Rp 10 juta per bulan.
Sementara bidan dan perawat juga mendapatkan insentif Rp 7,5 juta per bulan. Bagi tenaga kesehatan lainnya, pemerintah juga memberikan tunjangan Rp 5 juta per bulan. Tunjangan ini diberikan kepada daerah yang menetapkan status tanggap darurat Covid-19.
Selain pemerintah pusat, pemerintah daerah juga turut memberikan tunjangan bagi tenaga kesehatan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, misalnya, memberikan tunjangan Rp 215.000 per hari. Tunjangan ini diberikan kepada setiap tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid-19.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur memberikan tunjangan bagi tim tenaga kesehatan yang merawat pasien rawat inap sebesar Rp 15 juta per pasien dan pasien rawat jalan Rp 7 juta. Tunjangan diberikan sebagai wujud penghargaan bagi mereka yang berjuang di garda terdepan.
Tunjangan yang tak kalah besar juga diberikan oleh Pemerintah Provinsi Banten. Dokter RSUD di Banten memperoleh insentif hingga Rp 75 juta per bulan. Bahkan, tunjangan juga diberikan kepada petugas penunjang umum lainnya sebesar Rp 5 juta per bulan.
Bagaimanapun, tenaga medis memiliki peran yang sangat penting dalam menyembuhkan pasien Covid-19. Dukungan dalam bentuk apa pun perlu diberikan sebagai stimulus bagi mereka yang berjuang untuk memenangi pertempuran melawan Covid-19. (LITBANG KOMPAS)