Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan nama baru virus korona, yaitu Covid-19. Mengingat korban yang terus bertambah, penelitian untuk menemukan vaksin dan pengobatan kini menjadi prioritas dunia.
Oleh
YOESEP BUDIANTO
·4 menit baca
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Februari 2020 menetapkan nama baru untuk wabah virus korona, yaitu Covid -19. Sebelumnya, virus tersebut dikenal dengan nama Novel Coronavirus atau 2019-nCoV.
Nama Covid-19 merupakan kependekan dari coronavirus disease 2019. Perubahan tersebut melalui pertimbangan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) serta Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Tujuan penamaan virus ini untuk meminimalkan dampak negatif terhadap perdagangan, pariwisata, serta pelanggaran terhadap kelompok budaya, sosial, nasional, regional, hingga etnis.
Dalam dokumen World Health Organization Best Practices for the Naming of New Human Infectious Disease, terdapat enam prinsip penamaan suatu wabah penyakit. Pertama, menggunakan istilah yang bersifat umum dan dapat digunakan di seluruh dunia.
Faktor kedua, penamaan tersebut merupakan istilah spesifik yang dapat digunakan apabila wabah dianggap kuat sehingga muncul perubahan besar pada lingkup epidemiologi. Ketiga, patogen atau sumber wabah harus menjadi salah satu unsur penamaan apabila sudah diketahui.
Keempat, penamaan harus singkat dan mudah diucapkan. Ini seperti pada H7N9, malaria, dan polio. Kelima, nama wabah tersebut dapat disingkat menjadi akronim dengan konsisten. Terakhir, konsistensi nama harus sesuai dengan panduan dari the International Classification of Disease (IDC).
Perjalanan
Sebelum WHO mengumumkan nama, upaya mengenali virus korona jenis baru ini telah dilakukan. Pemerintah China merilis kode genetik virus korona jenis baru yang dapat digunakan untuk mengembangkan upaya pencegahan. Dengan dikeluarkannya kode tersebut, para peneliti di dunia dapat segera meneliti dan menemukan vaksin untuk mencegah penularan wabah penyakit.
Upaya-upaya mengenali virus korona jenis baru ini perlu dilakukan dengan cepat, mengingat makin meluasnya persebaran virus tersebut di dunia. Selain China, saat ini ada 25 negara yang melaporkan kasus Covid-19.
Total kasus yang terkonfirmasi hingga 17 Februari 2020, mencapai 71.429 kasus. WHO menetapkan kondisi risiko sangat tinggi wabah Covid-19 di China serta risiko tinggi di tingkat Asia Pasifik dan dunia.
Penyebaran Covid-19 berjalan dengan masif hingga melampaui kasus SARS (severe acute respiratory syndrome) yang bermula pada Februari 2003 di China. Total 774 orang meninggal karena SARS dengan jumlah kasus 8.098.
WHO menggambarkan pola penyebaran Covid-19 di seluruh dunia dalam dua skema, yaitu terinfeksi saat berada di China serta kemungkinan paparan terjadi di luar negara yang melaporkan dan di luar China. Kebanyakan kasus infeksi dibawa oleh turis yang berada di China saat wabah terjadi ke negara asalnya.
Menyikapi kondisi tersebut, WHO mengeluarkan dokumen kunci penanganan dan karantina wisatawan yang terkait dengan Covid-19. Tak hanya itu, Direktur Jenderal WHO menyatakan bahwa wabah Covid-19 sebagai Status Darurat Kesehatan Masyarakat pada 30 Januari 2020.
Status tersebut dikeluarkan berdasarkan saran dari Emergency Committee under the International Health Regulations yang didasarkan pada risiko paparan awal terhadap wisatawan. Hal ini juga menjadi alarm bagi seluruh negara untuk menyiapkan tindakan dalam penanganan kasus Covid-19 yang mungkin saja terjadi di negara tersebut.
Negara yang melaporkan kemungkinan paparan terjadi di luar negara tersebut dan China adalah Jepang, Singapura, Jerman, dan Perancis. Artinya, Covid-19 mungkin saja dibawa oleh wisatawan secara tidak sadar. Gejala baru muncul beberapa hari setelah kontak langsung dengan pembawa virus tersebut.
Total kasus terkonfirmasi paling banyak hingga 17 Februari 2020 di Asia Pasifik berada di Singapura, yaitu 75 kasus, disusul Jepang dengan 59 kasus. Sementara wilayah Amerika Serikat mencapai 15 kasus dan Kanada ada 7 kasus.
Jerman menjadi negara dengan jumlah kasus Covid-19 terbanyak di Benua Eropa dengan total 16 kasus, disusul Perancis (12 kasus) dan Inggris (9 kasus). Wilayah Timur Tengah, khususnya Uni Emirat Arab, terdapat 9 kasus.
Sementara itu, Jepang melaporkan 99 kasus baru di kapal pesiar yang dikarantina di perairan Jepang, Diamond Princess, sehingga jumlah infeksi di kapal menjadi 454 kasus. Jumlah kematian karena Covid-19 di luar China terjadi di Jepang, Filipina, dan Perancis dengan masing-masing jumlah satu orang.
Upaya strategis
Selain memberi nama virus, WHO juga menyusun strategi terkait jumlah korban yang terus bertambah dan efek lain, seperti perlambatan ekonomi dan devisa dari wisatawan, yang disebabkan oleh wabah Covid-19.
WHO merancang beberapa langkah strategis dalam penanganan Covid-19. Langkah pertama adalah membatasi penularan antarmanusia melalui infeksi sekunder, yaitu kontak langsung dengan penderita atau petugas kesehatan, serta mencegah penyebaran internasional lebih lanjut dari China.
Kedua, menempuh upaya identifikasi, isolasi, dan perawatan sejak dini, termasuk menyediakan fasilitas yang optimal untuk pasien terinfeksi. Ketiga, identifikasi dan kurangi penularan dari sumber hewan.
WHO menetapkan kondisi risiko sangat tinggi wabah Covid-19 di China serta risiko tinggi di tingkat Asia Pasifik dan Dunia.
Keempat, pengembangan analisis keparahan klinis, tingkat penularan dan infeksi, pilihan pengobatan, serta mempercepat pengembangan diagnostik, terapi, dan vaksin.
Kelima, melakukan komunikasi risiko kritis ke semua komunitas di seluruh dunia serta melawan informasi yang salah terkait wabah Covid-19. Terakhir, meminimalkan dampak sosial dan ekonomi melalui kemitraan multisektoral.
Melalui dokumen tersebut, WHO mampu mendeteksi beberapa hal, seperti laju infeksi primer dan sekunder, interval infeksi, periode inkubasi, serta rute transmisi virus yang paling memungkinkan.
Periode krisis virus Covid-19 belum diketahui kapan akan berakhir. Pada kejadian wabah SARS tahun 2003 dibutuhkan sekitar 20 bulan dari rilis kode genom virus untuk menghasilkan vaksin yang siap diujicobakan kepada manusia.
Pada epidemi virus zika, peneliti membutuhkan waktu enam bulan untuk mengeluarkan vaksin. Kolaborasi WHO dengan banyak negara untuk menemukan vaksin dan pengobatan terbaik menjadi penemuan yang paling dinanti. (LITBANG KOMPAS)