Kehadiran teknologi kian mempermudah pekerjaan di berbagai bidang, termasuk penegakan hukum. Tilang elektronik telah diberlakukan di Ibu Kota dan akan terus diperluas penggunaannya.
Oleh
KRISHNA P PANOLIH
·4 menit baca
Padatnya jalanan Ibu Kota menguji kesabaran masyarakat pengguna jalan. Keamanan berlalu lintas kemudian menjadi persoalan yang harus dihadapi warga Jakarta setiap hari. Pelanggaran lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas menjadi persoalan penting di Ibu Kota.
Secara detail, pada 2017 jumlah kecelakaan mencapai 5.140 kejadian dan terus menunjukkan tren peningkatan di tahun setelahnya hingga 5 persen. Korban luka berat pun meningkat dari 804 menjadi 1.007, tetapi korban jiwa mengalami penurunan dari 524 korban jiwa menjadi 389 korban jiwa.
Sepanjang (Januari-September 2019) sudah ada 7.343 kecelakaan lalu lintas di Ibu Kota. Kecelakaan lalu lintas, jika dirata-rata, terjadi sebanyak 27 kasus per hari di DKI Jakarta.
Kecelakaan lalu lintas dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya persoalan ketertiban berlalu lintas. Kasus kecelakaan yang tinggi dan terus meningkat di DKI Jakarta juga diikuti tingginya pelanggaran lalu lintas.
Gambaran tingginya pelanggaran lalu lintas terekam dari hasil operasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian dua tahun terakhir. Tahun 2018 tercatat Operasi Patuh Jaya oleh pihak kepolisian yang diselenggarakan sebulan berakhir dengan dikeluarkannya 70.226 surat tilang kepada para pelanggar lalu lintas di DKI Jakarta. Sementara pada tahun lalu (29 Agustus-11 September 2019), Kepolisian Daerah Metro Jaya mengeluarkan hingga 114.673 surat tilang, naik sekitar 63 persen dibandingkan pada 2018 (Kompas, 13/9/2019).
Dukungan teknologi
Catatan pelanggaran lalu lintas umumnya hanya memberikan efek jera sementara bagi pengguna kendaraan. Sesudah operasi selesai, pelanggaran lalu lintas mudah ditemukan dalam keseharian berlalu lintas di Jakarta.
Maraknya pelanggaran lalu lintas tidak hanya semata menjadi tanggung jawab pihak kepolisian mengingat jumlah personel kepolisian yang tidak sebanding dengan banyaknya pengguna kendaraan. Kenyataan tersebut setidaknya menjadi salah satu pendorong munculnya penerapan tilang elektronik di Ibu Kota.
Hadirnya teknologi pemantau pelanggaran lalu lintas terbilang efektif mendukung ketertiban berlalu lintas. Hasil pelaksanaan tilang elektronik juga menjaring frekuensi pelanggaran lalu lintas yang cukup tinggi di Ibu Kota.
Sejak tilang elektronik diberlakukan 1 November 2018 hingga 29 Juni 2019, sebanyak 12.542 pelanggaran telah terekam. Jika dirata-rata, setiap bulan ada hampir 1.800 kendaraan, atau sekitar 60 kendaraan setiap hari, yang terpantau melanggar lalu lintas.
Pantauan pelanggaran lalu lintas dengan angka itu baru dilakukan di 10 titik sepanjang Jalan Sudirman-MH Thamrin dengan 12 unit kamera.
Proses panjang
Keputusan menerapkan tilang elektronik dilakukan dengan pertimbangan cukup panjang. Tilang elektronik pernah dilakukan beberapa kali uji coba.
Munculnya tilang elektronik dimulai dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Pasal 272 dari regulasi ini mengamanatkan kemungkinan digunakannya peralatan elektronik guna mendukung penindakan pelanggaran lalu lintas. Hasilnya bisa dipakai menjadi alat bukti di pengadilan. Istilah ”peralatan elektronik” tak lain adalah perekam kejadian untuk menyimpan informasi.
Pada 14-24 Maret 2011, sejumlah kamera laser dipasang di sejumlah lampu pengatur lalu lintas di Jalan MH Thamrin, sekitar persimpangan Sarinah, Jakarta Pusat. Uji coba ini hanya mencatat tiga jenis pelanggaran, yaitu melewati garis tebal warna putih, melewati lampu pengatur lalu lintas, dan melewati garis kuning.
Uji coba semakin diperkuat dengan keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di tahun 2012. Pasal 23 dari PP tersebut mengatur penindakan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan didasarkan pada sejumlah hasil.
Pertama, adanya temuan dalam proses pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan. Selanjutnya, adanya laporan dan/atau rekaman peralatan elektronik. Mengacu pada dua peraturan itu, jelas bahwa surat tilang diberikan bukan secara elektronik, melainkan buktinya berupa rekaman elektronik.
Namun, keluarnya payung hukum tidak serta-merta penerapan tilang kendaraan bermotor secara elektronik menjadi mudah diterapkan. Hingga 2014, masih ada sejumlah persoalan terkait tilang elektronik.
Persoalan itu ialah belum sinkronnya data kendaraan di Jakarta. Menindaklanjuti hal itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya menyinkronkan data kendaraan terkait pemberkasan elektronik. Hal itu dilakukan untuk mewujudkan electronic registration identification (ERI) yang kemudian berlanjut pada rencana electronic road pricing (ERP) dan electronic law enforcement (ELE).
Uji coba TE dilakukan lagi di tiga titik di Jakarta, tepatnya di Kuningan, Pancoran, dan perempatan Mampang. Uji coba ini untuk memastikan alat pendeteksi nomor kendaraan otomatis (automatic number plate identification/ANPR) bisa berfungsi.
Empat tahun kemudian, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya melakukan uji coba dan sosialisasi di Jalan Jenderal Sudirman dan MH Thamrin pada Oktober 2018. Dan per 1 November 2018, tilang ini resmi berlaku, dengan sejumlah kamera CCTV yang berfungsi 24 jam.
Masih di Jakarta, tilang elektronik juga merambah ke sepeda motor dan resmi berlaku mulai 3 Februari 2020. Jenis pelanggaran yang akan terekam yakni penggunaan helm, pelanggaran rambu, pelanggaran marka jalan, dan pemakaian penggunaan ponsel saat berkendara.
Dengan dukungan teknologi, tilang elektronik bisa mereduksi aktivitas ”berdamai” yang tidak hanya dilakukan oleh oknum penegak hukum, tetapi juga dilakukan oleh pelanggarnya. Disiplin berlalu lintas masyarakat pun diharapkan meningkat dengan menekankan pada fatalitas korban kecelakaan lalu lintas. (Litbang Kompas)