Meski bukan profesi utama yang dicita-citakan, minat anak muda menjadi abdi negara masih tinggi. Kejelasan karier dan adanya jaminan hari tua menjadi motivasi terbesar generasi milenial menjadi pegawai negeri.
Oleh
MB DEWI PANCAWATI
·5 menit baca
Di antara beragam profesi yang berkembang pada saat ini, pegawai negeri sipil menjadi salah satu profesi yang mempunyai daya tarik tersendiri bagi generasi milenial.
Hal ini, antara lain, tampak dari tingginya animo masyarakat ketika lowongan calon pegawai negeri sipil (CPNS) tahun 2019 di berbagai instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, dibuka. Sampai pendaftaran ditutup, pelamar yang sudah mempunyai akun menembus angka 5,05 juta. Angka ini terbesar sepanjang sejarah penerimaan CPNS. Pada 2018 ada 4,4 juta pelamar, sementara tahun 2017 terdapat 2,4 juta pelamar.
Fenomena ini juga terlihat dari hasil jajak pendapat Kompas pada November lalu. Sebanyak 47 persen responden mengaku masih berminat menjadi PNS. Angka ini masih mungkin bertambah karena ada sekitar 16,8 persen responden yang menyatakan masih pikir-pikir. Meskipun tidak berbeda jauh, mahasiswa berjenis kelamin laki-laki lebih banyak yang berminat menjadi PNS dibandingkan dengan perempuan.
Meski demikian, menjadi PNS bukan profesi utama yang dicita-citakan generasi muda ini. Dari dua kali jajak pendapat, yaitu pada 2019 dan 2017, profesi utama yang diinginkan adalah menjadi wirausaha atau entrepreneur. Persentasenya untuk cita-cita itu pada 2019 sekitar 39,1 persen atau meningkat dibandingkan dengan tahun 2017 sebesar 32,2 persen.
Berikutnya, sekitar seperempat responden memilih berkarya sebagai karyawan swasta. Cita-cita untuk berusaha secara mandiri dan menjadi karyawan swasta mengalahkan keinginan menjadi PNS yang berada di urutan ketiga. Ada 20,3 persen yang bercita-cita menjadi PNS meski persentasenya juga menurun dibanding 2017.
Warisan Belanda
Menjadi PNS merupakan profesi warisan zaman kolonial Belanda. Saat itu namanya pegawai pemerintah. Pegawai Pemerintah Hindia Belanda yang berasal dari kaum bumi putra berkedudukan sebagai pegawai kasar atau kelas bawah. Meski demikian, kaum bumi putra yang bisa menjadi pegawai pemerintah sudah dipandang tinggi derajatnya karena mayoritas masyarakat adalah petani. Mereka yang jadi pegawai pemerintah adalah mereka yang mengenyam pendidikan sekolah.
Pada saat Belanda menyerahkan kekuasaan kepada Jepang, seluruh pegawai pemerintah eks Hindia Belanda dipekerjakan oleh Jepang menjadi pegawai pemerintahannya. Sejak Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, secara otomatis seluruh pegawai pemerintah menjadi pegawai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setelah pengakuan kedaulatan 27 Desember 1949 menjadi pegawai Republik Indonesia Serikat (RIS).
Di era ini birokrasi mulai kembali diwarnai oleh korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela seperti yang terjadi pada zaman kolonial Belanda. Kedekatan dan loyalitas pegawai pemerintah menjadi syarat mutlak dalam seleksi pegawai atau kenaikan jabatan.
Kendali pemerintahan dipegang oleh para politisi dan tokoh partai, sementara pegawai dijadikan alat partai politik. Sampai akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang mencoba mengembalikan pegawai negeri netral dari kekuasaan partai politik.
Posisi pegawai negeri ini baru lepas dari berbagai tarik-menarik kekuasaan dan politik ketika pemerintah membentuk wadah yang dinamakan Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) pada 29 November 1971 melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 82 Tahun 1971. Korpri dibentuk agar pegawai negeri turut memelihara stabilitas politik negara.
Namun, hanya berjalan empat tahun, PNS kembali menjadi alat politik dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 1976 tentang Keanggotaan PNS dalam Parpol.
Posisi PNS dalam politik kembali berubah di era reformasi dengan keluarnya peraturan pemerintah yang mengatur keterlibatan PNS dalam parpol, di mana PNS yang ingin masuk ke dalam parpol wajib melepaskan status kepegawaian negerinya. PNS hanya fokus mengabdi pada masyarakat dan negara.
Keterjaminan
Jumlah PNS cenderung terus bertambah. Berdasarkan data Biro Kepegawaian Nasional (BKN), pada 30 Juni 2019 ada 4.286.918 PNS. Jumlah ini akan bertambah dengan dibukanya 152.286 formasi dalam penerimaan CPNS 2019. Berbagai kementerian/lembaga negara dan pemerintah daerah siap menyambut pegawai baru. Pekerjaan di pemerintahan ini masih menjadi dambaan banyak orang muda dengan berbagai alasan. Bertugas sebagai abdi negara dan masyarakat menjadi salah satu motivasi meski hal itu bukan alasan utama.
Dari hasil jajak pendapat, motivasi terbesar generasi milenial ingin menjadi PNS adalah karena kejelasan karier. Hal ini disampaikan 34,7 persen responden. Adanya keterjaminan jenjang karier ini menjadi salah satu daya tarik PNS. Keterjaminan berikutnya adalah adanya pensiun yang menjamin hari tua setelah tak lagi bekerja. Sebanyak 33,8 persen responden sepakat tentang alasan ini. Dalam benak mereka, menjadi PNS akan aman seumur hidup karena ditanggung oleh negara.
Selain itu, bagi sebagian orang, terutama yang berada di daerah, menjadi PNS masih dipandang sebagai profesi yang akan meningkatkan status sosial serta mengangkat derajat, kehormatan, dan wibawanya di tengah masyarakat. Dahulu, orang yang menjadi abdi negara disebut kaum priayi. Meski saat ini anggapan tersebut sudah tidak ada, kebanggaan menjadi PNS masih berkembang di masyarakat. Tak heran jika orangtua menuntut dan mendorong anaknya bekerja di pemerintahan, apalagi jika orangtuanya juga PNS.
Kebebasan
Di sisi lain, 35,2 persen anak muda yang tidak berminat menjadi PNS beralasan, bekerja di pemerintahan tidak sesuai dengan passion atau keinginan, terlalu birokratis, dan kaku. Jam kerja dari pukul 08.00 hingga 17.00 menjadi salah satu hal yang dianggap kaku. Hal lain yang membuat anak muda enggan menjadi aparatur pemerintah karena sekali masuk dalam pemerintahan harus terus mengabdi sampai pensiun.
Generasi milenial umumnya suka tantangan dan berkarya sehingga mereka membutuhkan kebebasan untuk berkreasi. Tidak bisa mengembangkan kreativitas diakui 21,8 persen responden sebagai alasan tidak berminat menjadi PNS. Dengan menjadi PNS seakan-akan ruang gerak kreativitas mereka terbatas.
Selain alasan tersebut, sebagian responden (42,8 persen) mengakui perekrutan PNS masih belum transparan. Penilaian itu ditengarai muncul karena selama ini penerimaan PNS dinilai masih ”berbau” KKN. Stigma ini masih kuat meski pemerintah sudah berupaya membangun perekrutan yang transparan.
Pemerintah sendiri terus berupaya meningkatkan kompetensi profesionalitas PNS. Ke depan, aparatur pemerintah diharapkan benar-benar menjadi abdi negara yang berintegritas.(MB DEWI PANCAWATI/LITBANG KOMPAS)