Membangun Kerja Sama Dunia
Kerja sama antarnegara terus dibangun. Tujuh negara di kawasan Laut Merah membangun kerja sama. Mereka ialah Arab Saudi, Jordania, Mesir, Sudan, Yaman, Djibouti, dan Somalia.
Jalur perairan Laut Merah dan Teluk Aden dikenal sangat strategis karena menghubungkan dua benua, yakni Eropa dan Asia, serta menghubungkan dua lautan besar, yaitu Laut Tengah dan Samudra Hindia. Di area Laut Merah terdapat dua jalur sempit yang sangat populer, yaitu Bab al-Mandeb dan Terusan Suez.
Bab al-Mandeb merupakan selat yang menghubungkan Samudra Hindia dan Laut Merah. Selat ini menjadi jalur lalu lintas laut utama antara Eropa dan Asia. Hampir 40 persen suplai minyak ke Eropa dan AS dari kawasan Teluk yang diangkut kapal tanker melalui Bab al-Mandeb. Semua kapal laut dari berbagai ukuran bisa melintasinya dari dua arah berlawanan sekaligus.
Sementara Terusan Suez juga sangat strategis karena menghubungkan Laut Merah dan Laut Tengah atau Eropa dan Asia. Dengan demikian, perairan tersebut menjadi jalur utama di mana minyak mentah mengalir ke berbagai bagian dunia.
Negara-negara yang mendeklarasikan terbentuknya kaukus baru itu adalah negara-negara anggota Liga Arab yang secara politik dikenal dekat dengan Riyadh. Besar kemungkinan embrio baru ini menjadi organisasi regional baru sebagai sarana Arab Saudi menghadapi Iran.
Namun, terlepas dari nuansa politik, kaukus yang diinisiasi oleh Arab Saudi ini memiliki tujuan utama menciptakan keamanan dan stabilitas dalam aktivitas perdagangan dan investasi di sepanjang jalur perairan mereka.
Pengembangan ekonomi menjadi muatan utama pembentukan kerja sama, sebagaimana juga terjadi di forum ASEAN, G-20, ataupun NAFTA.
ASEAN
Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN didirikan 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Thailand, Filipina, Malaysia, dan Singapura. Lima puluh satu tahun sejak berdiri, capaian integrasi negara-negara Asia Tenggara itu menunjukkan perkembangan pesat dan dapat menjadi model kerja sama kaukus Laut Merah.
Keanggotaan ASEAN sudah meluas menjadi 10 negara. Total populasi di ASEAN mencapai 642 juta jiwa atau 8,5 persen dari total penduduk dunia tahun 2017. Sekitar 50,4 persen penduduk Asia Tenggara berusia produktif, yaitu usia 20-54 tahun.
Kerja sama negara Asia Tenggara membawa peningkatan angka harapan hidup. Tahun 2017, angka harapan hidup mencapai 72 tahun atau meningkat 16 tahun selama setengah abad terakhir. Besarnya angka harapan hidup tak lepas dari jaminan kualitas kesehatan masyarakat. Sebanyak 82,7 persen penduduk ASEAN telah memiliki akses air minum layak serta akses sanitasi layak sudah mencapai 76,2 persen.
Capaian peingkatan juga terlihat dari sisi pertumbuhan kawasan. Saat awal terbentuknya ASEAN, pertumbuhan ekonomi masih sekitar 4,3 persen. Tren peningkatan terus dicapai hingga mencapai nilai tertinggi pada 1995 sebesar 8,1 persen.
Capaian pertumbuhan ekonomi sempat diempas gelombang krisis ekonomi global, pertumbuhan sempat anjlok di angka 3,4 persen pada 1999. Membaiknya denyut perekonomian dunia turut mengembalikan tren pertumbuhan. Hingga tahun 2017, pertumbuhan ekonomi ASEAN mencapai 5,3 persen.
Lonjakan tinggi terjadi pada nilai produk domestik bruto secara total maupun per kapita. PDB ASEAN tahun 1967 hanya sebesar 23 miliar dollar AS, kemudian meningkat hingga 120 kali lipat di tahun 2017, sekitar 2,8 triliun dollar AS. Jika dilihat dari level individu, PDB per kapita melonjak 35 kali lipat.
NAFTA
Tiga negara di Amerika Utara, yaitu Amerika Serikat, Meksiko, dan Kanada, memiliki lingkaran relasi perdagangan. Kerja sama ketiganya terajut dalam forum Kawasan Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) yang berlangsung sejak 1994. Hingga 2015, nilai perdagangan ketiga negara ini tercatat sebanyak 1,4 triliun dollar AS, naik dari 297 miliar dollar AS di awal berdirinya.
Kerja sama dapat berjalan mulus karena barang-barang yang diperdagangkan antar-ketiga negara tersebut tidak mendapat tarif impor tinggi. Konsumen AS dapat menikmati produk murah merek dunia yang diproduksi di Meksiko, seperti Toyota, Ford, dan Honda.
Naiknya Trump sebagai Presiden AS sedikit mengusik forum kerja sama. Trump menyatakan NAFTA merugikan AS karena mengurangi kesempatan kerja dan membuat neraca perdagangan AS mengalami defisit besar dengan Meksiko dan Kanada. Trump juga menuntut imbal balik yang saling menguntungkan pada kedua negara melalui negosiasi ulang perjanjian NAFTA.
Negosiasi trilateral ini akhirnya menemui titik terang pada Jumat (28/9/2018). Kebuntuan tuntas ketika Trump menerima proposal perjanjian yang diajukan Kanada. Perjanjian ini memberikan beberapa keuntungan bagi AS. Presiden Donald Trump menegaskan bahwa revisi perjanjian NAFTA akan menggelontorkan dana dan lapangan pekerjaan ke dalam AS secara besar-besaran.
Selain itu, perjanjian ini juga memberikan konsesi baru bagi petani di AS dan membentuk peraturan baru untuk menyongsong perdagangan digital yang mulai menjamur dewasa ini. Revisi NAFTA, yang kemudian namanya diganti dengan United States-Mexico-Canada Agreement atau USMCA, menjadi keberhasilan terbesar Trump dalam rentetan negosiasi terkait dengan perdagangan AS.
Forum G-20
G-20 merupakan salah satu forum yang berpengaruh di dunia. Kelompok ini secara kolektif mewakili 85 persen produk domestik bruto dunia, 75 persen perdagangan global, 80 persen investasi dunia, serta 66 persen penduduk dunia.
Pada awal pembentukannya, G-20 difokuskan pada upaya mereformasi sistem keuangan global sebagai salah satu kunci untuk menjawab krisis perekonomian global.
Rumusan itu kemudian dipertajam pada KTT G-20 tahun 2009 di Pittsburgh, AS. Tujuan G-20 dirumuskan dengan lebih gamblang untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, dan berimbang.
Namun, tidak hanya fokus pada sistem ekonomi dunia, Forum G-20 juga menjadi sarana dialog mencari titik temu kemelut perdagangan dunia yang sedang terjadi. Seperti kondisi dunia saat ini yang dipengaruhi oleh persaingan dagang dua negara besar, Amerika Serikat dan China. Di sektor perdagangan, AS menerapkan tarif terhadap produk impor asal China, demikian pula sebaliknya.
KTT G-20 di Buenos Aires pada 30 November-1 Desember 2018 lalu berhasil mempertemukan dua pemimpin negara tersebut dan mencapai kesepakatan antara Presiden Trump dan Presiden China Xi Jinping.
Koran The New York Times edisi 2 Desember 2018 memberitakan keputusan Trump menunda kenaikan tarif yang dikenakan kepada China. ”Trump to delay increase in tariffs and Xi says he will buy more”.
Trump menyatakan akan menunda penerapan pajak impor 25 persen terhadap komoditas dari China senilai 200 miliar dollar AS. Penundaan diberikan dalam waktu 90 hari terhitung dari 1 Januari 2019. Komoditas impor dari China senilai 50 miliar dollar AS tetap dikenai pajak masuk 25 persen dan tidak termasuk dalam kesepakatan.
China merespons dengan komitmen meningkatkan belanja China dari AS dari sektor industri, energi, dan produk agrikultur. Hal ini dilakukan China untuk mengimbangi neraca ekspor baja dan produk elektronik ke AS.
Gencatan perang dagang ini menjadi impian penyelesaian kemelut perang dagang yang terjadi selama ini. Dampak perang dagang tidak bisa dianggap enteng.
Forum tahunan IMF dan Bank Dunia Oktober 2018 memperingatkan negara- negara dunia untuk tidak terlibat dalam perang dagang dan perang mata uang. Hal itu dapat membuat kerapuhan sektor finansial meningkat serta tensi perdagangan dan geopolitik memanas, dan goyahnya pertumbuhan ekonomi global. (LITBANG KOMPAS)