Di hadapan anggota DPR dan DPD RI dan disiarkan ke berbagai penjuru Indonesia, Presiden Joko Widodo menyampaikan pesan untuk meningkatkan daya saing dalam perekonomian global. Optimisme untuk menjadi negara yang berdaulat dan dihormati negara-negara lain di dunia makin menguat sejak Presiden menekankan hal ini pada forum yang sama dua tahun lalu.
Untuk keempat kalinya, Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato kenegaraan dalam rangka menyambut perayaan hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke-73. Pada 16 Agustus lalu, Presiden berpidato selama 42 menit 12 detik di depan sidang bersama DPR RI dan DPD RI di Gedung DPR, Senayan. Pagi sebelumnya Presiden menyampaikan pidato di depan Sidang Tahunan MPR sementara pada siang hari Presiden memaparkan Nota Keuangan Rancangan APBN 2019 di depan Rapat Paripurna DPR.
Khusus pada Sidang Bersama DPR dan DPD, dari tahun ke tahun fokus pidato kenegaraan yang disampaikan Presiden Jokowi menekankan isu-isu yang secara bertahap berkembang. Pada pidato pertamanya di tahun 2015, Jokowi berusaha menularkan optimisme di saat ekonomi melambat. Tahun-tahun berikutnya Presiden menyampaikan misi percepatan pembangunan (2016), pemerataan ekonomi (2017), dan peningkatan produktivitas yang berdaya saing (2018).
Dilihat dari jumlah kata dan durasi, naskah teks pidato yang dibacakan Jokowi juga menyesuikan perkembangan konten pidato. Pada pidato tahun ini, jumlah kata pada keseluruhan teks sebanyak 4.291 kata. Kuantitas kata dan waktu yang digunakan tahun ini hampir dua kali lipat dari tahun pertama Joko Widodo menyampaikan pidatonya di tahun 2015.
Pada pidato pertamanya di tahun 2015, jumlah kata yang ada pada teks yakni 2.782 kata yang disampaikan selama 19 menit 42 detik. Berturut-turut pada tahun 2016 dan 2017 pidato yang disampaikan sebanyak 3.214 kata (29 menit 25 detik) dan 3.503 kata (35 menit 55 detik).
Tahun ini, Jokowi memfokuskan pesan pada penguatan ekonomi rakyat agar mampu berdaya saing dan sejajar dengan negara-negara maju lainnya. Berdasarkan analisis pada bagian awal isi pidato yang tercantum setelah penghormatan pada hadirin dan ungkapan syukur, cita-cita untuk mendunia sudah disampaikan sejak tahun 2016.
Pada paragraf awal pidato tahun 2016, Presiden menyampaikan bahwa bangsa Indonesia sedang menegakkan kemakmuran yang berkeadilan untuk seluruh rakyat. Pembangunan yang merata harus berorientasi Indonesia dan tidak lagi terpusat di Jawa. Pemerataan pembangunan ini demi menjadi bangsa yang berdiri sejajar dengan bangsa yang maju.
Di tahun 2017, Presiden kembali menekankan bahwa Indonesia adalah bangsa yang sudah teruji oleh sejarah. Keberagaman di Indonesia harus dijadikan fondasi kultural untuk menghadapi tantangan dunia. Fondasi inilah yang menjadi penopang untuk lompatan dalam memenangi persaingan global.
Tahun ini, gagasan tersebut kembali diulang pada paragraf ketujuh setelah sebelumnya Presiden mengungkapkan rasa syukur atas kebhinekaan sebagai sebuah bangsa. Presiden menyebut Indonesia harus menjadi negara yang berdaulat, bermartabat, dan dihormati negara-negara lain di dunia.
Cita-cita untuk menjadi kekuatan ekonomi dunia menjadi benih yang terus disemai untuk tumbuh dalam tiga pidato Jokowi tersebut. Gagasan ini belum tertuang di bagian pembuka pada pidato di tahun 2015. Pencapaian di bidang pendidikan dengan bertambahnya peserta didik, tenaga pengajar, dan sekolah menjadi awal yang dipilih presiden saat itu.
Nawacita dan Ekonomi
Misi yang ditekankan pada paragraf awal pidato ini selaras dengan hasil analisis yang dilakukan Litbang “Kompas” pada keseluruhan teks pidato menggunakan pendekatan konsep Nawacita. Hasilnya, penguatan ekonomi untuk meningkatkan daya saing masyarakat menjadi topik teratas yang dibahas. Tahun ini topik tersebut dibahas sebanyak 35,9 persen dari total isi teks. Persentase tersebut naik dari tahun sebelumnya yang berjumlah 17,6 persen. Sementara di tahun 2015 dan 2016, topik yang sama dibahas sebanyak 28,6 persen dan 30,7 persen.
Kata ekonomi dan perekonomian terdapat di 14 paragraf dari 70 paragraf yang ada pada teks pidato tahun 2018. Dari jumlah katanya, ekonomi/perekonomian terhitung muncul sebanyak 24 kali (2018), dan 22 kali (2017), 18 kali (2016), dan 23 kali (2015). Selain itu, kata ekonomi dan perekonomian selalu berada di peringkat lima teratas sepanjang pidato Presiden Joko Widodo dalam empat tahun terakhir.
Pembahasan utama yang telah disebutkan diatas merujuk pada Nawacita keenam yang menyoal upaya pemerintah dalam meningkatkan produktivitas rakyat agar berdaya saing di pasar internasional. Daya saing ini tidak akan mampu terbentuk jika sendi-sendi ekonomi tidak diperkuat.
Pada teks pidato 2018, penguatan sendi-sendi perekonomian harus dimulai dengan ketegasan terhadap pemberantasan korupsi, narkoba, pencurian ikan, dan pengambilalihan blok energi (paragraf 11-15). Jokowi juga menyampaikan bahwa pemerintah merancang program untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat agar pemerataan pendapatan bisa segera diwujudkan.
Dalam pidato ini, penguatan ekonomi tidak hanya dilakukan dengan menyiapkan infrastruktur fisik yang selalu muncul sebagai kata kuat dalam pidato presiden selama ini. Diksi investasi menjadi kata baru yang setidaknya disebut sebanyak lima kali.
Masih dari hasil analisis teks yang dilakukan Litbang “Kompas”, Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa faktor kunci untuk memiliki ekonomi tangguh adalah investasi. Peluang untuk mendapatkan investasi harus ditingkatkan dengan menyediakan iklim kemudahan dalam berusaha dan berbisnis.
Selain memenuhi cita-cita untuk menjadi kekuatan ekonomi dunia, mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik tak luput disampaikan Presiden. Meskipun hanya sebanyak 5,7 persen, Presiden menyisipkan harap pada generasi muda.
Anak muda diharapkan menjadi ujung tombak yang dapat menggerakkan sektor ekonomi kreatif. Ide-ide segar yang saat ini ngetrend dituangkan dengan mendirikan start-up, menjadi peluang untuk mengubah dunia. Tidak disangsikan jika anak muda akan turut membawa Indonesia menuju kejayaan. (Litbang “Kompas”/Arita Nugraheni)