Ruang Politik Perempuan di Tanjungpinang
Sebagai wilayah ibukota Provinsi Kepulauan Riau, geliat kehidupan di kota Tanjungpinang mencirikan sebuah wilayah religi-budaya yang berkembang ke arah metropolis. Di wilayah kota inilah terdapat peninggalan bersejarah makam pahlawan nasional bidang bahasa, Raja Ali Haji yang dikenal dengan gurindam duabelas.
Berbagai peninggalan makam raja-raja maupun Masjid Raya Sultan Riau di Pulau Penyengat, pulau kecil di seberang kota Tanjungpinang, menunjukkan skala jejak-jejak kebesaran Kesultanan Malaka yang pernah berkuasa di wilayah ini.
Meski kental dengan budaya Melayu yang sangat agamis, kehidupan sosial di Tanjungpinang tetap terpengaruh geliat modernitas dan roda industrialisasi dari wilayah tetangganya, Pulau Batam dan Singapura bahkan Johor, Malaysia. Ketiga wilayah itu bisa ditempuh dalam satu-dua jam menggunakan perjalanan laut.
Kedekatan geografis serta ikatan kekeluargaan/kekerabatan yang banyak terjalin antara daerah-daerah Sijori (Singapura-Johor-Riau) memberi banyak warna berbeda bagi daerah yang disebut-sebut sebagai cikal bakal lahirnya Bahasa (Melayu) Indonesia ini. Yang menonjol antara lain adalah budaya kuliner Tionghoa.
Mudah menjumpai tempat terbuka publik serupa Pujasera (Pusat Jajan Serba Ada) dimana orang bisa berkumpul bersama kerabat atau teman dan menikmati malam di udara terbuka. Ekspresi musik hidup dan hiburan yang berciri sekuler mudah ditemukan selain citra sebagai wilayah salah satu pusat kebudayaan Melayu.
Komposisi penduduk memang menunjukkan proporsi etnis Tionghoa yang relatif besar di wilayah ini, diperkirakan berkisar 15 persen jumlah penduduk, mewarnai corak kehidupan kota. Partai-partai sekuler cenderung mendominasi meski penguasaan partai agama juga mendapat cukup suara.
Pemilu 2014 misalnya, menunjukkan penguasaan perolehan suara oleh PDIP dan Golkar. Baik di DPR RI, DPRD Provinsi maupun DPRD Kota, kedua partai tersebut menguasai meski terekam PDIP senantiasa mengungguli Golkar di kota Tanjungpinang.
Pilkada 2018
Kemenangan pasangan Syahrul-Rahma di ajang Pemilihan Kepala Daerah atau pilkada, menggambarkan dua sisi peta kekuatan politik di Kota Tanjungpinang, yaitu petahana dan pemimpin perempuan.
Pada pilkada 27 Juni 2018 lalu, dua petahana bersaing memperebutkan posisi Wali Kota. Masing-masing menggandeng tokoh perempuan di Tanjungpinang. Mereka adalah pasangan Syahrul-Rahma dengan nomor urut satu, dan pasangan nomor dua Lis Darmansyah- Maya Suryanti.
Berdasar Keputusan KPU Kota Tanjungpinang tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota pada 4 Juli 2018 lalu, pasangan Syahul-Rahma memperoleh 42.559 suara. Lawannya, pasangan Lis Darmansyah-Maya memperoleh 40.160 suara. Pasangan Syahrul-Rahma unggul 2.399 suara. Dari empat kecamatan, persaingan kedua pasangan cukup merata di tiga kecamatan.
Perolehan suara Syahrul-Rahma di Kecamatan Tanjungpinang Barat sebanyak 9.365 suara, sedangkan Lis-Maya unggul tipis dengan 10.298 suara. Pasangan Lis-Maya juga menang di Kecamatan Tanjungpinang Kota dengan 4.395 suara, selisih sedikit dengan perolehan suara Syahrul-Rahma yang mendapat 4.359 suara. Syahrul-Rahman baru unggul di Kecamatan Bukit Bestari dengan mendulang 11.201 suara, sedangkan pasangan Lis-Maya 10.747 suara.
Wilayah yang menjadi kunci keberhasilan pasangan yang diusung koalisi Golkar dan Gerinda ini, adalah Kecamatan Tanjungpinang Timur. Selisih perolehan suara pasangan Syahrul-Rahma jauh terpaut jauh dengan pasangan Lis-Maya, yakni 2.914 suara. Figur Rahma sebagai Ketua Pengurus Anak Cabang PDIP Tanjungpinang Timur memiliki pengaruh besar kemenangan pasangan ini di wilayah tersebut.
Sejak awal, ketatnya persaingan kedua pasangan ini sudah tergambarkan. Saat mencalonkan, Syahrul-Rahma boleh dibilang melawan pasangan seniornya. Syahrul merupakan petahana Wakil Wali Kota. Ia menantang koleganya sendiri Lis Darmansyah, petahana Wali Kota.
Sementara Rahma merupakan legislator DPRD Kota Tanjungpinang yang juga politisi PDIP. Rahma bersaing juga dengan sosok Lis Darmansyah, seniornya di PDIP yang menjabat Sekretaris DPD PDI Perjuangan Provinsi Kepulauan Riau. Lis tercatat juga pernah menjabat Ketua DPRD Tanjungpinang.
Peta persaingan
Persaingan Pilkada 2018 ini juga melibatkan wajah-wajah lama di kontetasi sebelumnya. Dari empat kandidat yang berlaga, tiga diantaranya pernah berlaga di pilkada sebelumnya. Mereka adalah Lis Darmansyah, Syahrul, dan Maya Suryanti. Sosok Maya Suryanti yang digandeng Lis Darmansyah merupakan anak dari mantan Wali Kota Tanjungpinang, Suryatati A Manan. Pada Pilkada 2013, Maya kalah bersaing dengan Lis Darmansyah.
Aroma persaingan juga menyentuh parpol terutama PDIP. Mesin politik partai pemenang pemilu di Tanjungpinang sejak 2004 ini, menjadi incaran kandidat untuk merebut suara. Pada Pemilu Legislatif 2014, PDIP merebut 22.429 suara dan meraih 7 dari 30 kursi DPRD. Perolehan kursi PDIP ini merupakan yang paling banyak dibandingkan partai lainnya. Jumlah kursi PDIP ini juga meningkat jika dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya, yaitu 4 kursi di Pemilu 2009.
Pada pilkada kali ini, PDIP berkoalisi dengan PKPI, PPP, PAN, Demokrat, dan Hanura. Berbekal 20 kursi DPRD, koalisi ini mengajukan Lis Darmansyah-Maya. Uniknya selain Lis Darmansyah, terdapat juga kader PDIP yang maju dalam pilkada. Rahma, pasangan Syahrul tercatat sebagai Ketua Pengurus Anak Cabang PDIP Tanjungpinang Timur. Jadi terdapat dua kader unggulan PDIP yang bersaing.
Capaian PDIP di wilayah Tanjungpinang tidak dapat dipandang sebelah mata. Selain menjadi partai pemenang sejak Pemilu 2004 hingga 2014, kandidat yang disusung PDIP selalu unggul dalam pilkada. Pada pilkada 2007, koalisi PDIP berhasil mengantarkan Suryatati A Manan ke kursi Wali Kota. Terakhir, pasangan Lis Darmansyah-Syahrul mampu meraup 42 persen dukungan di Pilkada 2013.
Pemimpin perempuan
Selain kuatnya dominasi petahana, gambaran kepemimpinan di Tanjungpinang lekat dengan perempuan. Jika di tingkat nasional, hanya terdapat 8,8 persen perempuan yang mencalonkan pada pilkada 2018, hal itu tidak ditemui di Tanjungpinang. Dua dari empat calon yang bersaing di pilkada adalah perempuan.
Sejak masih berstatus kota administratif tahun 1996, ruang politik di Tanjungpinang terbuka dengan keterlibatan perempuan. Suryatati A Manan menjadi Wali Kota Administratif hingga saat statusnya berubah menjadi daerah otonom pada 2002. Kepemimpinan perempuan terus berlanjut, seiring dengan terpilihnya Suryatati oleh DPRD sebagai Wali Kota pada 2002.
Pada pilkada pertama yang digelar tahun 2007, Suryatati berhasil kembali duduk di jabatan Wali Kota dengan meraup 84 persen dukungan masyarakat. Era kepemimpinan perempuan pasca Suryatati sempat terhenti, karena calon perempuan kalah dalam Pilkada 2012.
Namun, konteStasi saat itu juga mencatat, tampilnya perempuan sebagai kandidat Wali Kota, yaitu Maya Suryanti yang berada di urutan kedua dengan perolehan 31,30 persen suara, kalah dari pasangan Lis Darmansyah yang mendapat 42,01 persen suara.
Pilkada tahun ini, harapan munculnya pemimpin perempuan muncul kembali. Memang, hasil pilkada menunjukkan pemenang Wali Kota bukan lagi perempuan, namun komposisi perempuan di jabatan pemimpin eksekutif masih terwakili, yaitu Rahma sebagai Wakil Wali Kota terpilih.
Munculnya perempuan dalam pentas politik Tanjungpinang dapat dilihat berjalannya kultur demokrasi yang egaliter di tengah masyarakat Tanjungpinang. Hal ini mendorong terbukanya pengetahuan publik soal kesetaraan jender. Munculnya kader pemimpin perempuan karena masyarakat melihat ada kapasitas dan kecakapan yang dipenuhi untuk menjadi pejabat publik tanpa memandang dikotomi jender.
Berjalannya sistem pengaderan di lembaga-lembaga demokrasi dalam hal ini partai politik juga menjadi faktor penentu munculnya kepemimpinan perempuan. Sebelum terpilih sebagai Wakil Wali Kota, Rahma menjabat Ketua Pengurus Anak Cabang PDIP Tanjungpinang Timur. Sisi popularitasnya juga menjadi bukti kualitasnya.
Perolehan suara Rahma saat Pemilu 2014 merupakan yang tertinggi di dapilnya dan membuatnya terpilih sebagai legislator. Bukti lain kapasitas pemimpin perempuan adalah kinerja Suryatati yang mampu meraup dukungan tertinggi (84 persen) saat terpilih sebagai Wali Kota pada Pilkada 2012.
Pola kepemimpinan egaliter yang membuka ruang partisipasi perempuan juga membawa dampak peningkatan capaian hasil pembangunan di wilayah yang sering disebut sebagai Kota Gurindam Negeri Pantun. Pembangunan Manusia mencapai indeks 77,77 pada 2016. Indeks tersebut bahkan melampaui IPM Provinsi Kepri yaitu 73,99 maupun rerata IPM Nasional yang mencapai angka 70.
Setali tiga uang dengan indeks pembangunan manusia adalah pertumbuhan ekonomi. Periode 2013-2015 rata-rata pertumbuhan ekonomi di Tanjungpinang mencapai 6,35 persen, sedangkan pada 2016 pertumbuhannya mencapai 5,08 persen. Capaian ini juga berada diatas pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepri yang mencapai 5,03 persen dan pertumbuhan ekonomi nasional yaitu sebesar 5,02 persen.
Upaya menurunkan kemiskinan juga menjadi catatan positif. Pada tahun 2013 persentase penduduk miskin 10,40 persen menurun menjadi 9,94 persen pada tahun 2014 dan pada 2016 penduduk miskin tercatat 9,34 persen. Sangat dinanti, kiprah Syahrul-Rahma meneruskan capaian positif yang telah dicapai para pemimpin daerah sebelumnya, sekaligus menjaga asa ruang kepemimpinan perempuan di Tanjungpinang. (ANDREAS YOGA PRASETYO/LITBANG KOMPAS)