Menu Kelapa dalam Pilkada Indragiri Hilir
Komoditas kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir yang sering disebut ”Negeri Seribu Parit” tidak asing bagi masyarakat Riau. Kelapa dari Indragiri Hilir mendunia.
Kelapa menjadi salah satu indikator kesejahteraan rakyat. Ia juga tolok ukur keberhasilan kinerja kepala daerah sekaligus ”jualan” untuk merebut hati pemilih.
Kehidupan masyarakat Indragiri Hilir (Inhil) bergantung pada komoditas kelapa. Menanam kelapa sebagai sumber mata pencarian telah dilakukan mayoritas penduduk secara turun-temurun.
Harga kelapa yang cenderung turun saat ini memberi sinyal peringatan kepada kepala daerah dan kontestan pilkada.
”Petahana harus hati-hati dengan harga kelapa yang cenderung turun,” kata Gulam Muhammad, pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indragiri, saat dijumpai di Tembilahan (22/3/2018).
Peringatan ini bukan tanpa alasan. Hal ini karena ekonomi daerah ditopang oleh agroindustri kelapa. Jumlah petani kelapa di Inhil tahun 2016 tercatat sebanyak 80.246 orang.
Lebih lanjut Gulam mengingatkan pemerintah daerah jangan sampai meninggalkan kelapa dan beralih ke kelapa sawit.
Harga kelapa yang turun disebabkan faktor produksi dan mengikuti harga internasional.
Dalam mengembuskan ”Spirit Baru Indragiri Hilir” yang dicanangkan pemerintah daerah, salah satu dari tujuh program yang dirancang untuk disukseskan adalah Gerakan Menanam Kelapa.
Sementara di sisi lain kondisi luas areal dan produksi kelapa Inhil dalam beberapa tahun terakhir mulai turun. Selama 2012-2014 luas areal dan produksi kelapa di Inhil turun cukup signifikan.
Penurunan luas areal terbesar terjadi pada periode 2013-2014 sebesar minus 2,92 persen. Penurunan produksi terbesar terjadi pada periode 2012-2013 sebesar minus 4,18 persen.
Pada 2016, produksi kelapa Inhil sebesar 299.785 ton. Angka ini banyak berkurang dibandingkan kondisi setahun sebelumnya yang mencapai 339.759 ton.
Dalam gerakan menanam kelapa yang dicanangkan pemerintah, diprogramkan bantuan berupa penyediaan bibit dan sarana prasarana produksi. Sayangnya, realisasi di lapangan tidak sesuai harapan.
”Di lapangan tidak ditemukan program bantuan tersebut,” ujar Gulam.
Itu sebabnya, pejabat pemerintah yang maju dalam pilkada serentak 2018 ini harus berhati-hati dengan kondisi penurunan luas areal dan produksi kelapa ini yang berdampak pada menurunnya kesejahteraan petani kelapa di Inhil.
Petahana pecah kongsi
Kontestasi pemilihan bupati dan wakil bupati Inhil 2018 dimeriahkan oleh keikutsertaan tiga pasangan calon (paslon). Dua paslon adalah bupati petahana dan wakil bupati petahana yang pecah kongsi dan menggandeng pasangan masing-masing untuk berhadapan.
Bupati petahana Muhammad Wardan menggandeng Syamsuddin Uti sebagai pasangan barunya. Pasangan ini diusung oleh koalisi empat partai politik, yaitu Demokrat, Golkar, PKS, dan PAN, yang menguasai 17 kursi di DPRD.
Syamsuddin Uti adalah seorang pengusaha yang pada Pilkada 2013 lalu ikut bertarung sebagai calon bupati, tetapi dikalahkan oleh Muhammad Wardan.
Saat Pilkada 2013, Syamsuddin Uti yang berpasangan dengan Muslimin hanya meraih posisi kedua dengan perolehan 28,4 persen suara, dikalahkan oleh pasangan Muhammad Wardan-Rosman Malomo yang memperoleh 36,7 persen suara.
Sementara itu, Wakil Bupati petahana Rosman Malomo menggandeng Musmulyadi, seorang anggota legislatif, sebagai pasangannya. Pasangan Rosman Malomo-Musmulyadi ini diusung oleh koalisi tiga parpol, yakni PBB, Nasdem, dan PDI-P, yang menguasai 11 kursi di DPRD.
Wajah baru yang muncul dalam Pilkada 2018 datang dari kalangan birokrat dan akademisi, yaitu pasangan Ramli Walid-Ali Azhar. Pasangan ini sangat percaya diri menantang petahana karena diusung tiga koalisi parpol yang menguasai 16 kursi di DPRD, yakni PKB, Gerindra, dan PPP.
Jumlah kursi ini hanya selisih satu kursi dengan koalisi yang mengusung pasangan bupati petahana Muhammad Wardan-Syamsuddin Uti.
Ramli Walid adalah birokrat yang malang-melintang di pemerintahan. Beberapa jabatan yang pernah diembannya antara lain Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Inhil (2001), Kepala Bappeda Provinsi Riau (2010-2014), Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau 2014-2015, dan kini sebagai Kepala Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Riau.
Selain kerja birokrasi, Ramli Walid merupakan pendiri Politeknik Pertanian Tembilahan dan Universitas Islam Indragiri (Unisi). Sementara itu, calon wakilnya, Ali Azhar, berprofesi sebagai dosen di Fakultas Agama Islam Unisi.
Kemunculan paslon ini ditengarai berlatar belakang ketidakpuasan terhadap petahana yang kurang memperhatikan masalah dunia pendidikan di Inhil. Pendidikan merupakan salah satu isu yang cukup penting di samping isu komoditas kelapa.
Kelapa Inhil mendunia
Predikat yang disandang Inhil sebagai penghasil kelapa terbesar di Riau (nomor tiga di Indonesia) dicapai melalui proses sejarah yang panjang. Pasang surut perkembangannya telah membentuk wajah Inhil seperti sekarang.
Oleh karena itu, wajar jika muncul pesan jangan meninggalkan kelapa dan beralih ke kelapa sawit karena relevan dan agar tidak melupakan sejarah.
Jika ditelusuri, terdapat hubungan antara komoditas kelapa dan sebutan Negeri Seribu Parit yang dilekatkan pada Inhil.
Budayawan Inhil, Indra Maulana, bercerita, sebutan Negeri Seribu Parit atau Negeri Seribu Jembatan bermula dari kegiatan petani yang menanam kelapa di seantero Inhil.
Adalah Tuan Guru Syekh Abdurrahman Shiddiq atau Tuan Guru Sapat, seorang mufti (guru) Kerajaan Indragiri pada awal 1900-an, yang membangun sistem pengairan dan distribusi kelapa di Inhil.
TG Sapat juga petani memerintahkan untuk membuat kanal-kanal kecil di antara tanaman kelapa yang berfungsi untuk mengairi tanaman kelapa. Selain itu, kanal-kanal tersebut juga dimanfaatkan sebagai jalur transportasi kelapa.
Buah kelapa yang sudah dipetik dipindahkan ke tempat pengumpulan dan pengolahan dengan menghanyutkannya lewat kanal.
”Sebenarnya, kalau benar-benar dihitung, jumlah parit di Inhil lebih dari seribu. Ada parit besar, ada yang kecil. Di atas parit dibangun jembatan untuk jalan manusia.
”Di setiap wilayah kecamatan ada penamaan jalan dengan sebutan parit. Ini menjadi ciri khas Inhil,” kata Indra. Lahan di Inhil cocok untuk tanaman kelapa karena hamparannya sangat luas.
Dari 20 kecamatan di Inhil, 15 kecamatan merupakan areal tanaman kelapa. Tanaman kelapa Inhil termasuk komoditas yang setiap bagiannya menghasilkan produk bermanfaat.
Bagian yang dimanfaatkan adalah airnya untuk minuman, tempurungnya untuk briket, dan daging kelapanya untuk santan dan makanan.
Hanya bagian sabut kelapa yang belum diolah secara komersial dan ekonomis. Namun, secara tradisional bagian sabut kelapa dapat digunakan sebagai pengganti kayu bakar untuk memasak.
Kualitas kelapa dari lahan Inhil ini tergolong bagus sehingga produknya laris di pasaran internasional. Produk kelapa dari Inhil telah merambah pasar Asia, Amerika Utara, Australia, dan terutama Eropa.
Pengusahaan tanaman kelapa ini terbagi dua jenis, yakni perkebunan swasta dan perkebunan rakyat. Perkebunan swasta terbesar untuk kelapa di Inhil dikuasai oleh PT Pulau Sambu, bagian dari Sambu Group. Areal perkebunan milik Pulau Sambu terdapat di Kecamatan Guntung, Kuala Enok, dan Pulau Burung.
Akan tetapi, perkebunan rakyat atau milik masyarakat murni merupakan areal yang terbesar di Inhil. Dalam sistem perkebunan rakyat ini, petani menjual hasil kelapanya kepada perusahaan.
Petani biasanya lebih menanam jenis kelapa lokal, yang usianya bisa mencapai 60 tahun dan perawatannya sederhana. Tanaman kelapa lokal tidak harus dipupuk.
Lahan di Inhil juga cocok untuk kelapa jenis hibrida yang ditanam oleh perusahaan swasta. Meski usia kelapa jenis hibrida usianya lebih pendek ketimbang kelapa lokal dan perawatannya memerlukan pupuk, kualitasnya lebih bagus.
Meski produk kelapa dari Inhil sudah mendunia, petani tidak mempunyai posisi tawar yang kuat terkait harga. Hal itu antara lain disebabkan petani tidak memiliki wadah bersama semacam koperasi untuk menentukan harga. Harga kelapa tergantung dari harga internasional.
Dengan harga yang berfluktuasi, butuh kebijakan yang dituangkan ke dalam peraturan daerah yang mengatur harga kelapa agar tidak merugikan petani. Di sinilah keberpihakan pemerintah daerah diharapkan agar kesejahteraan petani kelapa meningkat.
Masyarakat multikultur
Kehidupan masyarakat yang lekat dengan kegiatan agraris tradisional ini terkait erat dengan keragaman budaya yang tumbuh di Inhil. Masyarakat Inhil adalah masyarakat yang multikultur.
Sejak zaman kerajaan dan penjajahan Belanda, Inhil yang berada di pesisir timur Riau terbuka terhadap pendatang dan budaya luar.
”Inhil adalah mininya Indonesia. Di sini penduduknya heterogen, tetapi tidak ada gesekan antarsuku. Masyarakatnya banyak dan berbeda, tetapi bisa membangun kerukunan dan saling menghargai,” ujar Indra Maulana.
Di Inhil terdapat tiga suku yang dominan, yaitu suku Melayu, Banjar, dan Bugis. Ketiga suku ini memiliki karakter yang berbeda tetapi saling melengkapi sehingga lebur dan harmonis. Para pendatang orang Bugis dan Banjar umumnya ikut bekerja menjadi petani kelapa.
”Pola sistem pengairan kelapa dengan parit-parit itu yang membuat adalah orang Banjar,” ujar Indra. Sementara orang Bugis dalam bertanam kelapa tergolong lebih ulet. Dari menanam kelapa, ia kemudian menjadi pengusaha kelapa.
Gulam Muhammad menyatakan, orang Bugis justru banyak yang menanam kelapa. Orang Banjar lebih banyak berdagang. Sementara orang Melayu kerja kantoran (pemerintahan).
Ada semacam pembagian kerja yang disepakati bersama meskipun seiring perkembangan dunia batas pembagian kerja ini menjadi semakin cair dan lebur. Banyak dijumpai orang Bugis dan Banjar yang juga kerja kantoran.
Asimilasi atau percampuran budaya di Inhil sudah berlangsung dengan baik. Hal ini yang membuat setiap sendi kehidupan baik ekonomi ataupun politik berjalan kondusif di Inhil. Secara geografis pun suku-suku ini sudah menyebar dan berbaur di setiap kecamatan.
”Semua bidang dipengaruhi oleh etnis yang ada, misalnya mulai dari tarian, hasil tenun, hingga masakan. Di sini tidak ada yang jadi permasalahan,” kata Indra.
Dalam politik seperti pilkada pun tidak ada masalah. Dari segi etnis, kontestan yang bertarung sekarang mewakili tiga suku yang dominan. Masyarakat ada yang memilih sesuai dengan sukunya, ada pula yang tidak.
”Pilihan akan lebih dipengaruhi oleh sosok atau figur calon,” kata Indra. Senada dengan hal ini, Gulam pun berpendapat masyarakat Inhil masih melihat siapa calon yang bertarung dan sejauh mana kemampuannya dalam memimpin.
”Kebijakan yang akan dihasilkan calon akan seperti apa, apakah akan menguntungkan atau tidak, itu yang akan menjadi pertimbangan,” ujar Gulam.
Kebijakan itu akan sangat terkait dengan komoditas kelapa. Jualan paslon dalam memikat hati pemilih Inhil tidak mungkin lepas dari soal kelapa.
Urusan kelapa adalah urusan kesejahteraan masyarakat. Jadi, ada menu kelapa dalam ajang pilkada Inhil. (LITBANG KOMPAS)