Melepas Bayang-bayang Korupsi Madiun
Pemilihan kepala daerah Kota Madiun pada Juni nanti diharapkan menjadi jalan memperoleh pemimpin yang bersih dan berintegritas mengingat dua wali kota sebelumnya tersandung masalah korupsi.
Pilkada Kota Madiun diikuti tiga pasangan calon. Pasangan nomor urut satu, Maidi-Indra Raya, diusung koalisi lima partai, yakni PDI-P, PKB, PAN, PPP, dan Demokrat. Pasangan nomor urut dua, Harryadin Mahardika-Arief Rahman, berasal dari calon perseorangan. Adapun pasangan nomor urut tiga, Yusuf Rohana-Bambang Wahyudi, diusung koalisi Partai Golkar, Gerindra, dan PKS.
Latar belakang para calon wali kota dan wakil wali kota ini sangat beragam. Maidi adalah Sekretaris Daerah Kota Madiun yang berangkat dari guru dan kepala sekolah. Pasangannya, Indra Raya, adalah perempuan politisi dari PDI-P.
Harryadin adalah sosok akademisi muda dari Universitas Indonesia yang menggandeng pengurus harian Persatuan Wartawan Indonesia Jawa Timur sebagai wakilnya. Harryadin dan Arief sebelumnya sama-sama mendaftar melalui Partai Demokrat.
Pasangan nomor urut tiga adalah duet politisi. Yusuf Rohana sebagai Ketua Fraksi PKS di DPRD Jawa Timur dan Bambang Wahyudi adalah Ketua DPC Partai Gerindra Kota Madiun.
Peta kontestasi
Pasangan Maidi-Indra Raya didukung lima partai yang memiliki total 20 kursi di DPRD Kota Madiun dari total 30 kursi. Demokrat dan PDI-P adalah dua partai politik yang dominan di kota ini. Selama dua periode DPRD dari 2009, Demokrat selalu meraih kursi terbanyak, sedangkan PDI-P pada Pemilu Legislatif 2014 berada di urutan kedua dengan enam kursi.
Dengan demikian, berdasarkan kalkulasi kursi di DPRD, pasangan nomor urut satu memiliki basis modal politik yang lebih besar. Ini jika memperhitungkan aspek kedekatan konstituen parpol dengan figur yang diusung parpol.
Dari sisi figur, Maidi yang adalah Sekda Kota Madiun jelas sangat populer di kalangan masyarakat. Sebagai birokrat ia muncul dengan jargon kampanye santun dan mengayomi. Didampingi tokoh perempuan dari PDI-P, Inda Raya, pasangan ini diperkirakan akan menyasar kalangan perempuan pemilih.
Pasangan Maidi-Indra memang di atas angin apabila anggota Dewan dari partai pengusung betul-betul bergerilya ke kantong suara mereka untuk mendukung pasangan nomor satu ini. Akan tetapi, para lawannya tidak boleh dipandang sebelah mata.
Pasangan jalur perseorangan Harryadin-Arief merupakan tokoh muda yang memberi warna baru dalam percaturan politik Kota Madiun. Mereka menyasar pemilih muda dan masif melakukan kampanye untuk meningkatkan popularitas.
Pasangan tersebut muncul dengan jargon berani berubah dan menawarkan harapan baru pemerintahan yang lebih bersih. Melalui sejumlah media sosial, pasangan ini berkampanye dengan cara khas anak muda, seperti mengadakan lomba foto wajah mereka di mural atau membuat infografik menarik tentang program yang diusung.
Sementara itu, Yusuf Rohana yang seorang politisi dan Bambang dari elite partai dari koalisi poros tengah menawarkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Kota Madiun tanpa memandang kelas. Jargon yang mereka gunakan adalah Madiun Iki Ae, MAS, yaitu Maju, Adil, dan Sejahtera.
Koalisi Golkar, Gerindra, dan PKS yang mendukungnya di Madiun juga tidak bisa dianggap enteng. Golkar yang akhirnya bergabung dengan koalisi PKS dan Gerindra yang sangat solid menambah basis dukungan.
Apabila mesin ketiga partai ini benar-benar bekerja, bukan tidak mungkin bisa mengubah basis dukungan suara.
Korupsi masa lalu
Isu korupsi seakan tidak bisa lepas dari tampuk kepemimpinan Kota Madiun. Bagaimana tidak, dua wali kota sebelumnya terjerat kasus korupsi. Meski latar belakang partainya berbeda, dua mantan orang nomor satu di ”Kota Pecel” ini telah mengkhianati kepercayaan rakyatnya.
Djatmiko Royo atau lebih dikenal dengan Kokok Raya adalah Wali Kota Madiun 2004-2009. Sebelumnya, ia adalah Ketua DPRD Kota Madiun 1999-2004 dan kini menjabat Ketua DPC PDI-P Kota Madiun. Ia menjadi terpidana atas kasus korupsi APBD pos DPRD 2002-2004 senilai Rp 8,3 miliar.
Pada 2010, PN Kota Madiun memvonis Kokok 1,5 tahun penjara dan mengganti kerugian negara Rp 366,5 juta subsider enam bulan penjara.
Melalui kuasa hukumnya, ia melakukan upaya hukum banding, kasasi, hingga peninjauan kembali. Hingga Maret 2011, ia bebas bersyarat setelah menjalani dua pertiga masa hukuman pidana penjara.
Wali kota 2009-2014 Bambang Irianto dari Partai Demokrat juga tersandung masalah korupsi. Ia melakukan korupsi terkait pembangunan Pasar Besar Madiun pada 2009-2012.
Selain itu, ia diduga menerima gratifikasi senilai Rp 50 miliar. Atas tindakannya tersebut, Bambang divonis enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar oleh Pengadilan Tipikor Surabaya.
Tidak hanya isu korupsi, politik kekerabatan juga selalu ada di pengisian jabatan publik di Kota Madiun. Adik kandung mantan wali kota Bambang Irianto, Armaya, terpilih menjadi wakil wali kota di sisa masa jabatan 2014-2019.
Setelah Bambang menjadi terpidana korupsi dan wakilnya Sugeng Rismiyanto naik menjadi wali kota, terjadi kekosongan jabatan. Oleh karena itu, rapat paripurna DPRD menyelenggarakan pemungutan suara dan terpilihlah nama Armaya.
Pilkada kali ini juga diikuti putri dari wali kota Madiun 2004 yang sekaligus Ketua DPC PDI-P Kota Madiun, Djatmiko Royo. Pada Pilkada 2013, Indra sudah sempat maju sebagai calon wakil wali kota tetapi kalah dari petahana, Bambang Irianto.
Kini, masyarakat Madiun akan memilih kembali pemimpin mereka untuk lima tahun ke depan. Tidak bisa dimungkiri bahwa pemilih harus melihat rekam jejak calon agar tidak terjadi lagi kejadian seperti di masa silam. Konstituen diharapkan kritis jika ingin melihat Madiun menjadi lebih baik.
Pengangguran
Isu pengangguran menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan oleh pemimpin Kota Madiun ke depannya. Meski di kota ini terdapat banyak industri, angka pengangguran masih cukup besar dan jumlah penduduk miskin terus meningkat.
Kota yang lebih dekat dengan Surakarta dibandingkan ibu kota Provinsi Jawa Timur ini menjadi pusat industri kereta api (Inka) dan sejumlah pabrik rokok. Tidak hanya itu, usaha mikro dan kecil juga menjamur dengan jumlah 23.289 UMK.
Pemerintah Kota Madiun pada awal Februari lalu mengeluarkan program menggratiskan izin usaha khusus UMK. Selain itu, terdapat pula website yang akan menjadi tempat berjualan produk UMK tersebut. Upaya yang dilakukan pemerintah ini bertujuan agar pengusaha di Madiun lebih mudah mengakses kredit modal usaha.
Kemudahan akses terhadap modal dan bantuan untuk memasarkan produk merupakan hal yang sangat dibutuhkan bagi pelaku usaha baru. Geliat UMK ini diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja dan memberi andil dalam mengurangi angka pengangguran.
Data dari BPS tahun 2015 menunjukkan, terdapat 4.629 warga Madiun yang menjadi penganggur dari 90.721 angkatan kerja. Dari jumlah penganggur tersebut, lebih dari separuhnya adalah lulusan SMK. Artinya, mereka telah memiliki keahlian untuk siap kerja.
Sejumlah pekerjaan rumah menanti kepala daerah Madiun terpilih. Menanggalkan isu korupsi yang sudah melekat adalah yang utama. Pemimpin yang bersih dan berintegritas adalah awal dari lahirnya kemajuan sebuah daerah. Harapannya, rakyat Madiun juga semakin sejahtera dengan munculnya pemimpin baru. (LITBANG KOMPAS)