Pekerjaan Rumah Menanti Pemenang Pilwakot
Empat pasangan calon akan menyemarakkan bursa pemilihan wali kota dan wakil wali kota Bengkulu 2018. Pemilihan wali kota kali ini cukup berwarna dengan hadirnya calon dari jalur partai ataupun perseorangan. Pesta demokrasi Kota Bengkulu kali ini menjadi momentum perubahan wajah kota menjadi lebih maju dan sejahtera. Sebanyak tiga pasangan calon maju disokong koalisi partai, sementara satu pasangan calon lainnya melaju melalui jalur perseorangan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bengkulu meresmikan empat pasangan calon yang akan bertarung dalam pemilihan wali kota Juni mendatang. Pasangan David Suardi-Bakhsir mendapatkan nomor urut satu, sementara pasangan nomor urut dua Erna Sari Dewi-Ahamd Zarkasi dan nomor urut tiga Helmi Hasan-Dedi Wahyudi. Pasangan Patriana Sosia Linda-Mirza mendapatkan nomor urut empat.
Wali kota petahana Helmi Hasan pecah kongsi dengan wakilnya, Patriana Sosia Linda, yang juga maju sebagai calon wali kota. Helmi akan didampingi Dedi Wahyudi yang diusung koalisi Partai Gerindra, Demokrat, dan PAN. Adapun Patriana didukung PDI-P, Golkar, dan Hanura menggandeng calon wakil wali kota Mirza dari kalangan swasta.
Poros kekuatan lain datang dari koalisi Nasdem, PKS, dan PPP yang mengusung Ketua DPRD Kota Bengkulu Erna Sari Dewi dan pengusaha Ahmad Zarkasi.
Pertarungan tiga pasang calon dari koalisi partai ini akan menarik mengingat poros dukungan partai yang hampir sama kuat. Setiap pasangan calon semula masing-masing diusung tiga parpol dengan selisih jumlah kursi legislatif yang tidak jauh berbeda.
Dukungan partai dengan kursi DPRD terbanyak didapat pasangan Helmi-Dedi dan Erna-Zarkasi dengan jumlah dukungan mencapai masing-masing 12 kursi. Sementara dukungan partai untuk pasangan Patriana-Mirza sebanyak 7 kursi legislatif.
Sampai pada batas waktu pendaftaran 10 Januari 2018 lalu, formasi dukungan partai tersebut tidak berubah. Dari daftar parpol yang menguasai kursi DPRD Kota Bengkulu, sebanyak tiga partai lain, yaitu PKB, PKPI dan PBB, belum menentukan sikap politik untuk mendukung satu pasangan calon. Baru pada akhir Januari, setelah masa pendaftaran berakhir, ketiga parpol yang hanya memiliki porsi kecil kursi di legislatif ini akhirnya menentukan sikap politiknya.
Di pilkada kali ini setiap partai pengusung harus melakukan koalisi untuk memenuhi syarat minimal partai pengusung sebanyak tujuh kursi DPRD. Sementara untuk calon independen minimal harus terpenuhi persyaratan dukungan minimal 22.492 KTP.
Jalur perseorangan
Dalam pemilihan wali kota Bengkulu kali ini juga terdapat pasangan calon perseorangan. Awalnya terdapat dua paslon jalur perseorangan, yaitu Jahin-Khairunisyah dan pasangan David Suardi-Bakhsir. Namun, satu pasangan bakal yaitu Jahin-Khairunisyah dinyatakan tidak lolos karena tidak memenuhi persyaratan jumlah minimal dukungan.
Pasangan ini juga gagal melangkah ke tahap selanjutnya karena tidak melengkapi surat keterangan tidak sedang dinyatakan pailit dari Pengadilan Niaga atau Pengadilan Tinggi Bengkulu. Dengan demikian paslon David-Bakhsir, melaju dengan jumlah dukungan 31.666 KTP penduduk Kota Bengkulu.
Melihat poros koalisi partai dan dukungan yang terbangun, perhelatan pemilihan wali kota periode 2018-2023 bakal berlangsung ketat. Selain karena jumlah parpol pendukung yang sama banyak, ketiga calon wali kota yang diusung merupakan sosok politisi dan birokrat yang sama populer di masyarakat Kota Bengkulu. Yang menarik adalah keempat calon wakil wali kota semuanya dari kalangan swasta.
Hadirnya pasangan calon dari jalur perseorangan juga tidak dapat dipandang sebelah mata. Meskipun bukan berasal dari politisi murni, perpaduan pasangan David-Bakhsir dengan latar belakangan militer dan mantan kepala BNN Kota Bengkulu ini cukup kuat untuk memecah suara masyarakat. Pasangan ini juga diuntungkan karena terbelahnya sumbu dukungan masyarakat kepada tiga koalisi parpol.
Karakter masyarakat
Sebagai ibu kota provinsi, Kota Bengkulu menjadi tolak ukur dalam berbagai aspek kewilayahan, perekonomian, pemerintahan, dan politik. Dinamika dalam pemilihan wali kota ini merupakan hal yang positif dalam proses berdemokrasi, terlebih karena karakter masyarakat Kota Bengkulu yang heterogen.
Masyarakat Kota Bengkulu tergolong multikultur dengan banyak pendatang dari Jawa, Sunda, Minang, dan lainnya. Masyarakatnya pun tumbuh dengan pemikiran yang terbuka dalam menyikapi perbedaan.
Secara umum, banyak faktor yang memengaruhi perilaku politik dalam kelompok masyarakat. Aspek budaya, tingkat pendidikan, dan kelas ekonomi berpengaruh pada pembelajaran dan cara pandang politik masyarakat. Wilayah perkotaan dengan akses informasi yang lebih baik membentuk perspektif yang lebih kaya, termasuk ketika pelaksanaan pilkada.
Meskipun demikian, pengaruh budaya dan kedekatan kesukuan tetap mendominasi arah politik kalangan urban wilayah Bengkulu. Akademisi FISIP Universitas Bengkulu, Panji Suminar, menjelaskan bahwa politik identitas dan kedekatan suku masih akan sangat memengaruhi pilihan politik masyarakat Kota Bengkulu, meskipun hal demikian diperkirakan tidak akan memantik perpecahan.
”Pemahaman tentang kontestasi dan politik di Kota Bengkulu cukup baik dibandingkan wilayah lain di Provinsi Bengkulu. Namun, politik identitas yang berafiliasi dengan suku masih sangat dominan,” ujar Panji.
Dilihat dari aspek kultural, ada dua etnis besar di wilayah ini yang bergantian menjabat wali kota. Pertama, suku Rejang, yang dalam konteks geografis berasal dari wilayah pegunungan. Kedua, suku Serawe yang secara geografis cenderung di bagian pesisir, meski kondisi tersebut bersifat dinamis mengingat perkembangan kota.
Persoalan Kota
Kota Bengkulu belum sepenuhnya tumbuh menjadi wilayah urban. Di pusat kawasan perdagangan memang cukup terlihat geliat perdagangan dan jasa. Namun, di sejumlah wilayah pinggiran kota banyak kawasan agraris dengan kondisi pendidikan dan kelayakan hidup yang lebih buruk. Citra Kota Bengkulu sebagai representasi pusat perekonomian masyarakat pun belum tampak.
Masih terdapat kesenjangan ekonomi yang cukup besar dalam kelompok masyarakat di Kota Bengkulu. Persoalan kemiskinan dan ketimpangan memang masih menjadi pekerjaan rumah menahun yang belum terselesaikan. Hingga tahun 2017, Bengkulu masih belum bebas dari belenggu kemiskinan. Data Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu menyebutkan, di tingkat provinsi Bengkulu menjadi daerah termiskin kedua di Sumatera setelah Aceh.
Dalam tiga tahun terakhir, angka kemiskinan di Kota Bengkulu masih melebihi rata-rata Provinsi Bengkulu. Kota Bengkulu merupakan daerah dengan kemiskinan paling tinggi berjajar dengan Kabupaten Seluma, Bengkulu Selatan, dan Kaur. Kondisi ini sangat rentan terhadap praktik politik uang dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.
Basis perekonomian di Kota Bengkulu bertumpu pada perdagangan dan jasa. Di wilayah pinggiran kota, aktivitas masyarakat masih berorientasi agraris, seperti kegiatan pertanian dan perikanan. Banyak sorotan terhadap minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia di Kota Bengkulu. Belum hadirnya pasar kerja yang memadai membuat para pencari kerja dengan latar belakang pendidikan tinggi justru keluar dari daerahnya.
Selain itu, ancaman banjir juga masih mengintai berbagai kawasan di Kota Bengkulu. Saat ini sudah dikerjakan sejumlah pembangunan saluran dan penampung air di sejumlah kelurahan. Upaya tersebut masih kurang karena minimnya kemampuan keuangan Pemkot. Artinya, harus dicari upaya terobosan untuk mengatasi ancaman banjir.
Beragam persoalan lain, seperti infrastruktur, akses transportasi, serta jaminan pendidikan dan kesehatan yang layak, juga menanti untuk diselesaikan. Dengan kondisi demikian, pekerjaan rumah masih teramat banyak untuk para pemenang pilkada walikota mendatang. (EREN MARSYUKRILLA/LITBANG KOMPAS)