Jika Tak Ada Perubahan Berarti, Airlangga Bakal Pimpin Golkar
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Dukungan terhadap Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menggantikan Setya Novanto sebagai ketua umum Partai Golkar terus menguat dari mayoritas Dewan Pimpinan Daerah Tingkat I Partai Golkar. Meski nama-nama calon ketua umum lainnya juga bermunculan, seperti sekretaris jenderal yang juga Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham hingga putri almarhum Presiden Soeharto, Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto, tetapi jika tak ada perubahan yang berarti, Airlangga diperkirakan memimpin Golkar menggantikan Setya Novanto.
Hingga saat ini, 34 DPD I Partai Golkar telah menyerahkan surat permohonan digelarnya munaslub untuk mengganti Novanto. Sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar, munaslub dapat terselenggara karena usul DPD I jika jumlah usulan berasal dari dua pertiga jumlah DPD. Dari total 34 DPD, minimal surat pengajuan munaslub harus berasal dari 24 DPD I. Dengan kondisi saat ini, persyaratan tersebut telah 100 persen terpenuhi.
Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi mengatakan, DPD Jawa Barat telah menghendaki Airlangga sebagai ketua umum Partai Golkar. ”Mayoritas DPD lain juga sudah menghendaki Airlangga sebagai calon ketua umum Partai Golkar,” ungkap Dedi dalam acara Sarasehan Nasional yang diselenggarakan Gerakan Muda Partai Golkar di Hotel Manhattan, Kuningan, Jakarta, Minggu (10/12).
Dedi menjelaskan, pada musyawarah nasional, ruang demokrasi tetap terbuka. Apabila ada ruang demokrasi itu, menghendaki pada satu nama, tidak masalah karena itu tetap demokrasi. Namun, jika ada nama lain, seperti Idrus dan Titiek, tetap dipersilakan mencalonkan diri sebagai ketua umum.
”Harus dipahami, yang dinamakan aklamasi itu bukan berarti tidak ada calon lain. Selain itu, munaslub juga harus segera dilakukan karena tidak terkait lagi dengan masalah praperadilan Novanto,” kata Dedi.
Wakil Ketua Dewan Kehormatan Akbar Tanjung tidak mempermasalahkan munculnya nama Titiek Soeharto ke dalam daftar calon ketua umum Partai Golkar. Menurut dia, hal tersebut beralasan karena Titiek sudah menjadi ketua DPP dan anggota DPR juga.
”Namun, dalam pertemuan dengan Keluarga Cendana kemarin, saya juga menyampaikan perkembangan Partai Golkar. Dalam beberapa hari ini, yang disebut-sebut sebagai calon ketua umum itu Airlangga. Ini kenyataan. Dengan demikian, jika tidak ada perubahan, Airlangga-lah yang akan naik sebagai ketua umum,” kata Akbar.
Ia menjelaskan, pengerucutan nama-nama calon pasti sebagai ketua umum akan terlihat di munaslub. Dari munaslub ini akan terlihat dari mana saja dukungan calon-calon tersebut akan muncul. Meski Airlangga menjadi calon kuat, Akbar menjelaskan bahwa tidak ada yang pasti di dunia politik. Ia menuturkan, mungkin saja dukungan untuk para calon bisa berubah sesuai dengan perkembangan nantinya.
Dalam pertemuan dengan Keluarga Cendana, saya juga menyampaikan perkembangan Partai Golkar. Dalam beberapa hari ini yang disebut-sebut sebagai calon ketua umum itu Airlangga. Ini kenyataan. Dengan demikian, jika tidak ada perubahan, Airlangga-lah yang akan naik sebagai ketua umum.
”Oleh sebab itu, munaslub harus segera dilakukan sekitar tanggal 15 hingga 17 Desember. Jangan sampai ada kesan tidak menindaklanjuti dukungan dari DPD,” kata Akbar.
Airlangga mengatakan, munculnya nama Titiek Soeharto ke dalam daftar calon ketua merupakan hal wajar. Menurut dia, Golkar memiliki kader-kader terbaik yang bisa saja maju dalam kontesasi munaslub nanti.
”Siapa pun bisa saja menjadi ketua umum jika sesuai dengan AD/ART yang berlaku. Munaslub ini penting untuk proses berorganisasi. Selain itu, Golkar juga fokus untuk mengutamakan hal-hal yang terkait dengan demokrasi pascareformasi,” ungkap Airlangga.
Peneliti dari Centre for Strategic International Studies (CSIS) Philip J Vermonte mengungkapkan, munculnya nama Titiek Soeharto untuk memunculkan bergaining posisition. ”Mungkin tujuan Titiek bukan untuk menjadi ketua umum, melainkan agar kelompoknya diakomodasi dalam kepemimpinan yang baru nantinya,” kata Philip.
Mungkin tujuan Titiek Soeharto bukan untuk menjadi ketua umum, melainkan agar kelompoknya diakomodasi dalam kepemimpinan yang baru nantinya
Mengenai potensi Golkar kembali ke masa orde baru karena kemunculan nama Titiek, Philip menjelaskan, hal tersebut sulit terjadi. Menurut dia, memori para pemilih mengenai masa Orde Baru sudah mulai dilupakan karena generasi saat ini tumbuh di era reformasi.
”Saat ini Golkar membutuhkan pemimpin baru dengan branding yang baru pula. Harus memiliki integritas dan harus berbeda dari ketua saat ini yang citra publiknya terancam karena kasus KTP-el,” kata Philip. (DD05)