Ditjen di Kementan Ditagih Bayar Perjalanan sampai Sapi Kurban Syahrul Yasin Limpo
Saksi dari Ditjen PSP Kementan mengungkap adanya tagihan untuk biaya perjalanan dan kebutuhan Syahrul Yasin Limpo.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Dalam sidang pemeriksaan saksi dengan menghadirkan pejabat dari Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian, terungkap adanya beberapa kali tagihan untuk biaya perjalanan Syahrul Yasin Limpo di dalam dan luar negeri serta kebutuhan lain. Biaya perjalanan yang ditagihkan, antara lain, perjalanan ke Brasil dan Amerika Serikat, umrah, serta tagihan untuk kurban sapi.
Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi pemerasan serta pemotongan pembayaran dan gratifikasi dengan terdakwa Syahrul Yasin Limpo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (8/5/2024). Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh.
Dalam kasus itu, Syahrul Yasin Limpo didakwa memeras, memotong pembayaran pegawai, dan menerima gratifikasi hingga Rp 44,5 miliar. Perbuatan tersebut diduga dilakukan Syahrul pada Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023 bersama Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Kementan) Kasdi Subagyono serta bekas Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta.
Di persidangan, saksi Hermanto selaku Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP) Kementan serta saksi Puguh Hari Prabowo selaku Bendahara Pengeluaran Ditjen PSP Kementan menyampaikan adanya tagihan kepada Ditjen PSP beberapa kali. Tagihan itu dibebankan juga ke setiap ditjen. Namun, Hermanto mengaku tidak mengetahui apakah jumlah tagihan ke Ditjen PSP sama atau berbeda dengan tagihan ke ditjen yang lain.
Dari keterangan Hermanto dan Puguh, tagihan yang dibebankan ke Ditjen PSP antara lain tagihan sebesar Rp 1,5 miliar untuk sewa pesawat pada 2020 dan sebesar Rp 600 juta untuk kebutuhan Syahrul ketika melakukan perjalanan ke Brasil pada Mei 2022.
Tagihan berikutnya adalah Rp 200 juta untuk biaya perjalanan ke Amerika Serikat pada Oktober 2022 serta tagihan biaya perjalanan ke Aceh dan Makassar sebesar Rp 300 juta pada Desember 2022.
Masih pada Desember 2022, Ditjen PSP juga diminta untuk membayar tagihan sebesar Rp 1 miliar untuk biaya umrah Syahrul. Ditjen PSP juga diminta membayar biaya kurban untuk 12 sapi sebesar Rp 360 juta hingga pembayaran dokter dan pembantu rumah tangga keluarga Syahrul di Makassar total sebesar Rp 45 juta.
Hermanto mengatakan, pihaknya hanya diminta uang, tetapi sama sekali tidak mengetahui substansi kegiatan atau perjalanan atas tagihan tersebut. Menurut dia, tagihan itu disampaikan oleh Sekjen Kementan.
”Jadi, tahu-tahu dapat tagihan. Kegiatannya sudah dilakukan. Tahu (kegiatannya), ya, dari tagihan itu,” ucap Hermanto.
Hermanto menyebutkan, tagihan perjalanan ke Aceh dan Makassar adalah untuk membayar uang sewa pesawat jet guna kunjungan kerja Syahrul. Sementara pada saat umrah, Syahrul membawa keluarganya.
Pada kesempatan itu, Hermanto mengaku pernah mengeluarkan uang pribadi untuk membayar kebutuhan pribadi Syahrul, seperti membayar pembantu Syahrul di Makassar. Perintah itu disampaikan atasan Hermanto.
Ketika jaksa penuntut umum membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Hermanto terkait hal itu, terungkap bahwa Hermanto pernah mentransfer uang sebanyak tiga kali, yakni Rp 22 juta, Rp 10 juta, dan Rp 13 juta, untuk orang bernama Theresia dan Pratiwi. Theresia disebut sebagai pembantu, sedangkan Pratiwi disebut sebagai dokter.
Menurut Hermanto, perjalanan dinas menteri seharusnya berada atau dianggarkan di Sekjen Kementan. Oleh karena itu, berbagai tagihan ke Ditjen PSP itu sama sekali tidak dianggarkan di DIPA Ditjen PSP.
Terkait sumber dana untuk membayar tagihan, menurut Puguh, dana itu berasal dari iuran setiap direktorat yang berada di bawah Ditjen PSP. Oleh karena dana tidak selalu tersedia, beberapa tagihan yang masuk ke Ditjen PSP dibayar secara bertahap. ”Kita hanya terima tagihan. Kalau perhitungannya (secara rinci), saya tidak tahu,” ujar Puguh.
Khusus untuk pembayaran sewa pesawat pada 2020 untuk kunjungan kerja Syahrul ke Maluku, kata Puguh, dirinya diminta Direktur Perbenihan Perkebunan Kementan Gunawan untuk merevisi DIPA Ditjen PSP dengan memasukkan anggaran sewa pesawat sebesar Rp 1,5 miliar. Pada 2021, revisi anggaran untuk sewa pesawat itu menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan dilarang untuk dilakukan.
Dalam persidangan, Hermanto mengaku mendengar informasi bahwa pejabat eselon 1 dan 2 yang tidak sejalan dengan kebijakan Menteri Pertanian akan dimutasi atau tidak diberi tugas (nonjob). Menurut Hermanto, suasana kerja pada saat itu tidak nyaman.
Menurut Hermanto, pembayaran terhadap berbagai tagihan yang tidak ada dalam anggaran itu dilakukan secara terpaksa. ”Karena ditagih terus. Sebelum (tagihan) itu dipenuhi, maka ditagih terus,” ujarnya.
Auditor BPK minta Rp 12 miliar
Selain itu, terungkap pula adanya permintaan uang dari auditor BPK ke Kementan untuk laporan tahun 2022. Agar Kementan mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian, auditor BPK bernama Victor Siahaan meminta uang sebesar Rp 10 miliar yang merupakan bawahan dari auditor bernama Haerul Saleh. Di kesempatan lain, Viktor mengubah permintaan uang itu menjadi Rp 12 miliar.
Menurut Hermanto, Viktor menyampaikan kepadanya agar permintaan uang itu disampaikan kepada pejabat di Kementan. Hermanto mengaku merekomendasikan agar mengomunikasikan dengan Hatta yang diketahui mengurus hal-hal di luar anggaran. Pada akhirnya, Hermanto mendengar bahwa permintaan auditor BPK itu hanya dipenuhi sebesar Rp 5 miliar yang uangnya berasal dari vendor yang melaksanakan pekerjaan di Kementan. Namun, Hermanto mengaku tidak mengetahui nama vendor itu.
Perintah Presiden
Pada kesempatan itu, Syahrul menanyakan kepada Hermanto tentang perintah untuk mengumpulkan uang. Hal itu dijawab tidak tahu. Syahrul juga menanyakan tentang ancaman pencopotan ataupun paksaan. Sebaliknya, menurut Syahrul, yang dia sampaikan adalah perintah agar jajaran Kementan tidak melakukan korupsi dan tidak meminta umpan balik.
Syahrul mengklaim, kepergiannya ke luar negeri merupakan perintah Presiden Joko Widodo terkait masalah harga kedelai, daging, dan pertemuan menteri pertanian dengan sejumlah negara. ”Saya sudah siap dengan segala konsekuensinya,” ujar Syahrul.