”Amicus Curiae”, Dipertimbangkan atau Diabaikan MK?
Hingga sore ini ada 21 ”amicus curiae” diajukan ke MK. Sejauh mana hakim MK mempertimbangkannya?
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·5 menit baca
Pemikiran dari Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dalam bentuk artikel opini yang dimuat di Harian Kompas baru-baru ini kini diajukan kembali sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan dalam perkara sengketa hasil Pemilihan Presiden 2024. Amicus curiae Megawati diserahkan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto dan Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (16/4/2024).
Di dalam pengantar amicus curiae-nyatersebut, Megawati mengajak rakyat Indonesia berdoa agar ketuk palu Mahkamah Konstitusi bukan merupakan palu godam, melainkan palu emas, seperti kata pahlawan nasional RA Kartini pada 1911, ”Habis gelap terbitlah terang”. Dengan demikian, fajar demokrasi yang telah diperjuangkan dari dulu timbul kembali dan akan diingat terus-menerus oleh generasi bangsa Indonesia.
Pada hari yang sama, empat lembaga kemahasiswaan juga menyerahkanamicus curiae. Mereka berasal dari Dewan Mahasiswa Justicia Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FH Universitas Diponegoro, BEM FH Universitas Padjadjaran, dan BEM FH Universitas Airlangga.Amicus curiae tersebut berisi keprihatinan mahasiswa fakultas hukum atas jalannya Pemilu 2024.
Sebelumnya, amicus curiae juga diajukan Aliansi Akademisi dan Masyarakat Sipil yang beranggotakan 303 orang dari kalangan akademisi serta masyarakat sipil pada 28 Maret 2024. Aliansi menilai, Gibran Rakabuming Raka tidak memenuhi persyaratan sebagai calon wakil presiden dan meminta MK tidak ragu untuk menyatakan diskualifikasi kepada cawapres nomor urut 02.
Selain itu, amicus curiae juga diserahkan kepada hakim MK oleh pengarang Ayu Utami yang mewakili 159 seniman dan budayawan di Indonesia pada 1 April 2024 lalu. Para seniman menyatakan dukungannya kepada MK agar tidak ragu mendiskualifikasi pasangan Prabowo-Gibran.
Megawati mengajak rakyat Indonesia berdoa agar ketuk palu Mahkamah Konstitusi bukan merupakan palu godam, melainkan palu emas, seperti kata pahlawan nasional RA Kartini pada 1911.
Pada hari yang sama, amicus curiae juga diserahkan Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama sejumlah pengajar dari Fakultas Hukum UGM. Amicus curiae tersebut berisi indikasi kuat adanya praktik curang dalam pelaksanaan Pilpres 2024.
Pada Rabu (17/4/2024) ini, amicus curiae disampaikan Indonesian American Lawyers Association (IALA) kepada MK. Menurut IALA, MK merupakan lembaga yang mampu mengembalikan prinsip demokrasi ke dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, kemunduran demokrasi akibat melemahnya MK diharapkan segera diatasi oleh MK.
Masih pada hari ini juga, beberapa tokoh yang menamakan diri sebagai Kelompok Warga Negara Indonesia juga menyampaikan amicus curiae kepada MK. Mereka berharap agar MK kembali meluruskan perjalanan bangsa untuk kembali pada rel konstitusi. Setidaknya, hingga Rabu sore ini tercatat ada 21 sahabat pengadilan terkait sidang sengketa Pilpres 2024 lalu yang diajukan ke MK.
Juru bicara MK, Fajar Laksono Suroso, mengatakan, kesimpulan tertulis yang telah disampaikan para pihak menjadi bagian tak terpisahkan dari berkas perkara. Kesimpulan tersebut bersama pernyataan yang disampaikan oleh amicus curiae juga akan dipertimbangkan hakim (Kompas, 17/4/2024).
”Amicus curiae” jadi pertimbangan majelis hakim
Sedikit menilik ke belakang, amicus curiae juga pernah mencuat dalam sidang kasus penembakan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Saat itu, jaksa menuntut Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiudengan pidana 12 tahun penjara.
Terhadap tuntutan itu, Aliansi Akademisi Indonesia kemudian menyerahkanamicus curiae kepada majelis hakim dan menyatakan dukungannya kepada Richard.Hal yang sama dilakukan oleh kelompok masyarakat sipil, yakni Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Public Interest Lawyer Network (Pilnet), serta Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam). Mereka menekankan pentingnya kejujuran sebagai awal dari keadilan.
Kemudian, dalam putusannya, majelis hakim ternyata mempertimbangkanamicus curiaeyang diberikan individu ataupun kelompok tersebut. Dukungan kepada Richard dipandang sebagai bentuk kecintaan pada bangsa dan negara, sekaligus merepresentasikan harapan masyarakat(Kompas, 16/2/2024).
Jadi salah satu alat bukti
Menjadi pertanyaan, sejauh mana amicus curiae atau sahabat pengadilan akan dipertimbangkan oleh hakim konstitusi dalam sengketa Pilpres 2024?
Mantan Hakim Konstitusi, Maruarar Siahaan, ketika dihubungi pada Rabu (17/4/2024) mengatakan, konsep sahabat pengadilan atau amicus curiae berkembang dalam sistem hukum di negara seperti Amerika Serikat, Inggris dan beberapa negara lain. Posisi amicus curiae adalah netral atau independen dan berupa masukan kepada hakim mengenai suatu isu hukum ataupun mengenai kepentingan yang lebih luas.
Di Indonesia, tutur Maruarar, hal itu selaras dengan Undang-Undang (UU) tentang Kekuasaan Kehakiman yang mewajibkan hakim untuk menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Semisal, di masa lalu hakim turut aktif dalam melakukan penelitian mengenai hukum adat yang tidak tertulis, tetapi menjadi pedoman hidup masyarakat.
Pertanyaannya, apakah benar dalam proses itu rakyat yang menentukan? Tentu itu harus bisa diuji. Dan salah satu dari sekian banyak alat bukti itu adalah ’amicus curiae’.
Bagi MK, kata Maruarar, sepanjang hal yang dikemukakan mengandung kebenaran, maka amicus curiae bisa dipandang sebagai salah satu alat bukti. Sebab, selama ini, MK bisa mengundang pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak untuk memberikan pandangan mengenai isu atau hal tertentu karena putusan MK nantinya berdampak kepada seluruh warga negara Indonesia.
”Putusan MK nantinya tidak hanya menyangkut pasangan capres-cawapres saja, tetapi menyangkut seluruh bangsa karena dalam demokrasi kekuasaan tertinggi ada pada rakyat. Pertanyaannya, apakah benar dalam proses itu rakyat yang menentukan? Tentu itu harus bisa diuji. Dan salah satu dari sekian banyak alat bukti itu adalah amicus curiae,” tutur Maruarar.
Menggali rasa keadilan di masyarakat
Dalam hal ini, Maruarar meyakini, hakim MK akan menimbang bobot setiap masukan atau pernyataan yang diberikan. Maruarar pun berharap agar hakim independen, bersikap netral, serta berani menghadapi risiko atas putusannya.
Hakim MK akan menimbang bobot setiap masukan atau pernyataan yang diberikan. Maruarar pun berharap agar hakim independen, bersikap netral, serta berani menghadapi risiko atas putusannya.
Secara terpisah, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Charles Simabura berpandangan, amicus curiae merupakan inisiatif warga atau pihak tertentu untuk menyuarakan apa yang mereka rasakan atau berisi pernyataan sikap atas suatu hal. Di sisi lain, hal ini sejalan dengan kewajiban bagi hakim untuk menggali rasa keadilan yang tumbuh di tengah masyarakat.
Yang patut diperhatikan, menurut Charles, pihak-pihak yang menyampaikan amicus curiae juga tidak sembarangan. Selain memiliki kepedulian, mereka juga memiliki kapasitas atau kemampuan serta memiliki integritas. Sebab, ketika memutuskan untuk menjadi sahabat pengadilan, yang dipertaruhkan adalah integritas.
”Hakim harusnya mengapresiasi hal itu karena amicus curiae itu sifatnya membantu hakim dalam mendengarkan suara atau aspirasi masyarakat,” kata Charles.
Bagi Charles, amicus curiae merupakan sebentuk partisipasi publik. Entah nantinya amicus curiae itu menjadi pertimbangan hakim atau tidak, hal itu tergantung dari independensi hakim. Yang pasti, masyarakat Indonesia menanti putusan yang akan diambil oleh para penjaga konstitusi.