Tradisi Mudik dan Lebaran Lintas Presiden
Dibutuhkan masterplan mudik jangka panjang agar tradisi mudik dan Lebaran tetap terjaga baik.
Mudik dan berlebaran juga menjadi tradisi para pemimpin negeri. Keluarga Presiden pertama RI, Soekarno, juga melakukan mudik setelah hari ketiga Lebaran. ”Hari pertama, prioritas Bapak (Bung Karno) adalah berlebaran dengan para pegawai Istana dan keluarganya. Kenapa prioritas? Sebab, Bapak banyak salah kepada pegawai Istana, seperti pernah marah, sehingga Bapak harus mohon maaf dan menerima ucapan Lebaran dulu dengan mereka,” ungkap Guntur Soekarno atau disapa Mas To, putra sulung Presiden Soekarno, kepada Kompas, Selasa (8/4/2024), saat dihubungi di Jakarta.
Presiden Soekarno, saat itu, tambah Mas To yang ketika itu sudah duduk di sekolah menengah pertama (SMP), berdiri di teras belakang Istana Merdeka, dan para pegawai beserta keluarganya berbaris antre di hamparan rumput mulai dari depan Istana Negara. Ia didampingi Ibu Fatmawati atau dengan Guntur saat Ibu Fatmawari sudah tinggal di Jalan Sriwijaya. Seusai salaman, para pegawai dan keluarganya kembali pulang dan berlebaran dengan keluarganya masing-masing. Karena ekonomi masih sulit, tidak ada jamuan atau hidangan lebaran buat para pegawai, apalagi bingkisan.
Hari kedua, tambah Mas To, keluarga Soekarno baru berlebaran dengan para pejabat negara dan pejabat tinggi serta para dubes dan korps diplomatik di Istana Merdeka. Setelah bersalaman, rumah tangga Istana menyediakan teh panas dan kudapan sederhana berupa kacang kulit dan lainnya.
”Esoknya, Bapak baru mudik ke Blitar. Dari Jakarta naik pesawat dan turun di Malang. Dari Malang, baru naik Kereta Luar Biasa (KLB) ke Blitar. Di Rumah Gebang, Blitar, Eyang Ida Ayu Nyoman Rai sudah menunggu. Bapak dan ibu sungkem. Karena adik almarhum eyang kakung Soekemi Sosrodiharjo masih ada, Bapak sungkem juga ke adik eyang, yaitu Eyang Baron. Selama seminggu, kami mudik sambil berlebaran di sana,” tutur Mas To lagi.
Baca juga: Lika-liku Mudik Lebaran dari Masa ke Masa
Keluarga Soeharto sebagai Presiden kedua RI, sebagaimana diceritakan mantan pegawai Istana, yang kini sudah pensiun, kepada Kompas, nyaris tidak mudik. Hal itu karena di awal pemerintahan Soeharto, situasi politik dalam negeri masih tidak menentu. Perekonomian dan kondisi politik carut- marut dan Presiden Soeharto disebut bekerja untuk memulihkan ekonomi dan menstabilisasi politik.
Akibatnya, tidak ada mudik. Keluarga Soeharto berlebaran di rumah pribadinya di Jalan Cendana, Menteng, Jakarta. Selain menerima ucapan selamat dari para pejabat negara, duta besar, dan koprs diplomatik, keluarga Soeharto juga menerima ucapan Lebaran dari keluarga terdekat. Namun, di pagi-pagi setelah shalat Id, Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto juga melakukan sungkem kepada Eyang Siti Hatmanti Soemoharjono, ibunda Ibu Tien Soeharto yang masih ada dan tinggal di Jalan Cendana. Soeharto juga menerima sungkem dari anak-anaknya.
Setelah Eyang Hatmanti meninggal, Presiden Soeharto dan Ibu Tien selalu menerima sungkeman dari anak-anak dan menantunya. Dari dokumentasi foto di harian Kompas pada 1998, Presiden Soeharto dan Ibu Tien terlihat menerima sungkeman dari keluarga Prabowo Subianto bersama istrinya, Siti Hediyati, berserta putranya, Didit Hediprasetyo, yang masih anak-anak.
Hari pertama, prioritas Bapak (Bung Karno) adalah berlebaran dengan para pegawai Istana dan keluarganya.
Di era pengganti Soeharto, yakni Presiden BJ Habibie yang hanya sekitar setahun atau sejak 21 Mei 1998 hingga 20 Oktober 1999, berlebaran juga dirasakannya meski tidak mudik ke kampung halamannya di Parepare, Sulawesi Selatan. Meski larut dalam transisi reformasi, yang selain politik juga masalah ekonomi yang membelit pascakrisis keuangan, Presiden Habibie berlebaran dengan pegawai Istana.
Presiden Abdurrahman Wahid (1999-2001), yang menggantikan Habibie, juga rutin melaksanakan shalat Idul Fitri di Masjid Istiqlal, Jakarta, dan membuka pintu Istana untuk berlebaran dengan warga. Presiden Megawati Soekarnoputri yang menggantikannya (2001-2004) melaksanakan shalat Idul Fitri di Masjid Istiqlal serta membuka pintu berlebaran dan halalbihalal di kediamannya. Keduanya tercatat sama sekali tidak melakukan mudik Lebaran.
Secara khusus, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY biasanya merayakan Idul Fitri di Istana Negara, Jakarta, dan di kediaman pribadinya di Cikeas, Bogor, Jawa barat. Seperti halnya keluarga Soeharto, setelah sungkeman, Presiden SBY dan keluarga termasuk ibunda Presiden SBY, Siti Habibah, menggelar buka pintu (open house) dengan warga dari pagi hingga sore hari, yang dijeda istirahat siang.
Surakarta, tempat mudik
Surakarta selalu menjadi tempat pulang untuk Joko Widodo dan keluarganya sejak menjabat Presiden RI. Saat Idul Fitri, Presiden RI yang menjabat sejak 2015 itu hampir selalu menyempatkan ke Solo. Di kota kelahirannya itu, Jokowi juga memiliki tempat tinggal pribadi di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Di kota ini pula, putra sulung Jokowi dan Iriana, Gibran Rakabuming Raka, memulai langkah di panggung politik menjadi Wali Kota Surakarta dan kini menjadi calon wakil presiden mendampingi calon presiden Prabowo Subianto. Pasangan Prabowo-Gibran pun ditetapkan KPU mendapat suara terbanyak dalam Pemilihan Presiden 2024 kendati kini masih menghadapi gugatan di Mahkamah Konstitusi.
Namun, kali ini, pada Idul Fitri 2024 ini, Jokowi mudik dan berlebaran dengan putrinya, Kahiyang Ayu, yang menjadi istri Wali Kota Medan, Bobby Nasution.
Namun, kali ini, pada Idul Fitri 2024 ini, Jokowi mudik dan berlebaran dengan putrinya, Kahiyang Ayu, yang menjadi istri Wali Kota Medan, Bobby Nasution. Presiden Jokowi dan keluarga akan ke Medan, Sumatera Utara, setelah melaksanakan shalat Idul Fitri di Masjid Istiqlal dan membuka pintu Istana Negara, Jakarta, untuk silaturahmi. Sebagaimana diketahui, menantunya itu kini bersiap menjadi calon gubernur Sumatera Utara setelah diusulkan oleh Partai Golkar.
Tahun-tahun sebelumnya, Jokowi selalu mudik ke Surakarta setelah shalat Id di daerah. Tahun 2015, Jokowi melaksanakan shalat Idul Fitri di Banda Aceh, bersilaturahmi dengan masyarakat setempat, kemudian ke Solo untuk berlibur dengan keluarga besar. Demikian pula tahun berikutnya, setelah shalat Idul Fitri di Padang, Sumatera Barat, Presiden bertolak ke Solo. Pernah juga Presiden Jokowi melakukan open house di Istana Bogor, Jawa Barat, sebelum pandemi Covid-19 merajalela selama dua tahun sejak 2020 di Tanah Air.
Pada tahun 2022, Presiden Jokowi memilih Gedung Agung Yogyakarta untuk merayakan Idul Fitri sembari berlibur dengan anak, menantu, dan cucu-cucunya. Adapun tahun lalu, Presiden melaksanakan shalat Idul Fitri dan libur bersama keluarga besarnya di Solo.
Presiden Jokowi dan keluarga akan ke Medan, Sumatera Utara, setelah melaksanakan shalat Idul Fitri di Masjid Istiqlal dan membuka pintu Istana Negara, Jakarta, untuk silaturahmi.
Sudah ada sejak Belanda
Terkait mudik Lebaran, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang menyatakan, budaya mudik sudah ada sejak zaman Hindia Belanda dan berlanjut hingga kini. Di era Orde Lama, primadona mudik adalah bus dengan topik utama pemberitaan adalah arus mudik dari Terminal Pulogadung, Jakarta. Sejak tahun 2017, seiring mulai dibangunnya jalan tol, mulai muncul budaya baru untuk mudik dengan kendaraan pribadi, selain bus dan kereta api.
Hanya Presiden-presiden yang mudik Lebaran menggunakan pesawat kepresidenan. Sebut saja, waktu itu, Presiden Soekarno yang mudik dari Jakarta ke Blitar dengan pesawat Garuda yang diubah khusus untuk Presiden, tetapi transit di Malang, dan berlanjut dengan kereta api. Adapun Presiden Jokowi juga dengan pesawat khusus kepresidenan yang langsung terbang dari Jakarta ke Bandara Adi Sumarmo, Solo, dan kemudian akan terbang dari Jakarta ke Bandara Kuala Namu, Sumatera Utara.
Budaya mudik sudah ada sejak zaman Hindia Belanda dan berlanjut hingga kini.
Namun, bagi rakyat, setelah 79 tahun Indonesia merdeka, transportasi dan mobilisasi mudik Lebaran selalu masih menyisakan masalah setiap tahun. ”Lalu, evaluasi mudik tiap tahun hanya perbaikan buat tahun berikutnya sehingga tecermin mudik hanya program kerja 1 tahunan. Belum ada perubahan nyata program mudik dalam jangka pendek, menengah, atau panjang,” tambahnya.
Belum terkelola baik
Menurut Deddy Herlambang, sangat sulit dipastikan berapa potensi riil jumlah pemudik nasional. Namun, ia menyebut terjadi kecenderungan jumlah para pemudik menurun dari sebelum pandemi atau setelah memuncak pada 2017. Pada tahun 2019, jumlah pemudik dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) mencapai 14 juta, dan tahun 2018 ada 15 juta, sedangkan tahun 2017 ada 16 juta. Sebelumnya, Kementerian Perhubungan merilis potensi pergerakan nasional pada Lebaran 2024 sebanyak 193,6 juta orang.
Besarnya jumlah pemudik tampaknya tak diikuti dengan terkelolanya angkuta mudik. Beberapa contoh konkret belum terkelolanya mudik adalah arus mudik di Pelabuhan Merak yang selalu tidak siap menerima arus pemudik via penyeberangan. Padahal, tiap tahun, hal ini telah dievaluasi, tetapi belum ada perubahan signifikan tiap mudik.
”Harus ada masterplan untuk mudik itu paling tidak jangka menengah 5 tahun, lalu jangka panjang 10 tahun, atau 25 tahun mudik itu harus dikemanakan, harus ada target zero mudik menggunakan motor roda dua. Sebab, roda dua penyebab kecelakaan terbanyak di jalan, ” ucap Deddy.
Untuk menjaga kesiapan dan kelancaran mudik Lebaran yang sudah menjadi tradisi, Presiden Jokowi turut memastikan kelancaran tradisi tersebut dengan terus memantau arus mudik dan segera menelepon para pejabat terkait ketika terjadi hambatan. Pada Senin (8/4/2024), Presiden Jokowi pun menyaksikan langsung kondisi mudik di Stasiun Senen, Jakarta. Presiden menyebut bahwa arus mudik Lebaran di stasiun, terminal, ataupun bandara terkelola dengan baik. Namun, Presiden memberi catatan terkait antrean sepeda motor di Pelabuhan Merak dan Ciwandan.
”Sedikit yang perlu penanganan lebih fokus, yaitu di Merak. Merak utamanya yang berkaitan dengan yang naik sepeda motor di Ciwandan. Tapi, tadi juga penjelasan Kementerian Perhubungan, ya, semuanya sudah dicarikan solusi,” kata Presiden ketika memberikan keterangan pers di Stasiun Senen dengan didampingi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.
Setiap waktu saya ditelepon (Presiden). Pak Menteri gimana. Jadi, jangan pikir Presiden tidak tahu tentang Ciwandan dan antrean di Merak.
Memang, lonjakan antrean jumlah pemudik hingga lebih dari 10 kilometer sempat terjadi di Pelabuhan Merak. ”Setiap waktu, saya ditelepon (Presiden). Pak Menteri gimana. Jadi, jangan pikir Presiden tidak tahu tentang Ciwandan dan antrean di Merak. Saya laporkan, Pak hari ini nuwun sewu, kami belum mampu melayani masyarakat yang hari itu naiknya 65 persen dan sebagian tidak bertiket: 28 persen,” tambah Budi.
Di Pelabuhan Merak, Budi mengatakan perlunya memiliki kapal yang lebih besar dan lebih cepat. Budi menyebut dibutuhkan kapal dengan kekuatan maksimal di atas 1.000 knot. Kedua, memang harus ada tambahan dermaga. ”Kami sudah bahas dan lapor Pak Presiden. Pak ini butuh dermaga. Pak Presiden tambahin. Kapal juga harus tambah,” ucapnya.
Presiden Joko Widodo meninjau kelancaran mudik Lebaran di Stasiun Senen, Jakarta, Senin (8/4/2024).
Kereta api untuk Lebaran
”Kereta Api untuk Lebaran”, demikian judul sebuah berita yang terbit di harian Kompas pada 17 Januari 1966, menunjukkan bahwa kereta merupakan moda transportasi yang sudah digunakan sejak dahulu. Hampir enam dekade lalu, tepatnya 58 tahun silam, kereta sudah menjadi primadona untuk mudik dan berlebaran.
Dituliskan dalam berita itu, ”Perusahaan Negara Kereta Api mengumumkan bahwa untuk menampung para penumpang KA djarak djauh mendjelang/sesudahnja Lebaran, PN KA akan mendjalankan kereta-api2 Gaja Baru mulai Selasa tgl 18 Djan sampai dengan Senin tgl 31 Djan 1966.”
Perusahaan Negara Kereta Api mengumumkan bahwa untuk menampung para penumpang KA djarak djauh mendjelang/sesudahnja Lebaran, PN KA akan mendjalankan kereta-api2 Gaja Baru mulai Selasa tgl 18 Djan sampai dengan Senin tgl 31 Djan 1966.
Kembalinya warga dari perantauan, terutama Jakarta, ke daerah tempat asal mereka, pun tergambar dalam sebuah berita yang dimuat Kompas pada 10 Desember 1969. Tertulis sebuah berita berjudul, ”Tiap Mendjelang Hari2 Raya Penduduk Djakarta Banjak Berkurang”. Paragraf pertama yang ditulis jurnalis Kompas kala itu mendeskripsikan bahwa: ”Rata2 tiap hari 53.500 orang penduduk Djakarta tersedot ke daerah pada hari-hari mendjelang Lebaran, Natal, dan Tahu Baru.”
Disampaikan lagi, ”Sehubungan dengan kesibukan mendjelang hari2 besar tersebut, menurut Kepala Inspeksi I Lalulintas PNKA, Soetanto SH, dari Djakarta rata2 diberangkatkan 124 kereta tiap hari. Ini berarti mengalami penambahan sekitar 15 kereta dari hari2 biasa. Semua itu diberangkatkan dari stasion2 besar Kota, Gambir, dan Senen, untuk djarak djauh ke kota2 di Djateng, Djatim, dan Djabar.”
Berita itu memberikan bukti sumbangsih moda kereta api dalam mudik dan berlebaran sejak lama. Dirut PT Kereta Api Indonesia (KAI) Didiek Hartantyo yang mendampingi Presiden Jokowi meninjau Stasiun Pasar Senen mengatakan, pada angkutan Lebaran kali ini, semua pegawai PT KAI dilarang mengambil cuti tahunan. Hal ini merupakan wujud bahwa manajemen sangat fokus melayani pelanggan di saat peak season.
”KAI berkomitmen untuk terus memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan, khususnya pada periode angkutan Lebaran, melalui keamanan dan kenyamanan perjalanan yang mengesankan. Dengan demikian, menjadikan kereta api sebagai pilihan utama untuk perjalanan mudik yang ceria dan penuh makna,” kata Didiek.
Mengutip siaran pers PT KAI, perkembangan penumpang kereta secara nasional berdasarkan pantauan data pada Senin (8/4/2024) pkl 08.00, tiket KA Jarak Jauh yang terjual pada periode H-10 (31 Maret) sampai dengan H+10 (21 April) sebanyak 2.788.987 tiket. Jumlah tiket yang terjual ini akan terus meningkat karena penjualan masih berlangsung.
PT KAI pun mengimbau seluruh pelanggan agar mengalokasikan waktu yang cukup saat menuju stasiun keberangkatan. Hal ini sebagai upaya menghindari kemungkinan tertinggal kereta api.
Baca juga: Arsip Foto ”Kompas”: Potret Perjuangan Mudik Tahun ’70-’90-an
Mengingat kepadatan jalan raya yang cenderung meningkat di momen mudik Lebaran, atau faktor-faktor lainnya, PT KAI mengingatkan, agar tetap dapat menggunakan kereta api sebagai moda transportasi untuk pulang ke kampung halaman, pelanggan diminta mengatur waktu keberangkatan dari kediaman menuju stasiun keberangkatan.
Masyarakat dari berbagai lapisan di Tanah Air menghidupi tradisi mudik ini dari tahun ke tahun. Saatnya bagi pemerintah dan pemangku kepentingan menyempurnakan tata laksana perjalanan agar warga dapat pulang ke kampung halaman dengan aman dan nyaman.
Melintasi zaman, momen Lebaran menjadi waktu bagi banyak warga di negeri ini untuk berkumpul bersama keluarga. Banyak di antara mereka yang tinggal di perantauan pun menyempatkan diri untuk kembali ke kampung halaman dengan berbagai moda transportasi, mulai kendaraan pribadi hingga naik angkutan umum atau angkutan massal seperti kereta api.