Parpol Lawan Masih Hitung Untung-Rugi Sebelum Merapat ke Prabowo-Gibran
Arya Fernandes mengatakan, putusan MK masih memengaruhi sikap parpol untuk bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Putusan Mahkamah Konstitusi atas sengketa hasil Pemilihan Presiden 2024 dinilai akan memengaruhi sikap sejumlah partai politik di masa datang untuk bergabung atau tidak ke pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Di sisi lain, sikap politik belum diambil oleh partai-partai tersebut karena mereka juga masih berhitung untung-rugi jika akhirnya memutuskan merapat ke Prabowo-Gibran.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes saat dihubungi di Jakarta, Senin (8/4/2024), mengatakan, jika dilihat dari permohonan yang diajukan oleh dua rival Prabowo di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, yakni Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, mereka meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memutus beberapa hal yang krusial. Pertama, mendiskualifikasi Prabowo-Gibran, kedua mendiskualifikasi Gibran, dan ketiga meminta pemilu ulang.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Karena itu, tak heran, partai hingga kini masih belum memutuskan sikap politiknya, bergabung atau tidak dengan pemerintahan Prabowo-Gibran. Mereka masih menunggu hasil putusan MK meskipun komunikasi sudah mulai dibangun di antara partai kubu rival dengan Prabowo.
”Nah, sejauh ini, kan, kita belum tahu akan sejauh mana ujung dari sengketa pilpres itu. Dan karena permintaan pemohon itu sangat krusial, baik diskualifikasi maupun pemilu ulang, itu akan mengubah peta politik kalau terjadi. Makanya, partai-partai yang berada di luar kubu Prabowo, meskipun mereka sudah melakukan komunikasi, tentu juga akan menunggu putusan itu,” ujar Arya.
Kita belum tahu akan sejauh mana ujung dari sengketa pilpres itu. Dan karena permintaan pemohon itu sangat krusial, baik diskualifikasi maupun pemilu ulang, itu akan mengubah peta politik kalau terjadi.
Jika merunut pada jadwal, para hakim MK akan membacakan putusan terhadap sengketa hasil pilpres tersebut pada Senin (22/4/2024).
Setidaknya, hingga saat ini, ada tiga partai yang tengah dijajaki Prabowo agar bisa merapat ke pemerintahannya, Oktober mendatang. Partai-partai itu ialah Partai Nasdem dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Adapun Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) belakangan melempar sinyal kemungkinan merapat ke kubu Prabowo-Gibran. Namun, semua partai belum ingin menentukan sikap karena saat ini masih berlangsung sengketa pilpres di MK.
Pembagian kekuasaan
Arya melanjutkan, sebenarnya, ada sejumlah faktor lain yang melatarbelakangi parpol tak kunjung menyatakan sikapnya ke publik ihwal merapat atau tidaknya ke kubu Prabowo-Gibran. Pertama, dalam pembicaraan koalisi, itu dipastikan akan dibahas mengenai pembagian kekuasaan (power sharing).
”Ini terkait bagaimana deal yang akan dibangun di antara Prabowo dan partai-partai yang rencananya akan bergabung. Tentu akan mempertimbangkan juga respons dari anggota koalisi lain yang sudah bergabung sejak awal,” tutur Arya.
Ini terkait bagaimana deal yang akan dibangun di antara Prabowo dan partai-partai yang rencananya akan bergabung. Tentu akan mempertimbangkan juga respons dari anggota koalisi lain yang sudah bergabung sejak awal.
Partai-partai yang sudah bergabung dengan kubu Prabowo-Gibran sejak awal itu dipastikan tidak ingin jatah kursi menteri mereka di kabinet berkurang akibat masuknya partai baru. ”Nah, itu, kan, jadi dilema sendiri bagi pembentukan koalisi yang gemuk atau pembentukan koalisi yang mengajak partai-partai di luar partai yang awal,” katanya.
Faktor kedua, meski sebenarnya pembicaraan koalisi antarpartai merupakan hal yang lumrah, beberapa partai pasti juga menimbang-nimbang untung-ruginya. Apalagi, pemilihan kepala daerah serentak akan digelar pada November 2024.
”Nah, apakah keputusan bergabung atau tidak itu akan menguntungkan secara politik di pilkada atau tidak. Jadi, partai-partai akan melihat itu, terutama partai yang di luar kubu Prabowo,” ucap Arya.
Faktor lain ialah partai dinilai masih mempertimbangkan faktor emosional pendukung dan kader yang sudah berjuang habis-habisan mendukung pasangan Ganjar-Mahfud atau Anies-Muhaimin dan kini juga sedang menantikan hasil putusan MK. ”Saya kira itu juga yang membuat partai masih menunggu-nunggu, paling tidak sampai beberapa bulan sebelum pemerintahan Presiden Joko Widodo berakhir pada Oktober,” katanya.
Bukan tidak mungkin pula, lanjut Arya, keputusan untuk merapat ke pemerintahan Prabowo-Gibran baru akan terwujud setidaknya setahun setelah pemerintahan Prabowo-Gibran terbentuk. Sebab, partai-partai masih menunggu situasi politik lebih stabil dan normal.