Ajudan ”Primus Interpares”, Moncer di Sekeliling Jokowi
Marsdya Tonny Harjono dilantik sebagai KSAU hari ini. Tonny menambah deretan orang dekat Jokowi yang berkarier melesat.
Marsekal Madya Mohamad Tonny Harjono akan dilantik sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Udara atau KSAU pada Jumat (5/4/2024) ini pukul 09,00 WIB. Namun, karena ada sidang Mahkamah Konstitusi atau MK yang akan dihadiri empat menteri Kabinet Indonesia Maju, pelantikan Tonny diundur ke pukul 11.00 di Istana Negara, Jakarta.
”Sebenarnya sih sudah diminta Senin, tanggal 1 April kemarin, lalu direncanakan pada Kamis (3/4/2024), tetapi jadwal Presiden padat hari itu, selain ratas juga rencana kunjungan kerja ke Jambi selama dua hari, Rabu-Kamis, sehingga dijadwalkan pada Jumat,” tutur sumber Kompas di Istana beberapa hari lalu.
Bahkan, TNI Angkatan Udara sempat menjadwalkan serah terima jabatan KSAU pada Kamis siang pukul 12.30, tetapi kemudian direvisi menjadi Jumat ini pukul 13.00 di Taxi Way Echo Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Informasi sebelumnya, Tonny akan dilantik menggantikan Marsekal Fadjar Prasetyo yang akan memasuki usia pensiun pada 9 April mendatang. Penunjukan Tonny menambah daftar panjang mantan ajudan Presiden Jokowi yang kemudian menduduki posisi strategis. Mereka dinilai sebagai ksatria primus interpares atau yang terbaik di antara yang terbaik di lingkungan militer.
Penunjukan Marsekal Madya Tonny Harjono sebagai KSAU tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 20/TNI/ Tahun 2024 yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 25 Maret 2024. Keppres sekaligus mengatur pemberhentian dengan hormat Marsekal Fadjar Prasetyo dari jabatannya sebagai KSAU karena memasuki usia pensiun.
”Hari ini, 5 April 2024, pukul 11.00 WIB, diagendakan Pelantikan Kepala Staf Angkatan Udara dan Pengukuhan Pengurus Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dan Pengurus Lembaga Pemeriksa Keuangan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Masa Bakti Tahun 2023-2028 di Istana Negara,” ujar Koordinator Staf Khusus Presiden Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana.
Tonny merupakan ajudan Presiden Jokowi pada 2014-2016. Pada periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi, yakni 2020-2022, Tonny dipercaya sebagai Sekretaris Militer Presiden. Karier Tonny bisa dibilang melesat. Sebagai lulusan AAU tahun 1993, saat ini Tonny menjabat sebagai Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan II. Perwira itu juga pernah menjabat Panglima Komando Operasi Udara Nasional. Komando Operasi Udara Nasional merupakan komando utama strategis yang langsung di bawah kendali TNI AU.
Baca juga: Sosok Marsdya Tonny Harjono, Mantan Ajudan Jokowi yang Ditunjuk Menjadi KSAU
Sebelumnya, Tonny menjabat Komandan Pendidikan dan Latihan TNI AU yang merupakan organisasi pendidikan di dalam tubuh TNI AU. Tonny baru sekitar 3,5 bulan menduduki jabatan Komandan Pendidikan dan Latihan TNI AU (Kodiklatau) ketika dilantik menjabat Panglima Komando Operasi Udara Nasional. Walaupun tidak ada kenaikan pangkat dalam mutasi kala itu, biasanya jabatan di lembaga operasi merupakan karpet merah untuk jabatan dengan pangkat lebih tinggi.
Karier Tonny sebelum menjadi ajudan adalah Komandan Skuadron 11 Sukhoi dan Lanud Timika. Setelah menjadi ajudan, kariernya menanjak dengan cepat sebagai Komandan Lanud Adi Soemarno, Solo, dan Komandan Lanud Halim Perdanakusuma.
Sebelum Tonny, sejumlah mantan ajudan dan orang dekat Presiden Jokowi juga dipercaya menduduki posisi strategis, terutama di TNI-Polri. Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, misalnya, pernah menjabat sebagai ajudan Jokowi pada 2014. Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto saat ini pernah menjabat Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) pada 2020. Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Maruli Simanjuntak juga pernah menjabat sebagai Komandan Paspampres pada 2018-2020.
Setelah menjadi ajudan, kariernya menanjak dengan cepat sebagai Komandan Lanud Adi Soemarno, Solo, dan Komandan Lanud Halim Perdanakusuma.
Dari Andika ke Agus Subiyanto
Selain Maruli, sebelumnya juga ada Andika Perkasa dan Agus Subiyanto yang menjadi Komandan Paspampres dan diangkat menjadi Panglima TNI. Mantan Panglima TNI Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto yang kini menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan pun pernah menjabat sebagai Sekretaris Militer Presiden pada 2015-2016 dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Hadi bukan orang baru untuk Jokowi. Saat Jokowi menjabat wali kota Surakarta, Hadi juga Komandan Pangkalan Udara TNI AU Adi Soemarmo (2010). Ada pula Letnan Jenderal Widi Prasetijono, ajudan Presiden Jokowi pada 2015-2016, yang kini menjabat sebagai Komandan Komando Pembina Doktrin, Pendidikan, dan Latihan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (Kodiklatad).
Hadi bukan orang baru untuk Jokowi. Saat Jokowi menjabat Wali Kota Surakarta, Hadi juga Komandan Pangkalan Udara TNI AU Adi Soemarmo (2010).
Ajudan Presiden Jokowi pada 2019 Adi Vivid Bachtiar pun kini menjadi perwira tinggi termuda di Polri. Sejak Oktober 2022, lulusan Akademisi Kepolisian 1998 itu menyandang pangkat brigadir jenderal polisi. Adi Vivid yang juga putra mantan Kapolri Jenderal Polisi (Purn) Da'i Bachtiar sejak 7 Desember 2023 menjabat Wakil Kepala Polda Banten setelah bertugas sebagai Direktur Tindak Pidana Siber Polri.
Demikian pula Mayjen Deddy Suryadi, ajudan Presiden Jokowi tahun 2017-2019, yang kini menjabat Pangdam IV/Diponegoro. Deddy lulusan Akmil 1996. Juga Brigjen Rudy Saladi, mantan ajudan yang kemudian dipercaya Presiden Jokowi menjadi Setmilpres.
Deretan orang yang pernah ada di sekeliling Jokowi lainnya adalah Mayjen Mohammad Hasan, Pangdam Jaya sejak 2023. Hasan bertugas sebagai Komandan Grup A Paspampres pada 2016-2018. Grup A Paspampres adalah grup yang bertugas mengawal Presiden da n keluarganya. Setelahnya, sejumlah jabatan diemban Hasan, antara lain, Komandan Korem 061/Suryakencana, Wakil Komandan Jenderal Kopassus, Komandan Jenderal Kopassus, dan Panglima Kodam Iskandar Muda.
Mayjen Tri Budi Utomo yang sejak 27 Juni 2022 menjabat sebagai Pangdam VI/Mulawarman juga lama mengawal Presiden Jokowi, terutama mengamankan Ibu Kota Negara di Kaltim. Pernah menjabat Komandan Grup A Paspampres, Tri Budi kemudian menjadi Komandan Paspampres pada 2021-2022.
Personal garansi
Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (Isess) Khairul Fahmi menyebut bahwa penguasa atau pemimpin negara dari masa ke masa selalu berusaha memastikan agar perwira-perwira paling cakap dan paling tangguh yang berada di sekelilingnya. Dari masa ke masa, untuk dapat dipercaya pimpinan negara, seorang perwira haruslah memiliki keunggulan.
”Kalau kita tengok sejarah, sejak dahulu kala para pemimpin negara selalu akan berusaha agar sekelilingnya diisi oleh ksatria-ksatria unggul yang dapat dipercaya,” ujar Fahmi, ketika dihubungi pada Kamis (4/4/2024).
Jabatan-jabatan strategis justru jadi ujian, kalau gagal, ya terpental dari lingkaran terdekat.
Makin unggul seorang ksatria, makin besar peluangnya untuk ditarik mendekat oleh penguasa, dan tentu saja itu juga artinya makin dipercaya. ”Jabatan-jabatan strategis justru jadi ujian, kalau gagal, ya terpental dari lingkaran terdekat. Tidak ada yang mau memelihara punggawa yang tidak cakap, karena hal itu sama dengan memelihara ancaman bahaya,” tambahnya.
Namun, semakin tinggi jabatan itu, jumlah kursinya pun makin terbatas. Hanya ada satu kursi untuk pucuk pimpinan, sedangkan para kandidatnya punya keunggulan masing-masing yang relatif setara. Faktor siapa yang dianggap paling loyal, paling dipercaya, itulah yang kemudian akan menjadi penentu siapa yang yang dianggap sebagai primus interpares, yang terbaik di antara yang terbaik.
Selain itu, sebelum menjadi presiden, Presiden Jokowi juga dinilai tidak kaya pengalaman berinteraksi dengan lingkungan militer. Lingkaran interaksinya ”sebatas” sebagai wali kota Solo hingga gubernur DKI Jakarta. Karena itu, di awal menjabat, tampak kecenderungan untuk mengisi pos-pos strategis termasuk di lingkungan TNI dengan sosok-sosok yang memiliki riwayat kedekatan atau setidaknya memiliki personal garansi sehingga dapat dipastikan tepercaya.
Preferensi penunjukan tokoh militer dengan riwayat kedekatan itu bukan berarti eligibilitas diabaikan. Rekam jejak kompetensi, prestasi, serta kekayaan pengalaman tugas dan jabatan tetap menjadi pertimbangan utama. ”Jadi, tidak tepat jika dikatakan bahwa merit sistem telah diabaikan dalam rekrutmen kepemimpinan TNI,” ucap Fahmi.
Penunjukan Marsekal Madya Mohamad Tonny Harjono, misalnya, dari sekian banyak sosok yang dianggap layak dan memenuhi syarat, tentunya hanya satu nama yang bisa dipilih. Pada saat itulah faktor kedekatan dan kepercayaan Presiden Jokowi menjadi nilai tambah yang menentukan.
Pertimbangan politik
Faktor kedekatan dengan Presiden ini juga dinilai tidak berdampak buruk bagi organisasi TNI. Profesionalisme TNI berupa penggemblengan dan seleksi anggota sudah dimulai sejak level perwira pertama hingga perwira menengah.
”Soal kepercayaan baru menjadi poin yang sangat penting di level perwira tinggi,” tambahnya.
Poin utamanya adalah keunggulan profesional, baru kepercayaan.
Apalagi, pembinaan karier perwira tinggi seperti kenaikan pangkat, mutasi, dan promosi ini menyangkut arah kebijakan kepala negara. Dengan demikian, tentu saja soal kepercayaan juga tidak akan pernah lepas dari pertimbangan-pertimbangan politik.
”Nah, sepanjang eligibilitas tidak diabaikan, rekam jejak dan kapabilitas tetap diperhatikan, saya kira tidak akan ada masalah. Poin utamanya adalah keunggulan profesional, baru kepercayaan,” kata Fahmi.
Terkait profesionalisme penjenjangan karier di lingkungan militer juga ditegaskan Tenaga Ahli Utama Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin. Ngabalin menegaskan bahwa penunjukan KSAU merupakan kewenangan Presiden. Ia menyebut sebelumnya ada beberapa nama perwira tingi Angkatan Udara yang seluruhnya hebat yang menjadi kandidat KSAU.
”Kalau organisasi yang sangat siap dengan manajemen dan mempersiapkan kader leadership-nya kita tahulah TNI sudah paten,” tambahnya.
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menambahkan, dalam konteks kenaikan pangkat dari ajudan atau mantan ajudan, tak hanya Presiden Jokowi yang memilih perwira tinggi yang memiliki unsur kedekatan dengannya. Hal serupa umum terjadi pada setiap presiden seperti pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga Gus Dur.
Baca juga: Presiden Diharapkan Punya Pertimbangan Masak Atur Organisasi TNI
”Semua presiden, semua ajudannya memiliki jabatan dan posisi strategis di kemudian hari. Bagaimanapun, saling menguntungkan satu sama lain. Jokowi pernah dijaga oleh mereka, dilindungi, dibantu selama jadi presiden. Di saat yang sama mereka butuh karier yang moncer, karier yang maju ketika ada di lingkaran presiden,” ujar Ujang.
Jadi, hubungan yang terjadi adalah relasi timbal balik. Namun, aspek profesionalisme tetap dijunjung tinggi. ”Nilai politisnya iya lingkaran dekat Jokowi. Mixed kombinasi antara kerja profesional dan aspek politik dan itu hal yang umum dan biasa saja karena rugi seandainya orang dekat ajudan presiden kalau tidak punya nilai dan jabatan strategis di kemudian hari,” tambahnya.
Dalam konstruksi karier militer seseorang, dia dituntut tidak hanya harus hebat dan bertanggung jawab secara profesional. Namun, kedekatan dengan lingkungan kekuasaan menjadi sesuatu yang normal dan biasa terjadi. Skema serupa pun terjadi di banyak negara, termasuk di Indonesia.