Kasus Sudah Terungkap, Hakim Ingin Anak Buah Johnny G Plate Disidang Lebih Cepat
Hakim menyebut, kasus korupsi pembangunan menara BTS 4G sudah terungkap. Sidang terdakwa baru diharap lebih cepat.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tiga orang bekas anak buah Johnny G Plate, yakni Muhammad Feriandi Mirza, Elvano Hatorangan, dan Walbertus Natalius Wisang, didakwa turut memperkaya diri sendiri ataupun orang lain dalam kasus dugaan korupsi pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika. Hakim meminta proses pemeriksaan saksi dipercepat karena ketiga terdakwa itu sudah beberapa kali menjadi saksi di kasus yang sama serta perkara korupsi juga sudah terungkap.
Feriandi adalah bekas Kepala Divisi Lastmile/Backhaul Bakti Kemenkominfo, sedangkan Elvano adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) Bakti Kemenkominfo. Adapun Walbertus adalah bekas staf khusus Johnny G Plate semasa menjabat sebagai Menkominfo.
Dalam sidang pembacaan dakwaan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika yang diselenggarakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (27/3/2024), jaksa penuntut umum membacakan dakwaan terhadap Elvano yang mana isi dakwaannya sama dengan dakwaan terhadap kedua terdakwa lain. ”Memperkaya diri sendiri dan orang lain atau korporasi, untuk terdakwa Elvano sebesar Rp 2,4 miliar,” kata Jaksa Penuntut Umum Nurrohman.
Dalam surat dakwaannya, jaksa menyatakan, Elvano bersama dengan Direktur Utama Bakti Kemenkominfo Anang Achmad Latif telah menunjuk Lembaga Human Development (Hudev) UI melalui penunjukan langsung untuk melakukan kajian teknis pembangunan menara BTS 4G. Kajian yang dikakukan ternyata hanya sekadar formalitas.
Selain itu, kata jaksa penuntut umum, penentuan lokasi pembangunan menara BTS 4G dilakukan tanpa melalui studi kelayakan dan tidak didukung data tentang rencana strategis untuk 7.904 desa. Elvano juga disebut menyampaikan harga satuan pembangunan menara BTS 4G tanpa melakukan survei pasar.
Jaksa menyebut, Elvano bersama dengan Anang telah melakukan pembayaran sebesar Rp 10,8 triliun di akhir 2021 sesuai kontrak. Padahal, sampai 31 Desember 2021 belum ada satu menara BTS 4G pun yang selesai dan telah dibuatkan berita acara serah terima. Lebih lanjut, Elvano juga disebut memberikan kesempatan kepada kontraktor untuk menyelesaikan proyek tersebut tanpa memperhitungkan kapasitas.
”Akibatnya, perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 8,032 triliun,” kata jaksa.
Selain Elvano, jaksa menyebut, Feriandi menerima uang sebesar Rp 300 juta. Sementara Walbertus menerima uang dengan total Rp 4 miliar dari Irwan Hermawan kepada Johnny G Plate. Pemberian uang itu atas perintah Anang dan diberikan sebanyak tiga kali.
Jaksa mendakwa para terdakwa dengan dakwaan primer Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Akibatnya, perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 8,032 triliun.
Terhadap dakwaan tersebut, ketiga terdakwa menyatakan memahami dan tidak mengajukan eksepsi. Oleh karena itu, persidangan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi. Ketua Majelis Hakim meminta agar saksi yang diajukan dipilih oleh jaksa penuntut umum, tidak semua diajukan ke persidangan.
Pada kesempatan itu, jaksa penuntut umum menyampaikan rencana untuk mengajukan 40 saksi dari sekitar 140 saksi yang ada. Namun, Ketua Majelis Hakim meminta agar saksi yang dihadirkan di persidangan cukup empat orang.
”Masing-masing terdakwa juga sudah beberapa kali menjadi saksi (di perkara yang sama), kan. Jadi tidak jauh berbeda. Apalagi perkara ini juga sudah terungkap,” kata Ketua Majelis Hakim.
Dalam perkara itu, Jhonny G Plate dipidana 15 tahun penjara serta membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 15,5 miliar di pengadilan tingkat pertama. Sementara Anang dipidana 18 tahun penjara dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 5 miliar yang diambil dari uang yang telah disetor ke penyidik Kejaksaan Agung sebesar Rp 6,7 miliar.