TNI Minta Maaf soal Penyiksaan terhadap KKB di Papua
TNI memohon maaf dan meminta keadilan warga Papua terkait kasus penyiksaan oleh prajurit Yonif Raider 300/Brajawijaya.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA, WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tentara Nasional Indonesia atau TNI meminta maaf dan mengakui peristiwa penyiksaan yang dilakukan prajurit Batalyon Infanteri Raider 300/Brajawijaya sebagai sebuah kesalahan. TNI berjanji memberikan keadilan kepada masyarakat Papua dengan proses hukum yang seadil-adilnya.
Hal tersebut disampaikan Panglima Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih Mayor Jenderal Izak Pangemanan di Detasemen Markas Besar TNI, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2024). Selain Izak, tampak pula Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Nugraha Gumilar, dan Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigadir Jenderal Kristomei Sianturi.
Izak menyayangkan insiden kekerasan yang seharusnya tidak boleh terjadi. TNI berupaya untuk terus menyelesaikan konflik di Papua dengan yang benar. ”TNI tidak pernah punya prosedur kekerasan, tetapi prosedur pelaksanaan tugas yang ciptakan hubungan baik dan komunikasi, membangun kepercayaan masyarakat,” ujarnya.
Sebanyak delapan prajurit TNI dari Yonif Raider 300/Brajawijaya kini ditahan dalam pemeriksaan soal penganiayaan terhadap anggota kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua. Mereka tergabung dalam Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan di Papua sejak 3 April 2023.
Penganiayaan diduga terjadi saat prajurit menangkap anggota KKB yang bernama Definus Kogoya di Pos Gome, Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah. Proses penganiayaan juga sempat terekam dalam video yang beredar luas di publik.
Video yang beredar di media sosial memperlihatkan sekelompok orang dengan atribut TNI menganiaya seorang warga laki-laki Papua. Warga tersebut diikat di dalam drum lalu dipukul dan ditendang berkali-kali hingga mengalami sejumlah luka di bagian wajah (Kompas.id, 22/3/2024).
TNI tidak pernah punya prosedur kekerasan, tetapi prosedur pelaksanaan tugas yang menciptakan hubungan baik dan komunikasi, membangun kepercayaan masyarakat.
Menurut Izak, Yonif 303/Brajawijaya sudah selesai bertugas di Papua sehingga Kodam Cenderawasih tengah berkoordinasi dengan Kodam Siliwangi. ”Kekerasan ini mencoreng upaya penanganan konflik di Papua,” katanya.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigadir Jenderal Kristomei menambahkan, Kepala Staf TNI AD Maruli Simanjuntak menyampaikan permohonan maaf. Peristiwa ini menjadi bahan evaluasi dan introspeksi diri, khususnya pada aspek pengawasan prajurit TNI AD.
Kini, TNI AD melakukan pemeriksaan terhadap 42 prajurit terkait penganiayaan warga di Papua. Sebanyak 13 di antaranya ditahan di Pomdam 03 Siliwangi. ”Saat ini masih terus bekerja dan sudah dilakukan pemeriksaan terhadap 42 prajurit TNI. Dari 42 prajurit itu tadi sudah ditemukan ada indikasi 13 prajurit yang benar-benar melakukan tindakan kekerasan,” kata Kristomei.
Prajurit yang terindikasi melakukan kekerasan tengah ditahan dengan pengamanan maksimum di Instalasi Tahanan Militer ”Super Maximum” di Markas Polisi Militer Kodam III/Siliwangi. ”Ke-13 orang ini nanti akan ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya menambahkan.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Nugraha Gumilar menyebutkan, TNI bukan organisasi sempurna. Ia meminta masyarakat bersikap adil karena kesalahan ini dilakukan segelintir orang. Hal senada disampaikan Izak yang mengatakan, ada 19.000 prajurit di Kodam Cendrawasih, tetapi yang melakukan kekerasan hanya segelintir.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bobby Adhityo Rizaldi, menambahkan, prajurit TNI yang menganiaya warga di Papua harus segera diproses secara hukum dan diadili. Dengan begitu, kasus ini bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku dan efek gentar bagi prajurit lain. ”Ya, ini harus segera ditindaklanjuti,” ujarnya.
Pun, misalnya, jika warga yang dianiaya tersebut merupakan bagian dari kelompok kriminal bersenjata, harus tetap diinterogasi sesuai protokol dan profesional. ”Ya, intinya semua ada protokolnya,” ucapnya.
Di sisi lain, ia meminta agar komandan para prajurit yang bertugas di Papua secara rutin mengawasi dan mengevaluasi kondisi prajuritnya, terutama dalam setiap operasi. Harapannya, kasus seperti ini tak terulang kembali.