PSI Dinilai Tak Bisa Andalkan Jokowi Lagi Saat Pilkada Nanti
PSI pernah menyebut diri sebagai ”Partainya Pak Jokowi”. Apakah strategi itu masih relevan?
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Strategi mengaitkan Partai Solidaritas Indonesia dengan figur Presiden Joko Widodo dalam kontestasi pemilihan kepala daerah atau pilkada dinilai tidak akan efektif jika tidak didukung strategi lain. Untuk itu, PSI mesti mencari strategi lain, baik membangun koalisi maupun mengajukan calon kepala daerah yang berkualitas.
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas berpandangan, strategi untuk mengaitkan figur Presiden Jokowi dengan PSI masih mungkin. Meski PSI gagal melenggang ke Senayan, bukan berarti tidak ada efek Jokowi ke PSI dalam pemilu legislatif yang baru berlalu.
Meski demikian, untuk pilkada mendatang, PSI dinilai tidak bisa hanya mengandalkan strategi dengan ”menjual” nama Jokowi. ”Apalagi, Jokowi saat ini sudah memasuki periode lame duck, yakni periode memimpin seperti seekor bebek lumpuh. Semakin mendekati hari pelantikan Prabowo di bulan Oktober, pengaruh dan wibawa politik Jokowi akan mulai luntur,” tutur Sirojudin ketika dihubungi, Jumat (22/3/2024).
Sehari sebelumnya, Kamis (21/3/2024), Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep menyatakan, PSI kini berjuang untuk menempatkan para kadernya di pilkada. Para pengurus dan kader akan menjadikan kegagalan kedua PSI dalam pemilu sebagai pelajaran dan bahan evaluasi.
Strategi kampanye, seperti pemanfaatan figur Presiden Joko Widodo serta anggaran kampanye terbesar ketiga dianggap sebagai bagian dan proses politik PSI menuju kedewasaan.
Pada pilkada mendatang, PSI menargetkan untuk bisa menempatkan kadernya di kabupaten/kota yang menjadi basis suara terbesar PSI. Wilayah basis suara PSI ini di antaranya tersebar di sejumlah kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur, Jakarta, Surakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, Tangerang, dan Tangerang Selatan.
”Kemungkinan kami akan melihat daerah yang kami kursinya banyak. Karena mau bagaimanapun, kami masih ada kursi di beberapa provinsi dan kabupaten/kota yang meningkat pesat sekitar 200 persen,” kata Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep (Kompas.id, 21/3/2024).
Jokowi sumber kredibilitas
Dalam kontestasi pilkada, menurut Sirojudin, PSI memang masih dapat memanfaatkan asosiasinya atau kedekatannya dengan Jokowi dalam rangka membangun koalisi dengan parpol lain yang lebih besar. Bagi PSI, Jokowi akan menjadi sumber kredibilitas dan kepercayaan parpol dan calon kepala daerah.
Meski demikian, PSI juga mesti lebih dewasa dan menjadi tim yang lincah. Mereka juga harus mampu bekerja sama dengan rekan parpol koalisi ataupun dengan calon kepala daerah yang bukan merupakan kadernya sendiri.
Jokowi saat ini sudah memasuki periodelame duck, yakni periode memimpin seperti seekor bebek lumpuh. Semakin mendekati hari pelantikan Prabowo di bulan Oktober, pengaruh dan wibawa politik Jokowi akan mulai luntur.
Tidak efektif
Berbeda dari Sirojudin, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, berpandangan, strategi PSI dengan menjual nama Jokowi dinilai sudah tidak efektif. Sebab, pilkada merupakan kontestasi yang bersifat lebih personal.
”Dalam pilkada, yang dijual adalah figurnya, kontestannya, kandidatnya, calon kepala daerahnya, bukan Jokowi, bukan pula partai. Partai itu hanya sebagai perahu atau tiket saja, tapi menang kalah lebih banyak ditentukan oleh figur sang calon kepala daerah,” tutur Ujang.
Oleh karena itu, menurut Ujang, PSI mesti mencari strategi lain dan tidak hanya fokus pada menjual figur Jokowi. Pada momen pilkada, PSI mesti mencari figur atau sosok calon kepala daerah yang memang berkualitas, termasuk memiliki popularitas dan elektabilitas yang tinggi. Selain itu, PSI juga mesti berkomunikasi dengan parpol lain untuk membangun koalisi dalam mengusung calon kepala daerah.