Terus Mengalir, Pengungsi Rohingya Diusulkan Dihalau di Laut
Pemerintah akan revisi Perpres No 125/2016 tentang Penanganan Pengungsi Luar Negeri. Salah satu usulan, dihalau di laut.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah merencanakan merevisi Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Sejumlah hal diusulkan untuk diatur dalam revisi tersebut, salah satunya ketegasan mengenai institusi yang berwenang untuk melayani pengungsi dari luar negeri.
Belakangan ini, penanganan pengungsi dari Rohingya, kelompok etnis asal Myanmar, masih bermasalah. Pemerintah tingkat kabupaten kota, provinsi, dan pusat saling lempar tanggung jawab ketika dihadapkan pada kasus pengungsi Rohingya yang terus berdatangan di wilayah Indonesia.
Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Silmy Karim, saat ditemui di Gedung Kompas Gramedia, Jumat (22/3/2024), mengatakan, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri harus direvisi. Menurut dia, penanganan masalah pengungsi dari luar negeri yang diatur dalam perpres tersebut masih belum terlalu efektif.
”Memang ada rencana direvisi. Kan, kalau di dalam perpres itu, yang menangani itu pemerintah daerah. Nah, itu, kan, tidak realistis dari sisi pembiayaan, fasilitas, dan lain-lain. Makanya, (Perpres No 125/2016) itu prioritas direvisi,” ujar Silmy.
Kan, kalau di dalam perpres itu, yang menangani itu pemerintah daerah. Nah, itu, kan, tidak realistis dari sisi pembiayaan, fasilitas, dan lain-lain.
Direktorat Jenderal Imigrasi, lanjut Silmy, sudah memberikan masukan mengenai materi revisi itu. Salah satunya, perlu ada ketegasan institusi yang menangani pengungsi dari luar negeri.
”Dilihat juga, institusi mana yang sudah memiliki infrastruktur dalam menangani masalah tersebut. Kalau pemerintah daerah, kan, enggak mungkin karena beban anggaran dan lain-lain. Kalau Kementerian Luar Negeri juga tidak punya anggota di daerah,” tutur Silmy.
Sebab, ketika pengungsi sudah masuk ke Indonesia dan berada di daratan, konteksnya menjadi kemanusiaan. Jadi, harus ada institusi di laut yang menghalau itu.
Dari informasi yang dihimpun Kompas, hal lain yang bakal diatur dalam revisi perpres itu ialah instansi mana yang nantinya akan ditunjuk untuk menghalau pengungsi dari luar negeri agar tidak asal masuk ke wilayah Indonesia. ”Sebab, ketika pengungsi sudah masuk ke Indonesia dan berada di daratan, konteksnya menjadi kemanusiaan. Jadi, harus ada institusi di laut yang menghalau itu,” kata sumber tersebut.
Selain itu, akan diatur pula mengenai upaya-upaya diplomasi yang harus dilakukan pemerintah Indonesia untuk menekan negara asal pengungsi sehingga permasalahan ini tak berkepanjangan.
Dalam beberapa tahun terakhir, wilayah Indonesia semakin sering menjadi tujuan pengungsian warga Rohingya yang datang menggunakan perahu. Krisis Rohingya menjadi isu kawasan setelah hampir satu juta warga Rohingya pada 2017 meninggalkan Negara Bagian Rakhine akibat aksi kekerasan militer Myanmar.
Kabar terbaru, Rabu (20/3/2024), kapal pengangkut pengungsi Rohingya tenggelam di perairan Aceh Barat. Kapal itu mengangkut 142 pengungsi Rohingya. Peristiwa ini terungkap berkat laporan nelayan yang menyelamatkan enam korban. Hingga Kamis (21/3/2024) malam, total 75 orang telah diselamatkan oleh nelayan dan Basarnas.
Utamakan kepentingan masyarakat
Pada Desember 2023, Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan bahwa pemerintah akan terus mengutamakan kepentingan masyarakat setempat dalam menangani pengungsi. Ini menanggapi peningkatan arus pengungsi Rohingya yang masuk ke Indonesia.
Bantuan kemanusiaan sementara kepada pengungsi akan diberikan, dengan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat lokal.
”Bantuan kemanusiaan sementara kepada pengungsi akan diberikan, dengan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat lokal,” ujar Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi menilai, fenomena bertambahnya arus pengungsi Rohingya ke Indonesia diduga kuat karena adanya keterlibatan jaringan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), terutama di Provinsi Aceh.
Karena itu, ia menekankan, untuk menangani hal tersebut, pemerintah akan terus meningkatkan koordinasi dan kolaborasi dengan sejumlah pihak, salah satunya organisasi internasional.