Wakil Ketua Umum Golkar: Peluang Jokowi Jadi Ketua Umum Makin Kecil
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Firman Soebagyo menegaskan tidak mudah jadi ketua umum Golkar. Berlakukah bagi Jokowi?
JAKARTA, KOMPAS — Peluang Presiden Joko Widodo memimpin Partai Golkar semakin mengecil. Sebab, ada sejumlah syarat yang harus dilalui jika seseorang ingin menjadi ketua umum Golkar, salah satunya harus menjadi kader partai setidaknya selama lima tahun. Sejauh ini tidak ada penegasan dari Presiden Jokowi ihwal statusnya di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Wacana untuk menjadikan Presiden Jokowi sebagai Ketua Umum Partai Golkar muncul dari kalangan internal dan mulai disuarakan oleh sejumlah kader partai politik berlambang pohon beringin tersebut. Karakter kepemimpinan Jokowi selama dua periode pemerintahan juga disebut merepresentasikan konsep karya kekaryaan yang merupakan doktrin utama Golkar.
Terhadap wacana itu, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Firman Soebagyo saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (18/3/2024), menegaskan, tidak mudah untuk menjadi ketua umum Golkar. Ada mekanisme dalam partai di mana seseorang yang menduduki kursi pimpinan partai minimal menjadi anggota partai selama lima tahun berturut-turut.
Baca juga: Usulan Jokowi Pimpin Golkar Mulai Disuarakan di Kalangan Internal Partai
”Itu ketentuannya seperti itu. Anggaran dasar rumah tangga partai itu tidak boleh dilanggar siapa pun. Kalau sampai sekarang, kami berpegang pada aturan yang ada,” ujar Firman.
Itu ketentuannya seperti itu. Anggaran dasar rumah tangga partai itu tidak boleh dilanggar siapa pun. Kalau sampai sekarang, kami berpegang pada aturan yang ada.
Namun, kata Firman, politik selalu dinamis. Semua pihak harus mematuhi ketentuan itu, kecuali ada perubahan. Lagi pula, ukuran menjadi pimpinan partai itu terukur, ada persyaratan administrasi, kemudian juga berprestasi, berdedikasi, dan terjamin loyalitasnya terhadap partai.
”Persyaratan ini, kan, tentunya hanya dimiliki oleh orang yang sudah menjadi anggota partai, gitu lho,” tegas Firman.
Terlepas dari itu, ia menegaskan, tidak mudah mengubah aturan internal partai. Begitu pula soal memajukan Musyawarah Nasional Golkar, menurut dia, tak ada urgensinya. Munas tetap akan digelar pada Desember 2024.
Persyaratan ini, kan, tentunya hanya dimiliki oleh orang yang sudah menjadi anggota partai, gitu lho.
”Saya rasa enggak ada alasan untuk majukan munas. Kan ini kan Golkar sudah punya mekanisme, jangan sampai anggaran dasar, anggaran rumah tangga itu diubah hanya untuk kepentingan tertentu. Kita harus disiplin melaksanakan itu. Jangan diubah hanya untuk kepentingan-kepentingan kelompok tertentu. Apalagi kepentingan per orangan, itu akan mengubah sistem,” katanya.
Terukur
Menurut Firman, sosok Airlangga Hartarto masih kuat dan tepat memimpin Golkar. Airlangga dinilai mampu meningkatkan secara signifikan terhadap perolehan kursi partai. Kerja Airlangga di Pemilu 2024 ini tentu menjadi portofolio yang baik bagi Airlangga untuk maju mencalonkan diri kembali sebagai ketua umum.
Ya tentunya kalau saya yah, kalau saya pribadi kenapa mesti harus, kan begini prestasi sudah terukur. Prestasi dari Pak Airlangga sudah terukur. Kemudian kinerja Pak Airlangga juga sudah terukur. Apalagi yang mau kita. Pemimpin itu kan ukurannya harus jelas. Mencari pemimpin yang kerjanya sudah terukur. Nah, ini semua sudah terlaksana, dari posisi 85 kursi, sekarang prediksi menjadi 105 atau 104 kursi.
”Ya tentunya kalau saya yah, kalau saya pribadi kenapa mesti harus, kan begini prestasi sudah terukur. Prestasi dari Pak Airlangga sudah terukur. Kemudian kinerja Pak Airlangga juga sudah terukur. Apalagi yang mau kita. Pemimpin itu kan ukurannya harus jelas. Mencari pemimpin yang kerjanya sudah terukur. Nah, ini semua sudah terlaksana, dari posisi 85 kursi, sekarang prediksi menjadi 105 atau 104 kursi,” ujar Firman.
Menurut Firman, ukuran-ukuran ini penting agar pemilihan ketua umum Golkar tidak memicu perseteruan di internal partai. ”Nah, oleh karena itu supaya ke depan itu Golkar tidak lagi terjadi hiruk-pikuk yang belum tentu orang yang akan mencalonkan juga lebih baik, kenapa kita mesti harus mencari calon alternatif lain. Kalau saya yang pasti-pasti saja,” ujarnya.
Sebelumnya, ada empat nama yang masuk bursa ketua umum Golkar. Selain Airlangga, ada beberapa kader potensial untuk menjadi ketua umum Golkar. Mereka adalah Ketua MPR Bambang Soesatyo, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.
Jokowi belum menyatakan sikap
Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung menambahkan, sejauh ini banyak kader Golkar yang masih ingin mendukung kembali Airlangga Hartarto untuk menjadi ketua umum periode 2024-2029. Hal tersebut sudah disampaikan sejumlah kader Golkar dalam forum Silaturahmi Partai Golkar se-Indonesia di Bali pada Jumat (15/3/2024).
”Kemarin soliditas disampaikan. Kita juga solid mendukung musyawarah nasional yang dilakukan pada Desember 2024 berdasarkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dan menuntaskan periode ini sampai selesai,” kata Doli.
Menurut Doli, pemilihan ketua umum akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada di AD/ART partai melalui munas. Munas akan tetap diselenggarakan setiap lima tahun sekali pada Desember sesuai dengan ketentuan yang ada di AD/ART dan itu harus ditaati.
Kita tahu Pak Jokowi sampai sekarang belum pernah menyatakan keluar dari PDI-P yang selama ini kita tahu beliau kader PDI-P.
AD/ART Partai Golkar juga telah mengatur bahwa syarat menjadi ketua umum di antaranya pernah menjadi pengurus Golkar tingkat pusat atau organisasi pendiri atau yang didirikan Golkar setidaknya satu periode dan didukung minimal 30 persen pemilik suara. Aktif sebagai anggota Partai Golkar setidaknya lima tahun dan tidak pernah menjadi anggota partai politik lain. Calon ketua umum juga disyaratkan pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan kader Golkar.
Baca juga: Nama Jokowi dan Airlangga dalam Bursa Ketua Umum Partai Golkar
Sementara itu, kata Doli, Jokowi hingga kini belum menyampaikan sikap terkait status kadernya di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Sebab, Jokowi telah sejak awal karier politiknya dengan bergabung dengan PDI-P.
”Kita tahu Pak Jokowi sampai sekarang belum pernah menyatakan keluar dari PDI-P yang selama ini kita tahu beliau kader PDI-P,” ujar Doli.
Jika Jokowi ingin bergabung dengan Golkar, Doli melanjutkan, Golkar selalu membuka pintu bagi siapa saja yang mau bergabung, termasuk Jokowi. Namun, Golkar menghormati dan menunggu sikap dari PDI-P juga perihal status kader dari Jokowi tersebut. ”PDI-P juga belum pernah menyatakan Pak Jokowi bukan kader PDI-P lagi. Jadi itu kan kita juga harus hormati, kembali pada putusan itu nanti,” katanya.
Semuanya ditentukan oleh Jokowi sendiri.